Senin, Juni 9, 2025
29.1 C
Palangkaraya

Pelajaran dari Cacar Monyet: Waspada, Siaga, dan Cara Bertindak

CACAR monyet (monkeypox) merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus monkeypox, yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 1958 pada monyet laboratorium dan kasus pertama pada manusia ditemukan pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo.

Penyakit ini kembali menjadi perhatian global setelah wabah yang terjadi di berbagai negara pada tahun 2022, termasuk Indonesia. Meskipun tidak seberbahaya cacar (smallpox), cacar monyet tetap memerlukan perhatian serius karena potensi penyebarannya dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.

Info dari pafijakpus.org, ada beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh penyakit ini, seperti: Bronkopneumonia. Sepsis. Peradangan pada jaringan otak.

Siapa yang paling beresiko terkena cacar monyet?

Orang yang suka konsumsi daging hewan liar Mereka yang gemar mengonsumsi daging dari hewan liar dan tidak dimasak sempurna adalah yang paling berisiko terkena cacar monyet Mpox menyebar dari orang ke orang melalui kontak yang sangat dekat. Ini dapat terjadi melalui: kontak seksual atau kontak intim lainnya (seperti berciuman atau berpelukan)

Bentuk-Bentuk Stigma dalam Wabah Cacar Monyet

  1. Stigma terhadap Kelompok LGBTQ+

Sejak awal wabah mpox, banyak kasus dilaporkan di kalangan pria yang berhubungan seks dengan pria (MSM). Hal ini memicu persepsi keliru bahwa mpox adalah “penyakit gay”, yang mengingatkan pada stigma yang terjadi pada awal epidemi HIV/AIDS. Padahal, mpox dapat menyerang siapa saja tanpa memandang orientasi seksual. Stigmatisasi ini menyebabkan individu enggan mencari perawatan atau melaporkan gejala, sehingga memperburuk penyebaran penyakit.

  1. Stigma Rasial dan Geografis

Penggunaan nama “cacar monyet” dan penyebaran gambar penderita berkulit gelap dalam pemberitaan awal wabah menimbulkan stigma rasial, seolah-olah penyakit ini hanya berasal dari Afrika. Untuk mengatasi hal ini, WHO mengganti nama penyakit menjadi “mpox” guna menghindari konotasi rasis dan menstigmatisasi.

  1. Stigma Sosial dan Ekonomi
Baca Juga :  Tahukah Anda? Ini Dia Rahasia Orang Bisa Bugar di Usia 60 Tahun

Di beberapa negara, penderita mpox menghadapi diskriminasi sosial dan ekonomi.

Misalnya, di Burundi, seorang pasien yang telah sembuh ditolak oleh pemilik rumah kontrakannya dan kehilangan pelanggan karena bekas luka di wajahnya. Stigma semacam ini mendorong penderita untuk menyembunyikan penyakitnya, yang dapat mempercepat penyebaran virus.

Gejala dan Penularan

Gejala cacar monyet mirip dengan cacar, namun biasanya lebih ringan. Gejala awal meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan, diikuti oleh ruam yang berkembang menjadi lesi kulit.

Penyakit ini dapat menular melalui kontak langsung dengan lesi kulit, cairan tubuh, droplet pernapasan, serta melalui benda yang terkontaminasi.

Penularan dari hewan ke manusia juga dapat terjadi melalui gigitan atau kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau lesi hewan yang terinfeksi.

Kasus di Indonesia

Pada Agustus 2022, Kementerian Kesehatan Indonesia mengonfirmasi kasus pertama cacar monyet di negara ini. Pasien adalah seorang pria berusia 27 tahun yang baru saja kembali dari perjalanan ke Eropa. Kasus ini menjadi peringatan bagi Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi penyakit menular yang dapat menyebar secara global.

Pelajaran yang Dapat Diambil

  1. Pentingnya Sistem Kesehatan yang Tangguh

Wabah cacar monyet menunjukkan perlunya sistem kesehatan yang mampu merespons dengan cepat dan efektif terhadap penyakit menular. Deteksi dini, pelacakan kontak, isolasi kasus, dan komunikasi risiko yang efektif adalah komponen penting dalam mengendalikan penyebaran penyakit.

  1. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Baca Juga :  Baca Baik-Baik! Dokter Tirta Ingatkan Bahaya Makan Berat di Atas Jam 8 Malam

Masyarakat perlu diberikan informasi yang akurat dan mudah dipahami mengenai gejala, cara penularan, dan pencegahan cacar monyet. Edukasi yang efektif dapat membantu mengurangi stigma terhadap pasien dan mendorong individu untuk mencari perawatan medis tepat waktu.

  1. Kolaborasi Internasional

Penyakit menular tidak mengenal batas negara. Oleh karena itu, kolaborasi internasional dalam hal pertukaran informasi, penelitian, dan bantuan teknis sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit seperti cacar monyet.

  1. Pengawasan terhadap Satwa Liar

Cacar monyet adalah penyakit zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Oleh karena itu, pengawasan terhadap satwa liar, terutama yang berpotensi menjadi reservoir virus, sangat penting. Larangan pemeliharaan satwa liar sebagai hewan peliharaan dan pengawasan terhadap perdagangan satwa liar ilegal perlu diperketat.

  1. Pengembangan dan Distribusi Vaksin

Meskipun vaksin cacar (smallpox) diketahui memberikan perlindungan terhadap cacar monyet, ketersediaan dan distribusi vaksin khusus untuk cacar monyet perlu dipertimbangkan, terutama bagi kelompok berisiko tinggi.

Kesimpulannya, wabah cacar monyet memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kesiapsiagaan, edukasi masyarakat, kolaborasi internasional, pengawasan terhadap satwa liar, dan pengembangan vaksin dalam menghadapi penyakit menular.

Dengan mengambil langkah-langkah proaktif, Indonesia dapat meningkatkan kapasitasnya dalam mencegah dan mengendalikan wabah penyakit di masa depan.(hms)

 

CACAR monyet (monkeypox) merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus monkeypox, yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 1958 pada monyet laboratorium dan kasus pertama pada manusia ditemukan pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo.

Penyakit ini kembali menjadi perhatian global setelah wabah yang terjadi di berbagai negara pada tahun 2022, termasuk Indonesia. Meskipun tidak seberbahaya cacar (smallpox), cacar monyet tetap memerlukan perhatian serius karena potensi penyebarannya dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.

Info dari pafijakpus.org, ada beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh penyakit ini, seperti: Bronkopneumonia. Sepsis. Peradangan pada jaringan otak.

Siapa yang paling beresiko terkena cacar monyet?

Orang yang suka konsumsi daging hewan liar Mereka yang gemar mengonsumsi daging dari hewan liar dan tidak dimasak sempurna adalah yang paling berisiko terkena cacar monyet Mpox menyebar dari orang ke orang melalui kontak yang sangat dekat. Ini dapat terjadi melalui: kontak seksual atau kontak intim lainnya (seperti berciuman atau berpelukan)

Bentuk-Bentuk Stigma dalam Wabah Cacar Monyet

  1. Stigma terhadap Kelompok LGBTQ+

Sejak awal wabah mpox, banyak kasus dilaporkan di kalangan pria yang berhubungan seks dengan pria (MSM). Hal ini memicu persepsi keliru bahwa mpox adalah “penyakit gay”, yang mengingatkan pada stigma yang terjadi pada awal epidemi HIV/AIDS. Padahal, mpox dapat menyerang siapa saja tanpa memandang orientasi seksual. Stigmatisasi ini menyebabkan individu enggan mencari perawatan atau melaporkan gejala, sehingga memperburuk penyebaran penyakit.

  1. Stigma Rasial dan Geografis

Penggunaan nama “cacar monyet” dan penyebaran gambar penderita berkulit gelap dalam pemberitaan awal wabah menimbulkan stigma rasial, seolah-olah penyakit ini hanya berasal dari Afrika. Untuk mengatasi hal ini, WHO mengganti nama penyakit menjadi “mpox” guna menghindari konotasi rasis dan menstigmatisasi.

  1. Stigma Sosial dan Ekonomi
Baca Juga :  Tahukah Anda? Ini Dia Rahasia Orang Bisa Bugar di Usia 60 Tahun

Di beberapa negara, penderita mpox menghadapi diskriminasi sosial dan ekonomi.

Misalnya, di Burundi, seorang pasien yang telah sembuh ditolak oleh pemilik rumah kontrakannya dan kehilangan pelanggan karena bekas luka di wajahnya. Stigma semacam ini mendorong penderita untuk menyembunyikan penyakitnya, yang dapat mempercepat penyebaran virus.

Gejala dan Penularan

Gejala cacar monyet mirip dengan cacar, namun biasanya lebih ringan. Gejala awal meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan, diikuti oleh ruam yang berkembang menjadi lesi kulit.

Penyakit ini dapat menular melalui kontak langsung dengan lesi kulit, cairan tubuh, droplet pernapasan, serta melalui benda yang terkontaminasi.

Penularan dari hewan ke manusia juga dapat terjadi melalui gigitan atau kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau lesi hewan yang terinfeksi.

Kasus di Indonesia

Pada Agustus 2022, Kementerian Kesehatan Indonesia mengonfirmasi kasus pertama cacar monyet di negara ini. Pasien adalah seorang pria berusia 27 tahun yang baru saja kembali dari perjalanan ke Eropa. Kasus ini menjadi peringatan bagi Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi penyakit menular yang dapat menyebar secara global.

Pelajaran yang Dapat Diambil

  1. Pentingnya Sistem Kesehatan yang Tangguh

Wabah cacar monyet menunjukkan perlunya sistem kesehatan yang mampu merespons dengan cepat dan efektif terhadap penyakit menular. Deteksi dini, pelacakan kontak, isolasi kasus, dan komunikasi risiko yang efektif adalah komponen penting dalam mengendalikan penyebaran penyakit.

  1. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Baca Juga :  Baca Baik-Baik! Dokter Tirta Ingatkan Bahaya Makan Berat di Atas Jam 8 Malam

Masyarakat perlu diberikan informasi yang akurat dan mudah dipahami mengenai gejala, cara penularan, dan pencegahan cacar monyet. Edukasi yang efektif dapat membantu mengurangi stigma terhadap pasien dan mendorong individu untuk mencari perawatan medis tepat waktu.

  1. Kolaborasi Internasional

Penyakit menular tidak mengenal batas negara. Oleh karena itu, kolaborasi internasional dalam hal pertukaran informasi, penelitian, dan bantuan teknis sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit seperti cacar monyet.

  1. Pengawasan terhadap Satwa Liar

Cacar monyet adalah penyakit zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Oleh karena itu, pengawasan terhadap satwa liar, terutama yang berpotensi menjadi reservoir virus, sangat penting. Larangan pemeliharaan satwa liar sebagai hewan peliharaan dan pengawasan terhadap perdagangan satwa liar ilegal perlu diperketat.

  1. Pengembangan dan Distribusi Vaksin

Meskipun vaksin cacar (smallpox) diketahui memberikan perlindungan terhadap cacar monyet, ketersediaan dan distribusi vaksin khusus untuk cacar monyet perlu dipertimbangkan, terutama bagi kelompok berisiko tinggi.

Kesimpulannya, wabah cacar monyet memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kesiapsiagaan, edukasi masyarakat, kolaborasi internasional, pengawasan terhadap satwa liar, dan pengembangan vaksin dalam menghadapi penyakit menular.

Dengan mengambil langkah-langkah proaktif, Indonesia dapat meningkatkan kapasitasnya dalam mencegah dan mengendalikan wabah penyakit di masa depan.(hms)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/