PALANGKA RAYA-Dua tahun terakhir, angkutan yang diduga milik perusahaan besar swasta (PBS) nebeng melintasi jalan penghubung Palangka Raya-Kuala Kurun. Kendaraan dengan bobot puluhan ton yang mengangkut kekayaan sumber daya alam (SDA) di Kabupaten Gunung Mas (Gumas) bebas melintas. Akibatnya, jalan yang menjadi akses menuju ibu kota provinsi tersebut rusak parah. Hancur lebur. Nyaris setiap hari terjadi kemacetan di beberapa titik lokasi.
Kondisi jalan yang hancur lebur dan macet parah membuat masyarakat pengguna jalan kesal. Tidak terhitung berapa jumlah unggahan berupa tulisan, foto, maupun video menghiasi media sosial, mengeluhkan soal kondisi jalan Palangka Raya – Kuala Kurun. Angkutan perusahaan pertambangan, perkebunan, dan kayu bertonase besar disebut-sebut menjadi pemicu kehancuran infrastruktur dan kemacetan di beberapa titik lokasi. Kekesalan warga pun memuncak. Kemarin, (16/12) masyarakat turun menyampaikan aspirasi kepada jajaran legislatif, pemerintah, maupun kepolisian.
Aliansi Masyarakat Gunung Mas (AMGM) mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalteng dan Kantor Gubernur Kalteng. Mereka melakukan demo dan menyampaikan aspirasi.
Koordinator aksi Yepta Diharja mengatakan, pihaknya datang menyampaikan aspirasi masyarakat Gunung Mas, khususnya yang berada di sekitar area yang dilalui kendaraan perusahaan. Pihaknya menuntut agar kendaraan perusahaan tidak melewati jalan umum, khususnya ruas jalan Palangka Raya-Kuala Kurun.
Dikatakan Yepta, aktivitas angkutan perusahaan yang melewati jalan umum sudah berlangsung selama dua tahun. Mulai marak dan tidak terkendali dalam setahun terakhir. Padahal sudah jelas diatur bahwa aktivitas angkutan pertambangan, perkebunan, dan kehutanan tidak boleh melewati jalan umum.
“Akibat kendaraan tersebut, banyak badan jalan yang rusak, belum lagi antrean truk-truk besar, baik pengangkut kayu logging, hasil perkebunan, dan lainya membuat terjadinya kemacetan jalan, belum lagi sopir ugal-ugalan dan tidak menghargai pengguna jalan lain, bahkan tempat usaha warga terpaksa harus ditutup dengan plastik karena debu yang berterbangan,” ungkap Yepta Diharja.