Halo halo, teman-teman wibu! Kalian pasti nggak asing lagi dengan Solo Leveling, kan? Anime yang satu ini jadi perbincangan hangat sejak awal perilisannya. Dengan visual menawan dan protagonis overpower seperti Sung Jin-Woo, seri ini sukses menarik perhatian jutaan penggemar. Tapi di balik hype besar itu, muncul pertanyaan: apakah popularitasnya memang sepadan?
Salah satu kritik terbesar datang dari alur dan pacing-nya. Cerita terlalu fokus pada leveling Jin Woo layaknya game tanpa henti, hingga mengabaikan pengembangan karakter lain yang sebenarnya potensial.
Contohnya Cha Hae In, hunter peringkat S yang awalnya diperkenalkan penuh misteri dan karisma, namun perannya perlahan dipersempit menjadi love interest belaka meskipun ia sempat menunjukkan kontribusi penting dalam pertempuran melawan semut di Pulau Jeju. Begitu juga dengan Baek Yoon Ho, pemimpin Guild White Tiger, yang berpotensi jadi tokoh penting namun hanya muncul sesekali tanpa pengaruh besar dalam plot.
Pacing-nya pun terasa terburu-buru, terutama menjelang konflik besar, membuat banyak momen emosional kehilangan dampaknya. Namun di sisi lain, Solo Leveling tetap unggul dalam adegan aksi. Pertarungan melawan Igris dan Beru menjadi contoh betapa spektakulernya animasi dan atmosfer yang dihadirkan.
Sayangnya, momen penting seperti Episode 9 Season 2 justru jadi kontroversial. Saat Jin Woo menyembuhkan ibunya, ekspresi menangis yang ditampilkan dianggap tidak konsisten dengan karakter “dingin dan tenang” yang selama ini dibangun. Banyak fans merasa adegan itu akan lebih kuat secara emosional jika ekspresinya dibuat lebih tenang dan tanpa air mata cukup dengan diam sejenak atau senyum kecil, agar tetap selaras dengan kepribadian Jin-Woo (*rif)