BERBAGAI macam tanaman pangan terlihat menghijau di hamparan lahan wilayah Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya. Berjarak 20 kilometer dari pusat Kota Palangka Raya, tak sedikit para warga yang bermukim di wilayah ini berprofesi sebagai seorang petani.
Seorang pria lanjut usia (lansia) terlihat menjalankan aktivitas bertani. Tangan kanan memegang segenggam bibit sawi, sedangkan tangan kiri dengan pelan menanam ke tanah yang sudah diolah. Bibit-bibit ini siap tanam yang sebelumnya melalui proses semai terlebih dahulu.
Matius Sardi bersama istrinya Maria, sudah 17 tahun menekuni pertanian sebagai mata pencaharian utama untuk keluarganya. Saban hari, pasangan suami istri ini berangkat ke ladang yang tak jauh dari rumahnya di Jalan Pepaya untuk bertani, mulai dari mencangkul, menyemai, pembibitan hingga panen.
Dengan usia yang tak lagi muda, keduanya masih bertahan menekuni bidang pertanian untuk melanjutkan kehidupan di perantauan. Meski, diakuinya produktivitas tak lagi sama saat masih muda, dengan tenaga yang masih maksimal. Matius dan Maria merupakan perantauan dari Salatiga, Jawa Tengah ke Palangka Raya pada 2008 silam.
Memutuskan merantau karena melihat peluang yang bisa diambil di kota ini, untuk melanjutkan kehidupan setelah pensiun dari yayasan. “Sebelumnya saya bekerja di Yayasan Gereja Katedral di Salatiga, setelah pensiun bingung mau kerja apa? Kemudian memilih pindah ke Palangka Raya,” katanya saat dibincangi di sela-sela kseibukannya bertani, Minggu (6/4/2025).
Tidak secara tiba-tiba, Matius sebelumnya sudah datang ke Palangka Raya satu tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2007 untuk mengunjungi adiknya yang merantau ke Palangka Raya mengikuti program transmigrasi. “Ternyata kunjungan saya ke Palangka Raya tahun 2007 itu menjadi cikal bakal keinginan saya pindah ke sini,” kata pria yang lahir di Kulon Progo, Jawa Tengah ini.
Memilih menjadi petani pun alasan yang tepat bagi Matius. Kota Palangka Raya yang memiliki kontur tanah gambut, membuat Matius nyaman untuk menekuni hobinya bertani. Menurutnya, untuk bertani di Salatiga memerlukan tenaga yang maksimal karena kontur tanah yang keras.
“Memutuskan menjadi petani karena saat merantau usia sudah paruh baya, mencangkul di lahan gambut lebih ringan, sehingga cocok untuk menyalurkan hobi bertani sebagai mata pencaharian,” ujar pria kelahiran 9 April 1950 ini. Pertama kali datang, Matius menyewa lahan di Jalan Jeruk, Kelurahan Kalampangan.
Mengetahui Matius adalah pensiunan Yayasan Katedral, ia mendapat pinjaman tanah milik Yayasan Gereja Katedral di wilayah Kalampangan dan mendirikan rumah serta bertani di Jalan Pepaya dengan luas setengah hektare.
“Pada 2020 lalu, banjir cukup besar melanda lahan di Jalan Pepaya dan kerap terjadi hingga saat ini, kemudian saya mendapat pinjaman tanah di lahan milik seorang teman perantauan yang tidak dikelola, hingga saat ini saya mengelola lahan ini untuk pertanian sayuran,” jelasnya kepada Kalteng Pos.
Perjalanan bertani yang ia tekuni tidak serta merta berjalan dengan baik tanpa bantuan kredit usaha rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Beberapa tahun menjalani pertanian sejak 2008, Matius mulai kenal dengan perbankan pada 2014 dan langsung mendapat tawaran menjadi nasabah KUR BRI. “Awal mulai mengambil KUR BRI pada tahun 2014, terus berjalan hingga saat ini.
Sudah lebih satu dekade saya menjadi nasabah KUR BRI,” ucap pria 75 tahun ini. Awal mendapat KUR dengan nominal hanya Rp6 juta, berlanjut Rp10 juta, kemudian Rp50 juta hingga terakhir mengajukan Rp50 juta pada 2023 lalu dan akan selesai pada tahun 2026 mendatang.
Dana KUR yang ia terima dimanfaatkan dengan baik untuk keberlangsungan pertanian yang sedang dijalankan. “Dana KUR yang saya terima dari BRI saya gunakan untuk pembukaan lahan, pembelian bibit hingga pupuk,” tegasnya. Untuk pembukaan lahan, lanjutnya, memang memerlukan dana yang tidak sedikit.
Lantaran, selama menjalankan pertanian melalui tanah pinjaman ini, ia membuka lahan secara perlahan. Setiap pembukaan itu tentu memerlukan dana, KUR dari BRI sangat membantunya. “Ketika kami menerima pinjaman satu hektare tanah, kami membuka lahan dan mengolahnya perlahan, semua kegiatan itu memerlukan modal,” jawabnya.
Selama sebelas tahun menjadi nasabah KUR BRI, pasangan suami istri ini mengaku pendapatan terus berjalan lancar sehingga membayar angsuran pun tidak terkendala. Setiap bulan, mereka meraup omzet sekitar Rp5 juta dan membayar angsuran ke BRI Rp1,5 juta. “Dengan menjadi nasabah KUR BRI, selalu ada pemasukan.
Cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan pembayaran bulanan ke BRI,” sambungnya. Kini, di ladang yang dikelola sepasang suami istri ini terdapat berbagai macam sayuran seperti jagung, sawi, tomat, kemangi, kangkung, bayam dan masih banyak lainnya. Setiap hari, mereka mengusahakan ada tanaman yang bisa dipanen.
“Kami ada tanaman musiman dan harian, sehingga diusahakan setiap hari panen. Setiap panen, ada pengepul yang datang untuk mengambil hasil panen yang kemudian di jual di pasar-pasar di Kota Palangka Raya. Di tempat terpisah, Pemimpin Cabang BRI Palangka Raya Sari Wahono mengatakan, program KUR dalam rangka mendorong peningkatan usaha masyarakat tidak terkecuali terhadap pertanian dan peternakan.
“Kami punya program KUR yang terus berjalan hingga saat ini, kami juga menjadi penyalur KUR terbesar,” katanya saat diwawancarai di ruang kerjanya, belum lama ini. Dikatakannya, KUR diberikan kepada masyarakat yang memenuhi syarat dan layak mendapat kredit.
Misal saja, memiliki usaha yang produktif, secara analisa mampu mengangsur pinjaman, tidak memiliki tanggungan di BRI dan belum pernah mendapat kredit komersial. “KUR diberikan kepada masyarakat yang betul-betul memerlukan, sehingga kami harus hati-hati dalam menyalurkannya, tidak serta merta mengajukan kemudian dikabulkan,” ucapnya.
Hingga saat ini, memang antusias masyarakat cukup tinggi untuk mengajukan KUR. Memang, program KUR ini akan sangat membantu dan bermanfaat bagi masyarakat karena bunga pinjaman cukup rendah, yakni hanya enam persen dan tidak perlu agunan.
“Masyarakat cukup antusias, kami menyediakan kuota setiap satu periode, di bulan Januari hingga Desember, biasanya di Oktober sudah habis. Kami ajukan kembali untuk kuota tambahan,” tegasnya. Hingga saat ini, jumlah KUR yang tercatat di BRI Kantor Cabang Palangka Raya sebanyak 16.262 debitur. (*)