Kamis, Mei 29, 2025
25.7 C
Palangkaraya

Wali Kota Fairid Soroti Tantangan Pembangunan Akibat Status Kawasan Hutan

PALANGKA RAYA – Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin menyoroti persoalan tata ruang kota yang menjadi tantangan serius dalam upaya pembangunan infrastruktur di ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah tersebut. Ia menegaskan status kawasan hutan yang masih mendominasi wilayah Palangka Raya menyulitkan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pembangunan masyarakat.

Fairid menyampaikan, saat ini sekitar 81 persen wilayah Kota Palangka Raya masih berstatus sebagai kawasan hutan, sementara hanya 19 persen yang secara legal dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.

“Ini jadi masalah karena secara eksisting, sekitar 30 hingga 40 persen lahan yang sebenarnya sudah dikuasai dan digunakan masyarakat justru secara administrasi masih termasuk kawasan hutan,” jelas Fairid, beberapa waktu silam.

Baca Juga :  Gelar Rapat, Puluhan Mahasiswa Dibubarkan Satgas

Akibat dari status tersebut, pemerintah menghadapi hambatan signifikan, termasuk dalam hal pemungutan pajak dan pembangunan infrastruktur di kawasan yang sudah dihuni dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Di satu sisi lain, masyarakat meminta pembangunan, minta infrastruktur, tapi kami tidak bisa masuk karena tidak ada dasar hukum. Kami tidak bisa memungut pajak, tidak bisa bangun jalan,” bebernya.

Fairid menekankan, situasi ini berdampak langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang seharusnya dapat ditingkatkan melalui sektor-sektor yang kini terhalang status kawasan hutan.

Menurutnya, idealnya Kota Palangka Raya memiliki minimal 40 persen wilayah yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan, mengingat peran strategisnya sebagai pusat pemerintahan provinsi sekaligus kota yang sedang berkembang pesat.

Baca Juga :  Gerakan Pangan Murah untuk Menekan Laju Inflasi

“Walaupun secara data hanya 19 persen yang bukan kawasan hutan lindung, tetapi fakta di lapangan tidak demikian. Kami melihat, sekitar 30 hingga 40 persen kawasan hutan telah dikuasai oleh masyarakat,” ujarnya.

Fairid juga menyebutkan, koordinasi telah dilakukan dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah provinsi, kementerian terkait seperti ATR/BPN dan KLHK, hingga tim tata ruang dan PUPR. Namun, ia menilai bahwa langkah-langkah konkret masih sangat dibutuhkan.

“Ini harus jadi perhatian bersama. Masyarakat perlu tahu bahwa ini bukan hanya persoalan pemerintah, tapi juga berdampak langsung kepada warga,” pungkasnya. (ham/ans)

PALANGKA RAYA – Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin menyoroti persoalan tata ruang kota yang menjadi tantangan serius dalam upaya pembangunan infrastruktur di ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah tersebut. Ia menegaskan status kawasan hutan yang masih mendominasi wilayah Palangka Raya menyulitkan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pembangunan masyarakat.

Fairid menyampaikan, saat ini sekitar 81 persen wilayah Kota Palangka Raya masih berstatus sebagai kawasan hutan, sementara hanya 19 persen yang secara legal dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.

“Ini jadi masalah karena secara eksisting, sekitar 30 hingga 40 persen lahan yang sebenarnya sudah dikuasai dan digunakan masyarakat justru secara administrasi masih termasuk kawasan hutan,” jelas Fairid, beberapa waktu silam.

Baca Juga :  Gelar Rapat, Puluhan Mahasiswa Dibubarkan Satgas

Akibat dari status tersebut, pemerintah menghadapi hambatan signifikan, termasuk dalam hal pemungutan pajak dan pembangunan infrastruktur di kawasan yang sudah dihuni dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Di satu sisi lain, masyarakat meminta pembangunan, minta infrastruktur, tapi kami tidak bisa masuk karena tidak ada dasar hukum. Kami tidak bisa memungut pajak, tidak bisa bangun jalan,” bebernya.

Fairid menekankan, situasi ini berdampak langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang seharusnya dapat ditingkatkan melalui sektor-sektor yang kini terhalang status kawasan hutan.

Menurutnya, idealnya Kota Palangka Raya memiliki minimal 40 persen wilayah yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan, mengingat peran strategisnya sebagai pusat pemerintahan provinsi sekaligus kota yang sedang berkembang pesat.

Baca Juga :  Gerakan Pangan Murah untuk Menekan Laju Inflasi

“Walaupun secara data hanya 19 persen yang bukan kawasan hutan lindung, tetapi fakta di lapangan tidak demikian. Kami melihat, sekitar 30 hingga 40 persen kawasan hutan telah dikuasai oleh masyarakat,” ujarnya.

Fairid juga menyebutkan, koordinasi telah dilakukan dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah provinsi, kementerian terkait seperti ATR/BPN dan KLHK, hingga tim tata ruang dan PUPR. Namun, ia menilai bahwa langkah-langkah konkret masih sangat dibutuhkan.

“Ini harus jadi perhatian bersama. Masyarakat perlu tahu bahwa ini bukan hanya persoalan pemerintah, tapi juga berdampak langsung kepada warga,” pungkasnya. (ham/ans)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/