SAMPIT-Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan menjelang musim kemarau yang diperkirakan mulai memasuki wilayah Kalimantan Tengah pada dasarian kedua bulan Juni 2025.
Selain ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), potensi bencana kekeringan juga menjadi perhatian serius.
“Hasil desiminasi kami dengan BMKG Tjilik Riwut menyebutkan bahwa dasarian kedua, sekitar tanggal 11 Juni, sudah masuk musim kemarau. Tentunya banyak kewaspadaan yang harus disiapkan,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Multazam, Selasa (3/6/2025).
Ia menjelaskan, selain risiko karhutla, kekeringan juga berpotensi menimbulkan krisis air bersih, terutama di wilayah selatan Kotim. Menurutnya, beberapa desa di wilayah tersebut mengalami keterbatasan akses air bersih akibat intrusi air laut yang menyebabkan air tanah menjadi asin dan tidak layak konsumsi.
“Kenapa hal ini jadi atensi? Karena sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Di wilayah selatan, air bersih sangat terbatas. Intrusi air laut menjadikan air menjadi asin dan tidak bisa dikonsumsi. Di sisi lain, ini juga berdampak pada pengairan sawah,” ujarnya.
Multazam menambahkan, saat ini para petani di wilayah selatan sudah memasuki masa tanam. Jika dihitung maju selama empat bulan, maka saat panen diperkirakan bertepatan dengan puncak musim kering.
Hal ini dikhawatirkan mengganggu produktivitas pertanian, apalagi daerah selatan dikenal sebagai lumbung pangan lokal.
“Kebetulan desa-desa yang berpotensi swasembada pangan itu berada di wilayah selatan. Kami sudah menyampaikan kondisi ini ke Dinas Pertanian dan mereka sedang merencanakan langkah antisipasi,” katanya.
Untuk itu, BPBD akan berkolaborasi dengan instansi teknis terkait agar siaga menghadapi kemungkinan terburuk. Multazam menyebutkan bahwa bencana kekeringan ini bersifat slow on set, artinya berkembang secara perlahan dan tidak terjadi secara tiba-tiba, sehingga langkah mitigasi dan kesiapan harus segera dilakukan.
“Kita akan berkolaborasi dan siap siaga jika hal itu terjadi. Karena ini statusnya bencana kekeringan, maka akan kita tangani bersama. Terancam juga krisis air bersih karena masyarakat di wilayah selatan mayoritas menggunakan air hujan untuk konsumsi,” pungkasnya. (mif/ram)