KALTENG POS-Konflik Israel-Iran kini memasuki medan baru: dunia maya. Di era perang hibrida, serangan siber bukan sekadar pendamping aksi militer, tapi senjata strategis untuk melumpuhkan musuh secara fisik dan psikologis.
Para analis keamanan siber memperingatkan serangan balasan Iran atas serangan Israel bisa berbentuk operasi digital destruktif, bahkan menyasar infrastruktur Amerika Serikat.
Michael Daniel (Cyber Threat Alliance): “Serangan siber pasti menjadi bagian dari konflik ini,” tegas mantan penasihat Gedung Putih ini. Kedua negara memiliki kemampuan serangan DDoS hingga malware perusak (wiper).
John Hultquist (Google): “Aktivitas Iran biasanya terbatas di Timur Tengah, tapi kini AS dalam bahaya. Target potensial termasuk jaringan air, energi, dan individu.”
Annie Fixler (Foundation for Defense of Democracies) menyoroti kerentanan AS: Kelompok pro-Iran seperti CyberAv3ngers pernah menyusup sistem air AS (2023) menggunakan password bawaan.
“Mereka punya akses berbahaya, tapi belum mahir mengeksploitasinya. Jika jalur militer terhambat, dunia maya jadi arena balas dendam utama,” ujarnya.
Perusahaan utilitas kecil dan operator infrastruktur AS disebut sangat rentan.
Taktik & Potensi Eskalasi
Propaganda Digital: Iran kerap membesar-besarkan dampak serangan untuk efek psikologis (Hultquist).
Malware Perusak (Wiper): Ancaman paling realistis adalah malware yang melumpuhkan sistem permanen.
Kolaborasi Kelompok Siber: Tom Kellermann (mantan penasihat Obama) memprediksi Iran akan gandeng grup seperti CyberAv3ngers dan Iranian Cyber Army untuk serang air, listrik, transportasi.
Keterlibatan Rusia & China: “Jika AS terlibat lebih dalam, China bisa serang atas nama Iran, terutama jika infrastruktur minyak Iran (sumber penting China) diserang Israel,” pungkas Kellermann. ***