atuk tak kunjung sembuh, batuk disertai darah dan sesak napas wajib waspada. Sebab hal itu bisa dicurigai menjadi salah satu gejala kanker paru.
Dalam webinar Hari Kanker Paru Sedunia 2021 bersama PT Takeda Indonesia, Spesialis Patologi Anatomi RS Kanker Dharmais dr. Evlina Suzanna Sinuraya, Sp.PA, menjelaskan gejala umum yang bisa dikenali batuk yang tak kunjung hilang, batuk darah, nyeri dada hingga sesak napas, penurunan berat badan yang drastis, sakit kepala, hingga sakit tulang. Secara umum kanker paru biasanya dikelompokkan menjadi dua jenis utama.
“Yaitu small cell lung cancer (SCLC/kanker paru sel kecil) dan non-small cell lung cancer (NSCLC/kanker paru bukan sel kecil),” katanya secara daring baru-baru ini.
Menurut dr. Evlina, jenis kanker paru ini tumbuh secara berbeda dan diobati secara berbeda pula. Namun pada dasarnya, NSCLC lebih umum terjadi dibandingkan SCLC. Ia menambahkan, gejala kanker paru bisa berbeda pada setiap orang.
“Bisa jadi berhubungan langsung dengan paru-parunya, namun jika kanker tersebut sudah menyebar, maka gejala akan lebih spesifik pada bagian tubuh yang terkena penyebarannya,” katanya. Menurutnya dalam 15 tahun terakhir telah banyak perkembangan keilmuan dalam hal biologi molekuler dan
patologi yang tentu saja hal ini berakselerasi dengan perkembangan pengobatan terhadap kanker paru. Namun demikian hasil akhir pengobatan sangat erat kaitannya dengan kondisi pasien saat pertama kali terdiagnosis.t “Apakah dalam stadium dini, yang artinya tumor dalam diameter yang kecil dan belum terjadi penyebaran baik ke kelenjar getah bening maupun ke organ lainnya seperti otak, atau pasien datang dalam kondisi stadium lanjut,” katanya.
Pengobatan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam konsultan Hematologi Onkologi medik RSCM Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, FINASIM, FACP mengatakan terkait pengobatan, bagi kanker paru dalam kondisi lanjut, stadium III dan IV misalnya, memang tidak bisa lagi melakukan tindakan operasi. Pengobatan sistemik umumnya dilakukan menggunakan obat mulai dari kemoterapi, imunoterapi, dan terapi target merupakan pilihan utama.
“Pemilihan dilakukan dengan mengetahui faktor pengendali perkembangan kanker. Harus dilakukan melalui biopsi jaringan sebelum menentukan pengobatan. Jika salah satu mutasi gen positif, akan menentukan obat yang harus diberikan,” tutur dr. Ikhwan.
Terapi Target Jadi Solusi
Beberapa penelitian menunjukkan pemberian terapi yang tepat dapat meningkatkan harapan hidup pasien. Sebagai contoh, pemberian terapi target ALK (ALK inhibitor) dapat meningkatkan harapan hidup pasien hingga 89,6 bulan dibandingkan dengan harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi selain ALK inhibitor yaitu 28,2 bulan.
Dari berbagai jenis terapi kanker, terapi target merupakan jenis terapi dalam bentuk tablet/kapsul yang dapat dikonsumsi di rumah. Metode terapi ini dapat memudahkan pasien, terutama dalam keadaan pandemi. Terapi dengan metode ini dapat mengurangi jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit, sehingga meminimalkan paparan pasien kanker paru terhadap Covid-19. Selain itu, terapi target memiliki efek samping yang cenderung dapat ditoleransi dengan baik seperti mual, muntah, diare, dan gangguan fungsi hati.
Namun, jumlah tablet/kapsul terapi target yang perlu dikonsumsi pasien sangat bervariasi dari 1-8 butir dalam sehari. Oleh karena itu, kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi terapi target harus tetap terjaga untuk mendapatkan hasil pengobatan yang maksimal.
“Masalah utama penanganan kanker paru sebenarnya pada biaya pengobatan yang luar biasa. Sakit yang berat membuat pasien menjadi sangat disiplin minum obat jika tak ada efek samping yang berarti. Tantangannya ada pada akses serta beban biaya,” tambah dr. Ikhwan. (jpc)