Kamis, Februari 13, 2025
33.3 C
Palangkaraya

DPMD Kotim Lakukan Penanganan Kasus Oknum Aparat Pemerintahan di Desa

SAMPIT – Kasus yang melibatkan aparatur desa di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) belakangan ini menjadi perhatian masyarakat.

Mulai dari dugaan korupsi, perselingkuhan, hingga penggelapan upah warga. Berbagai kasus ini memunculkan kekhawatiran terkait integritas dan akuntabilitas pemerintahan desa.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim, Raihansyah, menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan langkah-langkah berjenjang dalam menangani masalah ini.

“Kami sangat serius dalam menanggapi persoalan ini. Penindakan dilakukan secara bertahap, mulai dari pemerintahan kelurahan hingga kecamatan yang membawahi desa-desa bersangkutan dalam pembinaannya,” ujarnya, Rabu (12/2/2025).

Menurut dia, sebagian besar kasus yang berkaitan dengan keuangan desa terjadi pada periode 2017 hingga 2020, saat sistem pengarsipan masih belum berbasis digital.

Hal ini menjadi kendala bagi pihaknya dalam mengumpulkan dokumen yang diperlukan untuk penyelidikan lebih lanjut.

Baca Juga :  DLH Kotim Tidak Temukan Zat dari Perusahaan di Sungai Kalibambang

Dalam upaya mencegah penyimpangan, DPMD juga telah memberikan pembinaan kepada kepala desa dan perangkatnya agar mengelola anggaran dengan hati-hati, teliti, serta transparan sesuai regulasi yang berlaku.

Namun, terkait dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) di Desa Rawasari, Kecamatan Pulau Hanaut, Raihansyah, menjelaskan bahwa kasus tersebut berada di luar kewenangan DPMD.

“Dana bansos tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Sosial dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, sehingga tidak terkait dengan Alokasi Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD). Meski demikian, berdasarkan berita acara mediasi, aparatur desa yang bersangkutan mengakui adanya pemotongan bantuan,” jelasnya.

Dia mengatakan, DPMD berencana berkoordinasi dengan kepala desa, RT, serta pemerintah kelurahan dan kecamatan untuk mendiskusikan penyelesaian masalah ini.

Terkait pejabat desa yang terlibat kasus, Raihansyah menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa langsung memberhentikan kepala desa, mengingat jabatan tersebut diperoleh melalui pemilihan.

Baca Juga :  ASN Kotim Komitmen Jaga Netralitas di Pilkada

“Ada tahapan dan kajian yang harus dilakukan jika ingin memberhentikan kepala desa. Secara aturan, kepala desa hanya bisa diberhentikan dalam tiga kondisi, yakni mengundurkan diri secara sukarela, meninggal dunia, atau menjadi terpidana dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan, untuk mencegah kasus serupa terulang, DPMD berkomitmen untuk terus memberikan pembinaan dan pendampingan kepada pemerintah desa, terutama dalam pengelolaan anggaran dan pelaksanaan program.

“Ke depan, kami berharap tidak ada lagi kepala desa yang tersangkut masalah hukum. Kami juga akan menggandeng Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) untuk meningkatkan pembinaan agar lebih optimal,” tutupnya. (bah/ens)

SAMPIT – Kasus yang melibatkan aparatur desa di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) belakangan ini menjadi perhatian masyarakat.

Mulai dari dugaan korupsi, perselingkuhan, hingga penggelapan upah warga. Berbagai kasus ini memunculkan kekhawatiran terkait integritas dan akuntabilitas pemerintahan desa.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim, Raihansyah, menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan langkah-langkah berjenjang dalam menangani masalah ini.

“Kami sangat serius dalam menanggapi persoalan ini. Penindakan dilakukan secara bertahap, mulai dari pemerintahan kelurahan hingga kecamatan yang membawahi desa-desa bersangkutan dalam pembinaannya,” ujarnya, Rabu (12/2/2025).

Menurut dia, sebagian besar kasus yang berkaitan dengan keuangan desa terjadi pada periode 2017 hingga 2020, saat sistem pengarsipan masih belum berbasis digital.

Hal ini menjadi kendala bagi pihaknya dalam mengumpulkan dokumen yang diperlukan untuk penyelidikan lebih lanjut.

Baca Juga :  DLH Kotim Tidak Temukan Zat dari Perusahaan di Sungai Kalibambang

Dalam upaya mencegah penyimpangan, DPMD juga telah memberikan pembinaan kepada kepala desa dan perangkatnya agar mengelola anggaran dengan hati-hati, teliti, serta transparan sesuai regulasi yang berlaku.

Namun, terkait dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) di Desa Rawasari, Kecamatan Pulau Hanaut, Raihansyah, menjelaskan bahwa kasus tersebut berada di luar kewenangan DPMD.

“Dana bansos tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Sosial dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, sehingga tidak terkait dengan Alokasi Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD). Meski demikian, berdasarkan berita acara mediasi, aparatur desa yang bersangkutan mengakui adanya pemotongan bantuan,” jelasnya.

Dia mengatakan, DPMD berencana berkoordinasi dengan kepala desa, RT, serta pemerintah kelurahan dan kecamatan untuk mendiskusikan penyelesaian masalah ini.

Terkait pejabat desa yang terlibat kasus, Raihansyah menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa langsung memberhentikan kepala desa, mengingat jabatan tersebut diperoleh melalui pemilihan.

Baca Juga :  ASN Kotim Komitmen Jaga Netralitas di Pilkada

“Ada tahapan dan kajian yang harus dilakukan jika ingin memberhentikan kepala desa. Secara aturan, kepala desa hanya bisa diberhentikan dalam tiga kondisi, yakni mengundurkan diri secara sukarela, meninggal dunia, atau menjadi terpidana dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan, untuk mencegah kasus serupa terulang, DPMD berkomitmen untuk terus memberikan pembinaan dan pendampingan kepada pemerintah desa, terutama dalam pengelolaan anggaran dan pelaksanaan program.

“Ke depan, kami berharap tidak ada lagi kepala desa yang tersangkut masalah hukum. Kami juga akan menggandeng Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) untuk meningkatkan pembinaan agar lebih optimal,” tutupnya. (bah/ens)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/