Menurut Sekretaris Umum DAD Kalteng, Yulindra Dedy, penganugerahan gelar ini merupakan bentuk penghormatan tertinggi masyarakat adat kepada pemimpinnya. Gelar serupa sebelumnya juga diberikan kepada gubernur-gubernur terdahulu seperti Teras Narang dan Sugianto Sabran.
“Ini tradisi yang luhur, keputusan damang bersama DAD. Pemimpin daerah tidak hanya bertugas secara administratif, tapi juga sebagai penjaga nilai adat dan budaya lokal,” ujar Yulindra.
Ia menegaskan bahwa ke depan, pejabat publik di Kalteng harus menunjukkan komitmen nyata sebagai bagian dari masyarakat adat. Mereka diharapkan terlibat aktif dalam menjaga, memelihara, dan memajukan kearifan lokal masyarakat Dayak.
Gelar Nyai Rantian Intan yang diterima Aisyah Thisia juga mengandung pesan penting: peran perempuan dalam masyarakat Dayak sangat sentral. Mereka adalah pengikat keluarga, penjaga budaya, dan panutan generasi muda.
Menariknya, seluruh prosesi penganugerahan dilaksanakan dalam Bahasa Dayak Ngaju, selaras dengan Perda Nomor 1 Tahun 2024 yang menetapkan bahasa tersebut sebagai bahasa pemersatu masyarakat Kalteng.
“Kalteng memiliki 37 bahasa daerah. Tapi Dayak Ngaju dipilih karena paling luas dipahami oleh masyarakat adat,” jelas Yulindra.
Dengan gelar adat yang kini melekat, Gubernur Agustiar dan istri tak hanya menjadi simbol pemerintahan, tetapi juga sosok pemersatu dan penjaga nilai-nilai budaya Dayak yang tak lekang oleh zaman. (zia/ans)