Dalam pertemuan tersebut akhirnya disepakati kalau fee untuk Jauhari akan dibayarkan satu minggu kemudian. Tempat pembayaran ditetapkan di Kota Makassar.
“Saya berangkat ke Makassar. Ada sepuluh hari saya di sana tetapi pak Haji tidak bisa ditemui. Terus bilang mau bertemu di jakarta tetapi juga gak ketemu. Itu terus sampai beberapa kali saya hubungi mengih janji itu tetapi nyatanya sampai sekarang fee saya tetap tidak pernah di bayarkan,” ucap Johari yang kemudian mengakui diri kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polda Kalteng.
Jauhari juga mengaku gara-gara dirinya berulangkali menagih pembayaran fee tersebut dirinya akhirnya di pecat dari jabatannya sebagai Kepala Cabang PT SMK Kalteng oleh H Kinsu sendiri.
“Pencabutan kuasa saya sebagai kepala cabang dilakukan sepihak dan tanpa pemberitahuan sama sekali kepada saya,” ujar Jauhari yang mengaku baru menerima informasi pemberhentiannya dirinya sebagai kepala cabang PT SMK di bulan Juni 2019.
Penasihat hukum H.Kinsu sendiri sempat menanyakan status kepala penjualan yang dijabat Jauhari ini. “Bapak ini apa memang benar terlibat dalam penjualan atau sebagai makelar,” tanya Robert Nababan kepada saksi.
Menjawab pertanyaan itu, Jauhari mengatakan kalau dirinya memang terlibat dalam proses penjualan BBM namun kontrak penjualan bbm sendiri dilakukan oleh H Kinsu sendiri.
“Saya tidak menandatangani kontrak penjualan karena saya memang tidak berhak,” tegas jauhari arifin lagi.
Sementara dalam tanggapannya terhadap isi kesaksian jauhari arifin di persidangan, H.Kinsu sendiri menyangkal seluruh isi keterangan saksi tersebut.
Menurut H Kinsu saat pertemuan di hotel di Balikpapan itu, Jauhari hanya mengatakan kalau dia bersedia membantu pihak PT SMK untuk memasarkan BBM di wilayah Kalteng.
“Tidak ada perjanjian dia diangkat sebagai kepala cabang,” bantah H Kinsu.
Selain itu terkait janji pemberian fee penjualan bbm sebesar Rp 200 per liter itu, H kinsu mengatakan kalau dirinya tidak pernah mengiayakan atau menyetujui memberikan fee tersebut kepada Jauhari Arifin.