PALANGKA RAYA-Menteri Lingkungan Hidup (LH) RI Hanif Faisol Nurofiq berkunjung ke Desa Hampalit, Kabupaten Katingan, baru-baru ini. Kunjungan kerja itu bersifat mendadak, dan bertujuan untuk meninjau langsung kondisi lingkungan di Desa Hampalit, yang mengalami kerusakan akibat aktivitas tambang emas yang pernah beroperasi di sana.
Dalam kunjungan tersebut, Menteri LH didampingi jajaran kementerian serta perwakilan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng, termasuk Asisten II Sekretaris Daerah (Sekda) Sri Widanarni, dan pejabat daerah setempat.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Siti Nafsiah mengaku prihatin terhadap pencemaran lingkungan yang terjadi di Desa Hampalit. Kondisi itu sudah berlangsung lama.
Nafsiah menyebut area bekas penambangan tersebut saat ini seperti lahan gurun. Selain itu, aktivitas penambangan masih berlanjut. Warga berpindah lokasi di daerah arah jalan Kereng Pangi.
“Saya sering melihat pondok-pondok para penambang dibangun di pinggir jalan tiap saya melakukan reses ke daerah Kereng Pangi,” kata Nafsiah, Jumat (31/1).
Nafsiah berharap aktivitas tersebut tidak dibiarkan. Pemerintah daerah dan para aparat harus bertindak tegas.
“Jangan sampai ada pembiaran. Pemda dan aparat harus tegas agar tidak terjadi kerusakan lingkungan lebih parah lagi,” tegasnya.
Menurutnya, dengan kehadiran langsung menteri terkait, menurutnya kasus ini sudah menjadi perhatian serius. Sangat disayangkan apabila pemda dan aparat tidak bertindak langsung.
Selain itu, Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata juga menyoroti hal ini. Menurutnya, aktivitas yang dapat merusak lingkungan tidak hanya terjadi di Desa Hampalit, tetapi juga terjadi di beberapa daerah di kabupaten lain. Seperti yang terjadi di Kapuas dan Gunung Mas.
“Apabila ingin dilakukan perbaikan dan pemulihan, sebaiknya juga dilakukan di daerah lai, bukan hanya di Desa Hampalit,” tegas Bayu.
Masih terkait dengan pencemaran lingkungan, Bayu menyebut bukan hanya terjadi karena adanya pertambangan ilegal. Ia menilai sektor lainnya juga terjadi pencemaran lingkungan, seperti pertambangan batu bara, perkebunan sawit, dan aktivitas penebangan liar.
Menurutnya ini ditemukan juga di Kalteng, yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Hal-hal itu juga penting mendapat perhatian dan upaya perbaikan dari pemerintah daerah dan aparat.
“Kalau Menteri LH konsen untuk perbaikan dan pemulihan, maka sektor lain juga harus mendapat perhatian,” tegas Bayu.
Menurutnya, masalah terkait penambangan emas tanpa izin sudah ada sejak lama. Menurutnya, ini bentuk dari kelalaian pemerintah.
“Dan ini menjadi rahasia umum, di mana bupati maupun gubernur dan dinas terkait sudah melakukan kelalaian. Seharusnya hal ini sudah diminimalkan sejak lama,” tuturnya.
Terpisah, Sri Widanarni menyampaikan, kunjungan tersebut bermaksud meninjau langsung dampak kerusakan lingkungan di Desa Hampalit. Berdasarkan hasil pemantauan satelit tim lingkungan hidup, ditemukan area seluas 41.000 hektare yang mengalami penggurunan dan pencemaran lingkungan akibat tidak adanya reklamasi pascapenambangan.
“Kabupaten Katingan tersebut merupakan akibat dari aktivitas tambang emas oleh salah satu perusahaan yang dahulu beroperasi di sana. Setelah perusahaan tersebut menghentikan operasinya, tidak ada upaya reklamasi, sehingga tanah di lokasi tersebut menjadi tidak subur dan berubah menjadi hamparan pasir luas tanpa vegetasi,” ucap Sri, Jumat (31/1).
Selain kerusakan lingkungan, dalam kunjungannya, Menteri LH juga menemukan masih ada aktivitas penambangan liar di lokasi tersebut. Para penambang ilegal menggunakan bahan kimia berbahaya seperti air raksa dan merkuri, yang berpotensi mencemari sungai serta membahayakan ekosistem dan kesehatan masyarakat sekitar.
“Ketika Pak Menteri datang ke sana, masih terlihat ada aktivitas penambangan ilegal. Mereka tidak memiliki izin dan menggunakan bahan berbahaya. Itu yang menjadi perhatian serius dan akan segera ditindak. Terlebih mereka juga banyak yang pendatang, bukan warga asli. Makanya langsung disuruh berhenti. Ke depan akan ada tindakan tegas terhadap para penambang ilegal itu,” tambahnya.
Menanggapi kondisi itu, lanjut Sri, Menteri LH berencana memanggil perusahaan yang pernah beroperasi di lokasi tersebut untuk mempertanggungjawabkan kondisi setelah penambangan yang ditinggalkan tanpa reklamasi.
Selain itu, Menteri LH juga akan melibatkan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) lingkungan yang ada di Pemprov Kalteng, untuk melakukan investigasi di lapangan.
Selanjutnya, Menteri LH juga akan menggelar rapat koordinasi dengan berbagai pihak, menteri-menteri terkait, termasuk Pemprov Kalteng, Pemkab Katingan, serta instansi lainnya untuk menentukan langkah-langkah pemulihan lingkungan.
Ia menegaskan, Pemprov Kalteng akan mendukung penuh langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah pusat dalam menangani permasalahan ini.
“Kami siap mengikuti arahan dari Menteri LH, karena ini merupakan kewenangan pusat. Langkah-langkah penanganan akan segera dilakukan,” terangnya.
Pemprov Kalteng mengimbau agar tiap pihak yang mencari penghidupan di Kalteng tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Keberlanjutan ekonomi dan kelestarian lingkungan harus berjalan seiring, sesuai dengan aturan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
“Kami sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan. Kami berharap semua pihak yang mencari nafkah dan bekerja di Kalteng tidak merusak lingkungan dan meninggalkan dampak buruk. Harusnya kegiatan ekonomi tetap berjalan, tetapi lingkungan juga tetap terjaga, agar masyarakat merasakan manfaatnya dalam jangka panjang. Jangan sampai aktivitas ekonomi justru merusak lingkungan dan merugikan masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng Joni Harta mengungkapkan, dampak utama dari aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Hampalit adalah perubahan topografi lahan dan hilangnya tutupan vegetasi.
Menurutnya, meski indikasi pencemaran lingkungan, terutama pencemaran bahan merkuri yang merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3), telah ditemukan, tetapi sejauh ini belum dapat dipastikan tingkat pencemarannya.
“Untuk memastikan apakah pencemaran itu berat atau tidak, kami perlu mengambil sampel untuk uji laboratorium,” ucapnya, Jumat (31/1).
Joni menjelaskan, Desa Hampalit memiliki sejarah panjang dalam aktivitas pertambangan. Tahun 1990-an, wilayah ini merupakan lokasi operasi PT. Ampalit Mas Perdana, sebuah perusahaan tambang emas dengan kontrak karya. Sebelum keberadaan perusahaan tersebut, masyarakat pendatang sudah lebih dulu melakukan penambangan emas secara tradisional.
“Pada saat itu juga belum ada pemekaran, karena Katingan masih masuk wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur. Setelah PT. Ampalit Mas Perdana tidak lagi beroperasional, terdapat beberapa perusahaan pasir kuarsa (zirkon) yang melakukan aktivitas sebagai pengepul emas dari masyarakat penambang liar di wilayah tersebut,” lanjutnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemprov Kalteng bekerja sama dengan Pemkab Katingan dalam melakukan pemantauan lingkungan dan rehabilitasi lahan yang telah rusak. Selain itu, langkah penegakan hukum juga akan ditingkatkan dengan melibatkan TNI, Polri, Gakkum KLH/BPLH, pemda, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebagai bentuk komitmen, Pemprov Kalteng telah menerbitkan Pergub Nomor 2 Tahun 2022 tentang Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri, sebagai tindak lanjut dari Perpres Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Pemkab Katingan juga telah menerbitkan Peraturan Bupati Katingan Nomor 44 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri Kabupaten Katingan.
Oleh sebab itu, ia menyebut, Pemprov Kalteng berharap melalui kebijakan dan kerja sama lintas sektoral ini, permasalahan kerusakan lingkungan akibat PETI di Desa Hampalit dapat diatasi secara menyeluruh. Langkah rehabilitasi lahan, pemantauan ketat, serta penegakan hukum diharapkan mampu menekan dampak buruk dari aktivitas tambang ilegal yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Untuk diketahui, Menteri LH begitu terkejut saat meninjau lokasi, Selasa (28/1). Di sana, dia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Kawasan eks tambang emas di Desa Hampalit butuh intervensi segera. Jika dibiarkan, bisa berubah jadi gurun,” tegasnya.
Selain degradasi lahan, penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri bisa makin memperburuk situasi, mengancam ekosistem dan kesehatan masyarakat sekitar.
“Kementerian Lingkungan Hidup berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan dan penyelesaian masalah ini melalui tim yang terkoordinasi dengan baik,” ungkapnya. (ovi/irj/ce/ram)