Jumat, Mei 30, 2025
23.7 C
Palangkaraya

MK Putuskan Sekolah Swasta Wajib Gratis! Pemerintah Harus Biayai

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga warga negara, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.

Dalam putusan dengan nomor perkara 3/PUU-XXIII/2025, MK menyatakan bahwa pemerintah wajib menggratiskan pendidikan dasar (SD dan SMP) di sekolah negeri maupun swasta sebagai bagian dari program wajib belajar sembilan tahun.

“Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Selasa (27/5/2025).

Baca Juga :  Agustiar Peduli Korban Banjir

Putusan ini mengubah paradigma lama, hanya sekolah negeri yang harus gratis, sementara sekolah swasta sering kali menjadi beban tambahan bagi masyarakat miskin yang tidak tertampung di sekolah negeri.

Kesenjangan Biaya yang Diungkap MK

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan bahwa frasa “tanpa memungut biaya” yang selama ini hanya berlaku di sekolah negeri justru menimbulkan ketimpangan dan diskriminasi.

“Sebagai contoh, pada tahun ajaran 2023/2024, daya tampung SD negeri hanya mencapai 970.145 siswa. Sisanya, sebanyak 173.265 siswa, harus masuk ke sekolah swasta. Demikian pula di jenjang SMP, sekolah negeri menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa,” jelas Enny.

Menurut Enny, fakta ini menunjukkan adanya kesenjangan yang nyata. Negara dianggap abai terhadap amanat konstitusi, khususnya Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, yang mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar tanpa membedakan pengelola sekolahnya.

Baca Juga :  Kerja Keras untuk Kejaksaan Hebat

Negara Wajib Hadir, Tanpa Alasan Anggaran

MK menegaskan, tidak boleh ada anak Indonesia yang gagal mendapatkan pendidikan dasar hanya karena alasan ekonomi atau ketidaktersediaan kursi di sekolah negeri.

“Norma konstitusi a quo tidak memberikan batasan bahwa hanya sekolah negeri yang dibiayai. Maka, wajib belajar tanpa pungutan harus mencakup sekolah negeri maupun swasta,” tandas Enny.

Putusan ini menjadi angin segar bagi jutaan keluarga Indonesia yang selama ini harus merogoh kocek lebih dalam karena anaknya harus sekolah di swasta akibat daya tampung negeri yang terbatas. (jpg)

 

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga warga negara, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.

Dalam putusan dengan nomor perkara 3/PUU-XXIII/2025, MK menyatakan bahwa pemerintah wajib menggratiskan pendidikan dasar (SD dan SMP) di sekolah negeri maupun swasta sebagai bagian dari program wajib belajar sembilan tahun.

“Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Selasa (27/5/2025).

Baca Juga :  Agustiar Peduli Korban Banjir

Putusan ini mengubah paradigma lama, hanya sekolah negeri yang harus gratis, sementara sekolah swasta sering kali menjadi beban tambahan bagi masyarakat miskin yang tidak tertampung di sekolah negeri.

Kesenjangan Biaya yang Diungkap MK

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan bahwa frasa “tanpa memungut biaya” yang selama ini hanya berlaku di sekolah negeri justru menimbulkan ketimpangan dan diskriminasi.

“Sebagai contoh, pada tahun ajaran 2023/2024, daya tampung SD negeri hanya mencapai 970.145 siswa. Sisanya, sebanyak 173.265 siswa, harus masuk ke sekolah swasta. Demikian pula di jenjang SMP, sekolah negeri menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa,” jelas Enny.

Menurut Enny, fakta ini menunjukkan adanya kesenjangan yang nyata. Negara dianggap abai terhadap amanat konstitusi, khususnya Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, yang mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar tanpa membedakan pengelola sekolahnya.

Baca Juga :  Kerja Keras untuk Kejaksaan Hebat

Negara Wajib Hadir, Tanpa Alasan Anggaran

MK menegaskan, tidak boleh ada anak Indonesia yang gagal mendapatkan pendidikan dasar hanya karena alasan ekonomi atau ketidaktersediaan kursi di sekolah negeri.

“Norma konstitusi a quo tidak memberikan batasan bahwa hanya sekolah negeri yang dibiayai. Maka, wajib belajar tanpa pungutan harus mencakup sekolah negeri maupun swasta,” tandas Enny.

Putusan ini menjadi angin segar bagi jutaan keluarga Indonesia yang selama ini harus merogoh kocek lebih dalam karena anaknya harus sekolah di swasta akibat daya tampung negeri yang terbatas. (jpg)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/