Jumat, November 22, 2024
25.1 C
Palangkaraya

Penjual Takjil Harus Perhatikan Aspek Higienis

PALANGKA RAYA-Keracunan massal takjil sempat menggemparkan masyarakat Kota Sampit belum lama ini. Masyarakat pun mulai berhati-hati saat membeli takjil untuk berbuka. Ada kekhawatiran masyarakat akan kehigienisan takjil yang dijual di pasar Ramadan maupun lapak-lapak yang dibuka bebas di pinggir jalan. Di samping dibutuhkan peran pemerintah untuk berupaya membina dan menindak penjual, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati sebelum berbelanja takjil. Begitu pun dengan padagang yang menjual. Diingatkan untuk memperhatikan aspek kehigienisan dan sanitasi.

Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Perindustrian (DPKUKMP) Kota Palangka Raya Samsul Rizal mengatakan, pihaknya akan terus mengimbau masyarakat, dalam hal ini pedagang, untuk benar-benar memperhatikan aspek higienis selama mengolah maupun menjual takjil.

“Kami imbau kepada pedagang untuk perhatikan kehigienisasn saat mengolah makanan atau minuman, jangan mencampur dengan bahan-bahan yang berbahaya untuk kesehatan pembeli,” kata Samsul kepada Kalteng Pos, Senin (3/4).

Dikatakannya, warga yang punya keluhan usai mengknsumsi takjil, boleh mengadu atau menyampaikan ke pusat layanan kesehatan terdekat.

“Jika setelah mengonsumsi takjil, badan mulai terasa tidak enak, warga bisa ke puskesmas terdekat untuk mandapatkan tindakan awal,” ujarnya.

DPKUKMP Kota juga terus berkoordinasi dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Palangka Raya untuk melakukan pembinaan bagi pedagang yang menjual takjil selama Ramadan.

Baca Juga :  BBPOM Periksa Takjil Penyebab Keracunan Massal

“Kami terus koordinasi dengan BBPOM untuk menangani hal ini, seperti pembinaan bagi pedagang yang berjualan di pasar-pasar Ramadan maupun lapak lainnya, juga bekerja sama dengan pihak kelurahan,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Dietetik dan Manajemen Penyelenggaraan Makanan dari Persatuan Ahli Gizi (Persagi) Kalteng Adisty Cynthia Anggraeni SGz selaku pakar gizi mengatakan, secara umum makanan yang aman adalah makanan yang memenuhi standar kebersihan, baik dari segi pengolahan maupun penyajian. Makanan harus terhindar dari hewan serangga seperti lalat, semut, kecoa, tikus, dan lainnya.

Selain itu, penjamah makanan, dalam hal ini pedagang maupun pembeli, harus memastikan tangannya bersih dari kuman dan bakteri. Alat yang digunakan untuk menyentuh makanan selama proses pengolahan, penyajian, hingga penjualan harus bersih alias bebas dari kuman dan bakteri.

“Bukan hanya itu, lingkungan yang menjadi tempat mengolah makanan dan minuman itu pun harus bersih, lalu orang yang menjual atau membeli, istilahnya penjamah makanan, juga harus bersih (tangan, red) sehingga aspek higienis sanitasinya terjamin,” ungkapnya kepada Kalteng Pos.

Adisty mengatakan hal yang cukup menjadi problem besar mengapa makanan takjil di pasaran tidak higienis, selain karena belum optimal dari segi penyajian, juga tidak bisa diawasi secara langsung, karena proses pengolahannya dilakukan di rumah produsen.

Baca Juga :  Ikuti Senam Virtual Bersama Jajaran Kemenkumham di Seluruh Indonesia

“Kebanyakan takjil yang dijual bebas seperti itu kan hasil olahan rumahan ya, jadi tidak ada pengawasan langsung, kita enggak tahu apakah proses pengolahan produk memenuhi standar kesehatan atau tidak, seperti kebersihan tangan maupun kebersihan lingkungan tempat mengolah makanan,” jelasnya.

Beberapa hari lalu, puluhan warga di Kota Sampit keracunan setelah mengonsumsi takjil yang diidentifikasi mengandung bakteri E-coli. Bakteri ini, pada jenis tertentu, merupakan bakteri yang dapat menyerang tubuh dan menyebabkan infeksi, seperti sakit perut, diare, dan mual-mual.

“Bakteri E-coli paling banyak menyebar dari kotoran, baik kotoran hewan maupun kotoran manusia, dalam konteks takjil, bisa dari kotoran lalat dan hewan-hewan lain, racun yang dihasilkan dari bakteri E-coli dapat tertular ke manusia melalui bakteri yang terkontaminasi, kontaminasi bisa karena setelah dari kamar mandi terus tangan enggak dicuci, atau daging mentah, bisa juga tuh,” jelas Adisty.

Karena itu pihaknya menekankan soal pentingnya memperhatikan kebersihan makanan dan minuman, baik selama proses pembuatan, penjualan, sampai ke tangan pembeli. “Karena walaupun sudah pakai bahan-bahan yang bagus, tapi kalau aspek kebersihan enggak diperhatikan, percuma juga,” ucapnya.

Adisty juga mengatakan, sebaiknya pedagang takjil tidak menggunakan bahan-bahan baku yang sudah kedaluwarsa dalam memproduksi makanan maupun minuman. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Keracunan massal takjil sempat menggemparkan masyarakat Kota Sampit belum lama ini. Masyarakat pun mulai berhati-hati saat membeli takjil untuk berbuka. Ada kekhawatiran masyarakat akan kehigienisan takjil yang dijual di pasar Ramadan maupun lapak-lapak yang dibuka bebas di pinggir jalan. Di samping dibutuhkan peran pemerintah untuk berupaya membina dan menindak penjual, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati sebelum berbelanja takjil. Begitu pun dengan padagang yang menjual. Diingatkan untuk memperhatikan aspek kehigienisan dan sanitasi.

Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Perindustrian (DPKUKMP) Kota Palangka Raya Samsul Rizal mengatakan, pihaknya akan terus mengimbau masyarakat, dalam hal ini pedagang, untuk benar-benar memperhatikan aspek higienis selama mengolah maupun menjual takjil.

“Kami imbau kepada pedagang untuk perhatikan kehigienisasn saat mengolah makanan atau minuman, jangan mencampur dengan bahan-bahan yang berbahaya untuk kesehatan pembeli,” kata Samsul kepada Kalteng Pos, Senin (3/4).

Dikatakannya, warga yang punya keluhan usai mengknsumsi takjil, boleh mengadu atau menyampaikan ke pusat layanan kesehatan terdekat.

“Jika setelah mengonsumsi takjil, badan mulai terasa tidak enak, warga bisa ke puskesmas terdekat untuk mandapatkan tindakan awal,” ujarnya.

DPKUKMP Kota juga terus berkoordinasi dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Palangka Raya untuk melakukan pembinaan bagi pedagang yang menjual takjil selama Ramadan.

Baca Juga :  BBPOM Periksa Takjil Penyebab Keracunan Massal

“Kami terus koordinasi dengan BBPOM untuk menangani hal ini, seperti pembinaan bagi pedagang yang berjualan di pasar-pasar Ramadan maupun lapak lainnya, juga bekerja sama dengan pihak kelurahan,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Dietetik dan Manajemen Penyelenggaraan Makanan dari Persatuan Ahli Gizi (Persagi) Kalteng Adisty Cynthia Anggraeni SGz selaku pakar gizi mengatakan, secara umum makanan yang aman adalah makanan yang memenuhi standar kebersihan, baik dari segi pengolahan maupun penyajian. Makanan harus terhindar dari hewan serangga seperti lalat, semut, kecoa, tikus, dan lainnya.

Selain itu, penjamah makanan, dalam hal ini pedagang maupun pembeli, harus memastikan tangannya bersih dari kuman dan bakteri. Alat yang digunakan untuk menyentuh makanan selama proses pengolahan, penyajian, hingga penjualan harus bersih alias bebas dari kuman dan bakteri.

“Bukan hanya itu, lingkungan yang menjadi tempat mengolah makanan dan minuman itu pun harus bersih, lalu orang yang menjual atau membeli, istilahnya penjamah makanan, juga harus bersih (tangan, red) sehingga aspek higienis sanitasinya terjamin,” ungkapnya kepada Kalteng Pos.

Adisty mengatakan hal yang cukup menjadi problem besar mengapa makanan takjil di pasaran tidak higienis, selain karena belum optimal dari segi penyajian, juga tidak bisa diawasi secara langsung, karena proses pengolahannya dilakukan di rumah produsen.

Baca Juga :  Ikuti Senam Virtual Bersama Jajaran Kemenkumham di Seluruh Indonesia

“Kebanyakan takjil yang dijual bebas seperti itu kan hasil olahan rumahan ya, jadi tidak ada pengawasan langsung, kita enggak tahu apakah proses pengolahan produk memenuhi standar kesehatan atau tidak, seperti kebersihan tangan maupun kebersihan lingkungan tempat mengolah makanan,” jelasnya.

Beberapa hari lalu, puluhan warga di Kota Sampit keracunan setelah mengonsumsi takjil yang diidentifikasi mengandung bakteri E-coli. Bakteri ini, pada jenis tertentu, merupakan bakteri yang dapat menyerang tubuh dan menyebabkan infeksi, seperti sakit perut, diare, dan mual-mual.

“Bakteri E-coli paling banyak menyebar dari kotoran, baik kotoran hewan maupun kotoran manusia, dalam konteks takjil, bisa dari kotoran lalat dan hewan-hewan lain, racun yang dihasilkan dari bakteri E-coli dapat tertular ke manusia melalui bakteri yang terkontaminasi, kontaminasi bisa karena setelah dari kamar mandi terus tangan enggak dicuci, atau daging mentah, bisa juga tuh,” jelas Adisty.

Karena itu pihaknya menekankan soal pentingnya memperhatikan kebersihan makanan dan minuman, baik selama proses pembuatan, penjualan, sampai ke tangan pembeli. “Karena walaupun sudah pakai bahan-bahan yang bagus, tapi kalau aspek kebersihan enggak diperhatikan, percuma juga,” ucapnya.

Adisty juga mengatakan, sebaiknya pedagang takjil tidak menggunakan bahan-bahan baku yang sudah kedaluwarsa dalam memproduksi makanan maupun minuman. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/