Jumat, September 20, 2024
36.3 C
Palangkaraya

Masuk Kalteng Bisa Antigen

Namun, bila pemerintah masih bersikukuh menjadikan tes PCR sebagai kewajiban penumpang pesawat, maka pemerintah perlu menekan seminimal mungkin biaya tes. Dengan demikian, konsumen bisa menjalani tes PCR dengan harga terjangkau. ”Jangan sampai menimbulkan praduga di masyarakat bahwa kebijakan ini kental aura bisnisnya,” sambungnya.

Kesulitan mendapat tes PCR ini diamini oleh Toyibi, 27. Dia sempat frustasi lantaran tak bisa menemukan lokasi layanan PCR di Tarakan, Kalimantan Utara. Padahal, tiket pulang ke Jakarta sudah di tangan. Dia telah menghubungi sejumlah rumah sakit penyedia layanan PCR di sana. Sayangnya, tak ada yang bisa memberi hasil PCR dengan cepat.

Bahkan, salah satu rumah sakit menyatakan harus mengirim sampel ke Jakarta terlebih dahulu, sehingga membutuhkan waktu beberapa hari hingga hasil bisa diperoleh. Itupun pengambilan sampel tidak bisa dilakukan pada Sabtu dan Minggu. Hanya pada hari kerja dan jam tertentu. ”Ini sih bisa pergi, gak bisa pulang,” keluhnya.

Baca Juga :  Melihat Sepak Terjang Sri Utamo Memimpin Jekan Raya

Hingga akhirnya, dia mendapat rekomendasi untuk PCR di salah satu klinik dari kenalannya. Menariknya lagi, ada tiga paket yang ditawarkan untuk PCR di sana. Paket pertama seharga Rp600 ribu dengan catatan, hasil tak bisa digunakan untuk syarat perjalanan. Kepastian kapan hasil keluar pun tak bisa diberikan. Begitu pula dengan paket kedua yang dibanderol Rp750 ribu.

”Yang ini bisa dipakai untuk terbang, tapi gak tau kapan keluarnya (hasilnya, red),” katanya. Akhirnya dia memutuskan mengambil paket ketiga seharga Rp900 ribu, dengan kepastian hasil keluar dalam dua hari. Dan tentunya, bisa digunakan untuk syarat perjalanan dengan moda pesawat terbang. ”Nggak kebayang di daerah yang lebih terpencil, PCR-nya itu gimana. Kayak di Sebatik itu yang gak ada,” ungkapnya.

Baca Juga :  Karumkit Bhayangkara Terima Penghargaan Pelopor Perubahan Pembangunan Zona Integritas

Sebetulnya, kata dia, aturan wajib PCR ini tak jadi soal. Bahkan, bisa meningkatkan keamanan saat perjalanan. Namun, harus dibarengi dengan ketersediaan laboratorium yang mendukung tes PCR dengan hasil cepat. Sehingga masyarakat tidak kesulitan untuk memenuhi persyaratan penerbangan tersebut.

Berbeda dengan YLKI, Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena justru mendukung penuh langkah pemerintah tersebut. Menurutnya, syarat tersebut diterapkan sebagai langkah untuk mencegah penularan Covid-19. ”Lebih baik mencegah daripada mengobati, lebih baik mencegah ada potensi munculnya klaster daripada baru diobati,” ujar politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu.

Namun, bila pemerintah masih bersikukuh menjadikan tes PCR sebagai kewajiban penumpang pesawat, maka pemerintah perlu menekan seminimal mungkin biaya tes. Dengan demikian, konsumen bisa menjalani tes PCR dengan harga terjangkau. ”Jangan sampai menimbulkan praduga di masyarakat bahwa kebijakan ini kental aura bisnisnya,” sambungnya.

Kesulitan mendapat tes PCR ini diamini oleh Toyibi, 27. Dia sempat frustasi lantaran tak bisa menemukan lokasi layanan PCR di Tarakan, Kalimantan Utara. Padahal, tiket pulang ke Jakarta sudah di tangan. Dia telah menghubungi sejumlah rumah sakit penyedia layanan PCR di sana. Sayangnya, tak ada yang bisa memberi hasil PCR dengan cepat.

Bahkan, salah satu rumah sakit menyatakan harus mengirim sampel ke Jakarta terlebih dahulu, sehingga membutuhkan waktu beberapa hari hingga hasil bisa diperoleh. Itupun pengambilan sampel tidak bisa dilakukan pada Sabtu dan Minggu. Hanya pada hari kerja dan jam tertentu. ”Ini sih bisa pergi, gak bisa pulang,” keluhnya.

Baca Juga :  Melihat Sepak Terjang Sri Utamo Memimpin Jekan Raya

Hingga akhirnya, dia mendapat rekomendasi untuk PCR di salah satu klinik dari kenalannya. Menariknya lagi, ada tiga paket yang ditawarkan untuk PCR di sana. Paket pertama seharga Rp600 ribu dengan catatan, hasil tak bisa digunakan untuk syarat perjalanan. Kepastian kapan hasil keluar pun tak bisa diberikan. Begitu pula dengan paket kedua yang dibanderol Rp750 ribu.

”Yang ini bisa dipakai untuk terbang, tapi gak tau kapan keluarnya (hasilnya, red),” katanya. Akhirnya dia memutuskan mengambil paket ketiga seharga Rp900 ribu, dengan kepastian hasil keluar dalam dua hari. Dan tentunya, bisa digunakan untuk syarat perjalanan dengan moda pesawat terbang. ”Nggak kebayang di daerah yang lebih terpencil, PCR-nya itu gimana. Kayak di Sebatik itu yang gak ada,” ungkapnya.

Baca Juga :  Karumkit Bhayangkara Terima Penghargaan Pelopor Perubahan Pembangunan Zona Integritas

Sebetulnya, kata dia, aturan wajib PCR ini tak jadi soal. Bahkan, bisa meningkatkan keamanan saat perjalanan. Namun, harus dibarengi dengan ketersediaan laboratorium yang mendukung tes PCR dengan hasil cepat. Sehingga masyarakat tidak kesulitan untuk memenuhi persyaratan penerbangan tersebut.

Berbeda dengan YLKI, Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena justru mendukung penuh langkah pemerintah tersebut. Menurutnya, syarat tersebut diterapkan sebagai langkah untuk mencegah penularan Covid-19. ”Lebih baik mencegah daripada mengobati, lebih baik mencegah ada potensi munculnya klaster daripada baru diobati,” ujar politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/