Menurut mereka, asupan nutrisi selama ini sangat jauh dari standar bagi para atlet, seperti susu, daging, dan telur. Tersendatnya dana memang tidak menghambat para atlet menjalani latihan. Meski demikian para atlet memiliki hak untuk diperhatikan.
“Kami akan selalu sabar, tapi jika tidak ditanggapi, maka kami akan melakukan lagi aksi turun ke jalan, bahkan akan turun dengan melibatkan cabor lain yang juga lolos ke PON, akan ada pergerakan massa yang lebih banyak lagi,” tegasnya.
Kemungkinan terburuk adalah para atlet akan membubarkan diri dan tidak berangkat mengikuti PON, jika belum ada perhatian dari pemerintah maupun KONI. Hal itu sebagai bentuk perhatian dan kepedulian sebagai sesama atlet ikut mengalami kesulitan rekan-rekannya.
Terpisah, Ketua Umum Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan OIahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Eddy Karusman mengatakan bahwa pihaknya sudah berusaha maksimal mengakomodasi semua kebutuhan atlet, mulai dari makan, penginapan, dan lainnya.
“Namun kami tak dapat menghalangi atlet yang melakukan aksi itu. Kalau soal uang saku, tentu berhubungan dengan anggaran. Karena sedang kesulitan keuangan, maka kami menunggu saja. Tugas pengurus cabor adalah melaksanakan kegiatan di lapangan, sedangkan urusan anggaran merupakan kewenangan pemerintah melalui KONI,” tegasnya kepada media di ruang kerjanya, Selasa (22/6).
Ditambahkan Eddy, selama ini pihaknya juga berupaya untuk mencari dana talangan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari para atlet. Untuk penyediaan peralatan, sejauh ini PODSI sudah berupaya sesuai kemampuan. Terkait sarana dan prasarana (sarpras) peralatan, PODSI sudah melayangkan usulan ke Dispora.
“Untuk makan para atlet, kami menyesuaikan dengan pagu anggaran yang disediakan. Kalau standar atlet di pelatnas, memang sangat besar. Apalagi anggaran saat ini memang masih ditalangi pihak lain,” tuturnya.