PULANG PISAU-Pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun ini telah mengalokasikan APBN untuk pengembangan Pelabuhan Bahaur di Kecamatan Kahayan Kuala. Anggaran yang bersumber dari APBN itu rencananya digunakan untuk memperbaiki sarana prasarana pelabuhan, perkantoran pelabuhan, dan keperluan lain dalam jangka pendek. Sayangnya, APBN itu kini diblokir.
Pemblokiran dilakukan karena belum ada SK hibah lahan pelabuhan dari pemerintah daerah kepada Kementerian Perhubungan. “Pengembangan pelabuhan itu nanti tidak dilaksanakan satu tahun. Akan diperbesar,” kata Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Pulang Pisau Supiani, Selasa (21/12).
Menurut dia, ada anggaran di DIPA Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Pulang Pisau. Namun jika tidak ada SK hibah, anggaran itu diblokir. “Tidak bisa dicairkan,” ucapnya.
Lalu bagaimana kelanjutan pengembangan Pelabuhan Bahaur itu? “Kelanjutannya tunggu pimpinan. Karena salah satu syarat untuk membuka blokir APBN itu harus ada hibah. Selama belum ada hibah, anggaran dari pusat tidak akan turun,” tegas dia.
Supiani mengungkapkan, pengembangan pelabuhan itu berawal adanya program food estate yang digagas Presiden RI Joko Widodo di Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau, dan Gunung Mas.
“Saat itu pimpinan menanyakan pelabuhan mana yang layak, antara Batanjung dan Bahaur. Saat itu pimpinan juga memberi informasi ke Tanjung Perawan. Namun akses jalan ke Tanjung Perawan ada 17 jembatan dari pohon kelapa. Akhirnya dipilihlah Pelabuhan Bahaur dan keluarlah rekomendasi untuk Pelabuhan Bahaur,” ungkap dia.
Atas rencana itu, Gubernur Kalteng juga melayangkan surat kepada Menteri Perhubungan perihal usulan perubahan status Pelabuhan Bahaur. “Dalam suratnya Bapak Gubernur meminta pelabuhan sungai itu diubah menjadi pelabuhan laut,” ungkap Supiani.
Dia menambahkan, surat gubernur tertanggal 20 Oktober 2020 itu mendapat tanggapan dari kementerian. “Bahkan tahun ini kami telah melaksanakan lima studi untuk food estate guna pengembangan Pelabuhan Bahaur,” ujarnya.
Setelah selesai studi, lanjut dia, dalam pembangunan yang menggunakan anggaran APBN harus jelas status aset dan lahan. “Karena menggunakan APBN, sesuai Keputusan Menteri Nomor 186 Tahun 2020, status lahan harus jelas. Untuk itu, ada namanya hibah lahan,” jelasnya.
Atas dasar keputusan itu, ia melayangkan surat kepada Bupati Pulang Pisau dan Gubernur Kalteng. Namun, kata dia, jawaban surat dari Bupati Pulang Pisau tidak ditujukan kepada dirinya. “Surat itu dilayangkan kepada pimpinan saya. Saat ini Dirjen, menyurati Sekjen untuk membahas surat tersebut,” ungkap Supiani.
Dia mengaku, dahulu Pelabuhan Bahaur memang mau diserahkan kepada pemda, tapi ditahan. Karena untuk penyerahan aset nanti melibatkan Kemenkeu. Karena ada rencana program tersebut yang akan dilaksanakan Kemenhub dalam hal ini Dirjen Perhubungan Laut, dari Dirjen Perhubungan Darat karena satu Menteri ada transfer aset dan itu sudah dilaksanakan.
“Dalam waktu dekat dilakukan verifikasi lapangan. Aset pelabuhan itu sudah diserahkan ke Dirjen Perhubungan Laut. Ada 211 item. Nanti akan diverifikasi keadaannya,” kata dia.
Karena, lanjut dia, kalau tidak masuk BMN (barang milik negara) ke depan pemeliharaan susah karena menggunakan APBN. Kalau gunakan APBN harus masuk dalam BMN. Seperti contoh, Pelabuhan Batanjung tidak bisa mengajukan pemeliharaan.
“Karena lahan belum diserahkan aset lahannya. Tapi Pelabuhan Batanjung dalam proses menyerahkan hibah lahannya ke Dirjen Perhubungan Laut. Di daerah lain, kalau menggunakan APBN, mereka harus menghibahkan lahannya,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, jika berbicara apa yang akan diberikan kepada pemerintah daerah, menurut dia hal itu bisa dibicarakan. “Kalau saran saya, bentuk saja BUMD, lalu bentuk perusahaan daerah. Nanti dibuat kerja sama pemanfaatan (KSP). Namun BUMD yang benar-benar serius mengurus pelabuhannya. Jangan tanggung-tanggung mengelolanya,” beber dia.
Supiani mengaku, sebenarnya dirinya ingin Pelabuhan Bahaur itu nanti bisa seperti Pelabuhan Trisakti Banjarmasin, Kalsel dan pelabuhan di Sampit. “Jadi nanti kontainer tidak perlu lewat Banjarmasin,” harap dia. (art/ala)