“Hal ini tidak saja terjadi di Provinsi Kalteng, tapi juga beberapa provinsi lainnya di Indonesia. Sementara pilkada serentak juga merupakan amanat dari undang-undang, sehingga wajib kita laksanakan dan sukseskan,” jawabnya.
Terpisah, pengamat politik Jhon Retei Alfri Sandi mengatakan, kelembagaan KPU itu sudah cukup permanen. Sirkulasi pergantian komisioner dan siklus pilkada sebenarnya tidak memengaruhi kinerja KPU.
Ia menyebut bahwa pergantian komisoner KPU saat berjalannya tahapan pilkada bukanlah sebuah persoalan. Komisoner yang baru dengan kapasitas dan kapabilitas yang tidak diragukan, diyakini bisa menyesuaikan dinamika organisasi dalam tubuh KPU.
“KPU dan Bawaslu memiliki sekjen tersendiri di pusat dan melakukan komunikasi. Semestinya pergantian KPU tidak tertunda, karena perguliran pilkada dan pilpres juga dinamis, memang ada kecenderungan dilakukan persiapan sebelum 2024,” katanya saat dibincangi Kalteng Pos.
Lebih lanjut dikatakannya, yang menjadi catatan penting adalah kualitas komisioner hasil rekrutmen.
“Proses rekrutmen itu yang mungkin masih harus banyak dikoreksi. Kita berharap bahwa dalam rekrutmen itu, yang direkrut adalah orang-orang yang memang memiliki pengalaman dan berkemampuan,” ucapnya.
Menurut Jhon, komisioner yang direkrut tak harus berpengalaman di KPU. Bisa saja mantan komisioner bawaslu atau komisoner KPU kabupaten/kota atau akademisi yang memang membidangi tugas-tugas KPU. Dengan demikian komisioner terpilih bisa mudah beradaptasi dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
“Sehingga tidak mengganggu proses pemilihan itu sendiri, saya kira tidak masalah, dan dalam banyak kasus KPU jarang memperpanjang,” ujarnya.