Atas dasar sanksi administrasi, maka pemrakarsa wajib menyusun DELH atau DPLH dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kewenangan penilaian DELH atau DPLH dan penerbitan persetujuan lingkungan disesuaikan dengan kewenangan penerbitan perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang disesuaikan dengan parameter skala industri yang dapat dilihat pada surat izin usaha perdagangan (SIUP) yang dimiliki pemrakarsa sebelumnya serta tingkat risiko kegiatan,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang Pengawasan Minerba, Energi dan Air Tanah Agus Chandra mengatakan, PT Mineral Palangka Raya Prima (MPP) merupakan perusahaan yang perizinannya dikeluarkan oleh BKPM pusat dan sudah mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Sedangkan untuk kegiatannya, arahnya ke Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan dan atau Pemurnian atau juga disebut IUP OPK Olah Murni. Namun diketahui proses itu belum selesai atau beres, tapi di lapangan perusahaan sudah mulai beraktivitas atau beroperasi.
“Jadi secara legalitas mereka belum memenuhi syarat untuk beroperasi, kapan mereka mulai beroperasi pun tidak ada melaporkan ke kami, dalam artian perusahaan ini masih dalam tahap proses perizinan,” ucap Agus, Kamis (15/7).
Dikatakannya, semenjak terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, per 11 Juni 2020 semua proses perizinan menjadi kewenangan pusat. “Jadi siapa pun yang melakukan permohonan terkait dengan perizinan apa pun, semua sudah melalui pusat, bukan lagi di dinas,” bebernya. (nue/ce/ala)