Jumat, November 22, 2024
25.1 C
Palangkaraya

Lahan Tidur Digarap Jadi Perkebunan, Tanggung Jawab Mencegah Kebakaran Makin Tinggi

Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) merupakan daerah yang sangat rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat musim kemarau. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan karhutla di wilayah tersebut. Di antaranya melalui MoU antara Pemkab Pulpis dengan lembaga kemitraan untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, yang di dalamnya ada program pencegahan karhutla pendekatan kluster.

SUHARTOYO, Pulang Pisau

PEKAN lalu, lembaga kemitraan melaksanakan Journalist Trip. Kegiatan yang dilaksanakan selama empat hari itu diikuti beberapa jurnalis. Baik dari media nasional maupun media lokal. Hari pertama, kegiatan dilaksanakan di Desa Kantan Atas, Kecamatan Pandih Batu. Kedatangan rombongan Journalist Trip disambut aparatur desa setempat dan Masyarakat Peduli Api (MPA).

Baca Juga :  Apresiasi Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa

Dalam diskusi yang dipandu Deputy Cluster SIAP-IFM Pulang Pisau Andi Kiky, para awak media menggali tentang peran MPA dalam pencegahan dan penanganan karhutla di wilayah itu.

“Sebelum diminta membentuk MPA, kami sudah membentuk MPA,” kata Sekretaris MPA Desa Kantan Atas Stevanus Parwudi mengawali diskusi saat itu.

Pembentukan MPA itu saat terjadi karhutla yang cukup besar pada 2014 dan 2015 lalu. Masyarakat di desa tersebut secara bergotong royong melakukan pemadaman. “Namun saat itu bukan untuk memadamkan api, tapi lebih ke pengendalian,” ucapnya.

Bahkan masyarakat petani di wilayah itu, dahulu mengaku senang jika terjadi karhutla di lahan mereka.

“Kami bersyukur kalau ada karhutla, karena setelah kebakaran, lahan kami jadi bersih, subur, dan bisa dilakukan penanaman padi saat musim tanam,” ungkap Stevanus.

Baca Juga :  Dendam, Dua Pemuda Hajar Warga Matnoor

Kemudian pada 2016 muncul program cetak lahan dan larangan melakukan pembakaran lahan. Pada 2017, Dinas Lingkungan Hidup membentuk MPA. Anggota di dalamnya ada 15 orang. Mereka adalah orang-orang yang sebelumnya selalu turun sesudah kebakaran.

“Kalau sebelumnya pemadaman untuk pengendalian agar bisa tanam padi, tapi setelah dibentuk MPA, diubah agar tidak terjadi kebakaran,” beber dia.

Dia tidak menampik bahwa pembukaan lahan dilakukan dengan cara membakar. “Tapi pembakaran kami lakukan secara terkendali, karena memang dahulu diperbolehkan dengan luas lahan dua hektare untuk keperluan pertanian,” jelas Stevanus.

Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) merupakan daerah yang sangat rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat musim kemarau. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan karhutla di wilayah tersebut. Di antaranya melalui MoU antara Pemkab Pulpis dengan lembaga kemitraan untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, yang di dalamnya ada program pencegahan karhutla pendekatan kluster.

SUHARTOYO, Pulang Pisau

PEKAN lalu, lembaga kemitraan melaksanakan Journalist Trip. Kegiatan yang dilaksanakan selama empat hari itu diikuti beberapa jurnalis. Baik dari media nasional maupun media lokal. Hari pertama, kegiatan dilaksanakan di Desa Kantan Atas, Kecamatan Pandih Batu. Kedatangan rombongan Journalist Trip disambut aparatur desa setempat dan Masyarakat Peduli Api (MPA).

Baca Juga :  Apresiasi Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa

Dalam diskusi yang dipandu Deputy Cluster SIAP-IFM Pulang Pisau Andi Kiky, para awak media menggali tentang peran MPA dalam pencegahan dan penanganan karhutla di wilayah itu.

“Sebelum diminta membentuk MPA, kami sudah membentuk MPA,” kata Sekretaris MPA Desa Kantan Atas Stevanus Parwudi mengawali diskusi saat itu.

Pembentukan MPA itu saat terjadi karhutla yang cukup besar pada 2014 dan 2015 lalu. Masyarakat di desa tersebut secara bergotong royong melakukan pemadaman. “Namun saat itu bukan untuk memadamkan api, tapi lebih ke pengendalian,” ucapnya.

Bahkan masyarakat petani di wilayah itu, dahulu mengaku senang jika terjadi karhutla di lahan mereka.

“Kami bersyukur kalau ada karhutla, karena setelah kebakaran, lahan kami jadi bersih, subur, dan bisa dilakukan penanaman padi saat musim tanam,” ungkap Stevanus.

Baca Juga :  Dendam, Dua Pemuda Hajar Warga Matnoor

Kemudian pada 2016 muncul program cetak lahan dan larangan melakukan pembakaran lahan. Pada 2017, Dinas Lingkungan Hidup membentuk MPA. Anggota di dalamnya ada 15 orang. Mereka adalah orang-orang yang sebelumnya selalu turun sesudah kebakaran.

“Kalau sebelumnya pemadaman untuk pengendalian agar bisa tanam padi, tapi setelah dibentuk MPA, diubah agar tidak terjadi kebakaran,” beber dia.

Dia tidak menampik bahwa pembukaan lahan dilakukan dengan cara membakar. “Tapi pembakaran kami lakukan secara terkendali, karena memang dahulu diperbolehkan dengan luas lahan dua hektare untuk keperluan pertanian,” jelas Stevanus.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/