Jumat, September 20, 2024
36.3 C
Palangkaraya

Kalteng Masih Kekurangan Tenaga Kesehatan

PALANGKA RAYA-Pemerintah pusat telah menggelorakan bahwa segera meniadakan tenaga honorer. Dengan demikian hanya ada dua status di lembaga pemerintah, yakni pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Berkenaan dengan kebijakan PPPK tenaga kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Suyuti Syamsul menyebut, sejauh ini belum ada informasi tentang tenaga PPPK. Secara prinsip, apabila memang ada, pihaknya akan menyambut baik hal itu. Lantaran masih banyak kekurangan tenaga kesehatan di Kalteng.

Memang ada perbedaan antara PNS dan PPPK. Misal, untuk PNS boleh pindah sementara PPPK tidak boleh pindah. Tentu PPPK ini nanti sebagai salah satu cara untuk menutupi kekurangan tenaga kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil.

“Tetapi seperti apa bentuknya, hingga saat ini kami belum mendapatkan informasi,” ucapnya.

Baca Juga :  Minat Masuk UPR Tetap Tinggi

Lebih lanjut dijelaskannya, apabila nanti PPPK tenaga kesehatan direalisasikan, tentu akan sangat membantu. Terutama di dinkes kabupaten/kota hingga puskesmas atau rumah sakit (RS) pemerintah. “Kalau dinkes provinsi sendiri pada dasarnya tidak terlalu berpengaruh, karena bukan layanan langsung,” jelasnya kepada media.

Di Kalteng, lanjutnya, fasilitas kesehatan (faskes) yang masih banyak memerlukan tenaga kesehatan adalah puskesmas-puskesmas. Sebagai contoh, saat ini puskesmas yang tidak memiliki tenaga dokter sekitar 21 puskesmas. Kemudian jika dinaikkan minimal lima tenaga esensial, maka puskesmas yang memiliki hanya 60 persen dari jumlah total puskesmas sebanyak 204.

“Kalau misal tenaga esensial dinaikkan lagi menjadi sembilan, terdiri atas dokter, dokter gigi, apoteker, dan beberapa tenaga esensial lainnya, maka sekitar 40 persen saja, bahkan jika dinaikkan menjadi 12, hanya 20 persen saja persentasenya,” bebernya.

Baca Juga :  Kasus Tertinggi Januari dan Juni, Tim Bergerak Cepat untuk Vaksinasi

Pihaknya menegaskan, untuk standar sebuah puskesmas, ada istilah yang disebut lima tenaga esensial, tujuh tenaga esensial, sembilan tenaga esensial, dan 12 tenaga esensial. Sementara jumlah tenaga kesehatan menyesuaikan besaran jumlah penduduk dalam lingkup pelayanan masing-masing puskesmas.

Yang menjadi persoalan saat ini adalah minat sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini para tenaga kesehatan untuk penempatan di daerah-daerah terpencil. Pihaknya berharap kabupaten/kota menyediakan insentif dan reward bagi tenaga kesehatan yang bersedia ditempatkan di tempat terpencil.

“Karena kami juga tidak bisa memberi gaji kepada mereka itu sama dengan yang kerja di kota. Karena jika sama, maka semua orang (tenaga kesehatan, red) akan minta pindah ke kota,” ujarnya. (abw/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Pemerintah pusat telah menggelorakan bahwa segera meniadakan tenaga honorer. Dengan demikian hanya ada dua status di lembaga pemerintah, yakni pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Berkenaan dengan kebijakan PPPK tenaga kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Suyuti Syamsul menyebut, sejauh ini belum ada informasi tentang tenaga PPPK. Secara prinsip, apabila memang ada, pihaknya akan menyambut baik hal itu. Lantaran masih banyak kekurangan tenaga kesehatan di Kalteng.

Memang ada perbedaan antara PNS dan PPPK. Misal, untuk PNS boleh pindah sementara PPPK tidak boleh pindah. Tentu PPPK ini nanti sebagai salah satu cara untuk menutupi kekurangan tenaga kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil.

“Tetapi seperti apa bentuknya, hingga saat ini kami belum mendapatkan informasi,” ucapnya.

Baca Juga :  Minat Masuk UPR Tetap Tinggi

Lebih lanjut dijelaskannya, apabila nanti PPPK tenaga kesehatan direalisasikan, tentu akan sangat membantu. Terutama di dinkes kabupaten/kota hingga puskesmas atau rumah sakit (RS) pemerintah. “Kalau dinkes provinsi sendiri pada dasarnya tidak terlalu berpengaruh, karena bukan layanan langsung,” jelasnya kepada media.

Di Kalteng, lanjutnya, fasilitas kesehatan (faskes) yang masih banyak memerlukan tenaga kesehatan adalah puskesmas-puskesmas. Sebagai contoh, saat ini puskesmas yang tidak memiliki tenaga dokter sekitar 21 puskesmas. Kemudian jika dinaikkan minimal lima tenaga esensial, maka puskesmas yang memiliki hanya 60 persen dari jumlah total puskesmas sebanyak 204.

“Kalau misal tenaga esensial dinaikkan lagi menjadi sembilan, terdiri atas dokter, dokter gigi, apoteker, dan beberapa tenaga esensial lainnya, maka sekitar 40 persen saja, bahkan jika dinaikkan menjadi 12, hanya 20 persen saja persentasenya,” bebernya.

Baca Juga :  Kasus Tertinggi Januari dan Juni, Tim Bergerak Cepat untuk Vaksinasi

Pihaknya menegaskan, untuk standar sebuah puskesmas, ada istilah yang disebut lima tenaga esensial, tujuh tenaga esensial, sembilan tenaga esensial, dan 12 tenaga esensial. Sementara jumlah tenaga kesehatan menyesuaikan besaran jumlah penduduk dalam lingkup pelayanan masing-masing puskesmas.

Yang menjadi persoalan saat ini adalah minat sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini para tenaga kesehatan untuk penempatan di daerah-daerah terpencil. Pihaknya berharap kabupaten/kota menyediakan insentif dan reward bagi tenaga kesehatan yang bersedia ditempatkan di tempat terpencil.

“Karena kami juga tidak bisa memberi gaji kepada mereka itu sama dengan yang kerja di kota. Karena jika sama, maka semua orang (tenaga kesehatan, red) akan minta pindah ke kota,” ujarnya. (abw/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/