TIGA tokoh akademisi yang bergelar Guru Besar Ilmu Hukum berbincang-bincang mengenai prestasi Kejaksaan masa kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin di live podcast bertajuk “Bedah Keadilan (Bedil)”, yang diselenggarakan oleh Jaksapedia dalam rangkaian acara Sound of Justice “Kolaborasi Untuk Negeri” pada Rabu 16 Oktober 2024 di M Bloc Space, Jakarta Selatan.
Adapun ketiga tokoh tersebut yaitu Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Pancasila/Jaksa Agung Muda Intelijen Prof. Dr. Reda Manthovani, S.H., LL.M., Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., dan Dekan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P.
Dalam live podcast tersebut, Prof. Reda mengungkapkan selama kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin Kejaksaan telah menjadi pionir penegakan hukum baik di bidang tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus. Selain itu, Kejaksaan juga menjadi lebih berani melakukan gebrakan untuk menangani kasus-kasus korupsi “big fish”.
“Selain penanganan kasus-kasus korupsi besar, Kejaksaan juga telah banyak memperbaiki tata kelola birokrasi pasca proses penindakannya. Sebagai contoh, Kejaksaan telah melakukan pendampingan untuk memperbaiki tata kelola perusahaan BAKTI dan PT Timah untuk dapat berbenah sehingga nilai valuasi perusahaannya dapat pulih dan meningkat,” ujar Prof. Reda.
Kemudian, Prof. Suparji juga mengapresiasi tingkat kepercayaan publik Kejaksaan yang memiliki tren positif di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Puncaknya, saat Kejaksaan telah meraih kepercayaan publik tertinggi dalam sejarah yakni sebesar 81,2%.
Prof. Suparji mengungkapkan bahwa penyebab tingginya tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan adalah progresivitas Kejaksaan dalam menangani kasus-kasus besar, lalu pendekatan humanis yang sukses dilakukan oleh Kejaksaan contohnya melalui pembangunan Rumah Sakit Adhyaksa dan juga terobosan restorative justice dalam penyelesaian perkara pidana ringan.
Selain itu, ujar Prof. Suparji menambahkan, tingkat kepercayaan publik yang tinggi dipengaruhi juga oleh nilai ekonomis yakni keberhasilan pemulihan kerugian negara dari penindakan tindak pidana korupsi, kemudian faktor akuntabilitas kinerja dari aparatur Kejaksaan, dan terakhir yaitu independensi dari aparatur Kejaksaan dalam menjatuhkan dakwaan hingga tuntutan yang mengedepankan hati nurani.
“Raihan tingkat kepercayaan publik oleh Kejaksaan ini harus dimaknai secara otentik, artinya raihan tersebut merupakan sesuatu yang nyata karena kinerja Kejaksaan dalam indikator penilaian survei selalu berada di posisi teratas,” ujar Prof. Suparji.
Sependapat dengan kedua Guru Besar sebelumnya, Akademisi Prof. Hamzah juga memuji kinerja Kejaksaan di bawah komando Jaksa Agung ST Burhanuddin. Satu catatan yang membuktikan hal itu adalah capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disumbangkan Kejaksaan melalui penanganan perkara yang mencatatkan angka terbesar.
“Kejaksaan juga menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, yang membuka ruang dan akses bagi masyarakat untuk bisa mengikuti perkembangan penanganan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan. Hal-hal tersebut yang menjadi faktor raihan kepercayaan publik Kejaksaan selalu berada di capaian positif,” imbuh Prof. Hamzah.
Di akhir perbincangan dalam live podcast tersebut, ketiga tokoh bersepakat bahwa prestasi-prestasi cemerlang yang telah diraih oleh Kejaksaan sekaligus menjadi tantangan untuk membuktikan ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi. Oleh karenanya, diharapkan Kejaksaan dapat selalu memberikan ruang akses terhadap kinerja Kejaksaan dalam melakukan penegakan hukum yang progresif dan berkeadilan. (hms/ala)