Senin, Mei 12, 2025
24.1 C
Palangkaraya

Umat Buddha di Sampit Memaknai Hari Raya Waisak; Teruslah Berbuat Baik

SAMPIT – Umat Buddha di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali menyambut Hari Raya Waisak yang tahun ini jatuh pada Senin, 12 Mei 2025, bertepatan dengan 2569 dalam penanggalan Buddhist Era (BE). Perayaan ini bukan hanya menjadi agenda keagamaan rutin, tetapi juga momentum untuk kembali merenungkan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan Buddha Gautama.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, berbagai kegiatan dilaksanakan menjelang Waisak, mulai dari membersihkan vihara, berziarah ke makam leluhur hingga berdoa di makam pahlawan. Semua dilakukan sebagai bentuk penghormatan sekaligus introspeksi diri menyambut hari suci tersebut.

“Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha, yaitu kelahiran, pencerahan, dan wafatnya,” ujar Ketua PD Majelis Budhayana Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah, Bambang Siswanto.

Baca Juga :  Gelar Pembahasan Draf Perpanjangan PKS dan Rencana Kerja antara BIG

Ia menjelaskan, salah satu momen yang dianggap sangat sakral dalam perayaan ini adalah pelaksanaan puja saat bulan purnama. Momen ini dikenal dengan istilah Pencapaian Penerangan Sempurna, yang menjadi simbol kebangkitan spiritual dan kesadaran mendalam dalam ajaran Buddha.

“Penerangan sempurna itu bukan hanya tentang pencerahan pribadi Buddha, tetapi juga menjadi inspirasi umatnya agar terus berbuat baik dan menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran,” jelasnya.

Menurutnya, ajaran Buddha tidak berhenti pada ritual dan upacara. Yang jauh lebih penting adalah meneladani semangat dan keteguhan beliau dalam mencari kebenaran, sebagaimana ditunjukkan saat ia bertekad menjadi Buddha dalam kehidupan sebelumnya sebagai Petapa Sumedha.

“Semangat itu harus menjadi bagian dari praktik umat Buddha dalam keseharian. Tidak hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam bersikap dan bertindak di tengah masyarakat,” imbuhnya.

Baca Juga :  Manfaatkan Dana LH untuk Kegiatan Bermanfaat

Bambang juga mengingatkan pesan terakhir Sang Buddha menjelang wafatnya, yang tertuang dalam Maha Parinibbana Sutta. “Segala sesuatu tidak kekal adanya, maka berjuanglah dengan kewaspadaan,” katanya mengutip pesan tersebut.

Ia berharap, perayaan Waisak tidak hanya menjadi seremoni tahunan, tetapi dapat menumbuhkan kembali semangat untuk mengamalkan dhamma secara nyata dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara.

“Penghormatan tertinggi kepada Buddha bukan hanya lewat doa, tapi melalui perbuatan baik yang mencerminkan ajaran dhamma,” pungkas Bambang.(mif)

SAMPIT – Umat Buddha di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali menyambut Hari Raya Waisak yang tahun ini jatuh pada Senin, 12 Mei 2025, bertepatan dengan 2569 dalam penanggalan Buddhist Era (BE). Perayaan ini bukan hanya menjadi agenda keagamaan rutin, tetapi juga momentum untuk kembali merenungkan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan Buddha Gautama.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, berbagai kegiatan dilaksanakan menjelang Waisak, mulai dari membersihkan vihara, berziarah ke makam leluhur hingga berdoa di makam pahlawan. Semua dilakukan sebagai bentuk penghormatan sekaligus introspeksi diri menyambut hari suci tersebut.

“Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha, yaitu kelahiran, pencerahan, dan wafatnya,” ujar Ketua PD Majelis Budhayana Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah, Bambang Siswanto.

Baca Juga :  Gelar Pembahasan Draf Perpanjangan PKS dan Rencana Kerja antara BIG

Ia menjelaskan, salah satu momen yang dianggap sangat sakral dalam perayaan ini adalah pelaksanaan puja saat bulan purnama. Momen ini dikenal dengan istilah Pencapaian Penerangan Sempurna, yang menjadi simbol kebangkitan spiritual dan kesadaran mendalam dalam ajaran Buddha.

“Penerangan sempurna itu bukan hanya tentang pencerahan pribadi Buddha, tetapi juga menjadi inspirasi umatnya agar terus berbuat baik dan menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran,” jelasnya.

Menurutnya, ajaran Buddha tidak berhenti pada ritual dan upacara. Yang jauh lebih penting adalah meneladani semangat dan keteguhan beliau dalam mencari kebenaran, sebagaimana ditunjukkan saat ia bertekad menjadi Buddha dalam kehidupan sebelumnya sebagai Petapa Sumedha.

“Semangat itu harus menjadi bagian dari praktik umat Buddha dalam keseharian. Tidak hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam bersikap dan bertindak di tengah masyarakat,” imbuhnya.

Baca Juga :  Manfaatkan Dana LH untuk Kegiatan Bermanfaat

Bambang juga mengingatkan pesan terakhir Sang Buddha menjelang wafatnya, yang tertuang dalam Maha Parinibbana Sutta. “Segala sesuatu tidak kekal adanya, maka berjuanglah dengan kewaspadaan,” katanya mengutip pesan tersebut.

Ia berharap, perayaan Waisak tidak hanya menjadi seremoni tahunan, tetapi dapat menumbuhkan kembali semangat untuk mengamalkan dhamma secara nyata dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara.

“Penghormatan tertinggi kepada Buddha bukan hanya lewat doa, tapi melalui perbuatan baik yang mencerminkan ajaran dhamma,” pungkas Bambang.(mif)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/