Minggu, Maret 9, 2025
30.1 C
Palangkaraya

Tim Satgas PKH Sita Lahan Ribuan Hektare Milik PT Agro Bukit

 

SAMPIT – Sebuah papan bertuliskan Sitaan Negara kini berdiri di lahan seluas 3.798,9 hektare milik PT Agro Bukit, anak perusahaan Goodhope.

Pemasangan plang ini bukan sekadar tanda, melainkan simbol tegas dimulainya penertiban perusahaan yang diduga menggarap kawasan hutan secara ilegal di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

 

Tindakan ini dilakukan oleh Tim Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH) pada Kamis (7/3/2025), dipimpin langsung oleh Mayjen TNI Yusman Madayun.

Sejumlah pejabat turut hadir menyaksikan, termasuk Kepala Kejari Kotim Donna R. Sitorus, Asisten I Setda Kotim Rihel, Ketua DPRD Kotim Rimbun, serta unsur TNI dan kepolisian.

“Betul ada pemasangan plang penguasaan negara,” ujar Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Kotim, Budi Kurniawan.

Baca Juga :  Pemulung: Kami Merasa Terbantu Pemberian Sembako dari Polisi

 

Menurut informasi, PT Agro Bukit bukan satu-satunya target. Beberapa perusahaan besar swasta (PBS) lainnya juga tengah dipetakan untuk tindakan serupa.

Salah satunya adalah koperasi di wilayah Cempaga Hulu yang disebut-sebut menggarap sekitar 1.700 hektare kawasan hutan dengan badan hukum koperasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025, terdapat sekitar 65 PBS di Kotim yang ditengarai menggarap hutan secara ilegal dengan luas mencapai 66 ribu hektare. Dari total permohonan legalisasi lahan seluas 301.989 hektare, sekitar 66.180 hektare telah ditolak.

 

PT Agro Bukit sendiri pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2014 karena mengubah kawasan Hutan Produksi menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin, yang berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah.

Baca Juga :  Antisipasi Lonjakan Covid-19, Wali Kota bersama Danrem Cek Kemampuan Rumah Sakit

 

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa PT Agro Bukit menanam sawit di 13.500 hektare lahan tanpa izin pelepasan kawasan hutan.

Perusahaan ini juga memiliki dua Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan total potensi kayu lebih dari 134 ribu meter kubik, yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp37 miliar.(mif/ram)

 

SAMPIT – Sebuah papan bertuliskan Sitaan Negara kini berdiri di lahan seluas 3.798,9 hektare milik PT Agro Bukit, anak perusahaan Goodhope.

Pemasangan plang ini bukan sekadar tanda, melainkan simbol tegas dimulainya penertiban perusahaan yang diduga menggarap kawasan hutan secara ilegal di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

 

Tindakan ini dilakukan oleh Tim Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH) pada Kamis (7/3/2025), dipimpin langsung oleh Mayjen TNI Yusman Madayun.

Sejumlah pejabat turut hadir menyaksikan, termasuk Kepala Kejari Kotim Donna R. Sitorus, Asisten I Setda Kotim Rihel, Ketua DPRD Kotim Rimbun, serta unsur TNI dan kepolisian.

“Betul ada pemasangan plang penguasaan negara,” ujar Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Kotim, Budi Kurniawan.

Baca Juga :  Pemulung: Kami Merasa Terbantu Pemberian Sembako dari Polisi

 

Menurut informasi, PT Agro Bukit bukan satu-satunya target. Beberapa perusahaan besar swasta (PBS) lainnya juga tengah dipetakan untuk tindakan serupa.

Salah satunya adalah koperasi di wilayah Cempaga Hulu yang disebut-sebut menggarap sekitar 1.700 hektare kawasan hutan dengan badan hukum koperasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025, terdapat sekitar 65 PBS di Kotim yang ditengarai menggarap hutan secara ilegal dengan luas mencapai 66 ribu hektare. Dari total permohonan legalisasi lahan seluas 301.989 hektare, sekitar 66.180 hektare telah ditolak.

 

PT Agro Bukit sendiri pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2014 karena mengubah kawasan Hutan Produksi menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin, yang berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah.

Baca Juga :  Antisipasi Lonjakan Covid-19, Wali Kota bersama Danrem Cek Kemampuan Rumah Sakit

 

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa PT Agro Bukit menanam sawit di 13.500 hektare lahan tanpa izin pelepasan kawasan hutan.

Perusahaan ini juga memiliki dua Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan total potensi kayu lebih dari 134 ribu meter kubik, yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp37 miliar.(mif/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/