Selasa, April 15, 2025
24.2 C
Palangkaraya

Raperda Penyelesaian Konflik Lahan di Kalteng Harus Diselesaikan, Ini Alasannya

PALANGKA RAYA-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) melalui panitia khusus (pansus) menggelar rapat bersama tim penyusun rancangan peraturan daerah (raperda) dari pihak eksekutif, Senin (14/4/2025).

Bertempat di Ruang Rapat Gabungan DPRD Kalteng, pembahasan kali ini difokuskan pada penyusunan regulasi penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan yang dinilai makin mendesak.

Anggota Pansus DPRD Kalteng, Lohing Simon, menyebut perda ini sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang kerap terjebak dalam konflik lahan yang berkepanjangan.

“Ini sangat penting dan mendesak. Kita dorong agar perda ini tidak berlarut-larut. Lebih cepat selesai dibahas, lebih baik. Kalau bisa, rampung sebelum tahun ini berakhir,” tegasnya.

Lohing juga menyinggung soal isu serius terkait konflik lahan di kawasan Jalan Badak dan Jalan Hiu Putih, Palangka Raya. Menurutnya, DPRD Kalteng telah menerima laporan dari kelompok warga mengenai 2.000 sertifikat tanah yang dipermasalahkan.

Baca Juga :  Tebar Kebaikan di Tahun Baru Islam 1445 Hijriah

“Masalah ini sudah kami terima dan kini tengah disusun langkah-langkah mediasi. Namun, perlu ditegaskan bahwa tidak ada pansus untuk menangani kasus ini. DPRD hanya berperan sebagai fasilitator berdasarkan fakta legalitas yang sah,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, permasalahan ini bahkan telah diputuskan di tingkat Mahkamah Agung (MA), yang menyatakan bahwa sertifikat-sertifikat tersebut sah dan pemiliknya jelas. Namun ironis, proses eksekusi belum juga dapat dilaksanakan hingga saat ini.

“BPN yang seharusnya memberikan kepastian hukum, justru tidak bisa menindaklanjuti. Ini yang menjadi keprihatinan kami. DPRD punya tugas moral untuk menanyakan langsung ke pihak-pihak terkait yang berwenang untuk menyelesaikan masalah ini. Tugas kami hanya memfasilitasi. Mudah-mudahan ini bisa direspons, karena ini merupakan keinginan masyarakat yang disampaikan melalui kami,” tambahnya.

Baca Juga :  Perhatikan Petani Food Estate Belanti Siam

Di sisi lain, Pelaksana Harian Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra) Setda Kalteng, Maskur, yang juga turut menghadiri rapat itu, menegaskan bahwa konflik pertanahan di Kalteng tidak hanya melibatkan antarwarga, tetapi juga antara warga dan perusahaan-perusahaan perkebunan besar.

“Perda ini merupakan inisiatif strategis DPRD Kalteng untuk mengurai benang kusut konflik pertanahan yang telah berlangsung lama. Kami dari eksekutif mendukung penuh, tetapi saat ini masih diperlukan pembahasan lebih lanjut terkait substansi draf perda ini,” kata Maskur.

Keberadaan perda ini diharapkan mampu menjadi rujukan dalam penyelesaian konflik agraria secara adil dan komprehensif, serta mendorong hadirnya kepastian hukum bagi seluruh pihak. (ovi/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) melalui panitia khusus (pansus) menggelar rapat bersama tim penyusun rancangan peraturan daerah (raperda) dari pihak eksekutif, Senin (14/4/2025).

Bertempat di Ruang Rapat Gabungan DPRD Kalteng, pembahasan kali ini difokuskan pada penyusunan regulasi penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan yang dinilai makin mendesak.

Anggota Pansus DPRD Kalteng, Lohing Simon, menyebut perda ini sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang kerap terjebak dalam konflik lahan yang berkepanjangan.

“Ini sangat penting dan mendesak. Kita dorong agar perda ini tidak berlarut-larut. Lebih cepat selesai dibahas, lebih baik. Kalau bisa, rampung sebelum tahun ini berakhir,” tegasnya.

Lohing juga menyinggung soal isu serius terkait konflik lahan di kawasan Jalan Badak dan Jalan Hiu Putih, Palangka Raya. Menurutnya, DPRD Kalteng telah menerima laporan dari kelompok warga mengenai 2.000 sertifikat tanah yang dipermasalahkan.

Baca Juga :  Tebar Kebaikan di Tahun Baru Islam 1445 Hijriah

“Masalah ini sudah kami terima dan kini tengah disusun langkah-langkah mediasi. Namun, perlu ditegaskan bahwa tidak ada pansus untuk menangani kasus ini. DPRD hanya berperan sebagai fasilitator berdasarkan fakta legalitas yang sah,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, permasalahan ini bahkan telah diputuskan di tingkat Mahkamah Agung (MA), yang menyatakan bahwa sertifikat-sertifikat tersebut sah dan pemiliknya jelas. Namun ironis, proses eksekusi belum juga dapat dilaksanakan hingga saat ini.

“BPN yang seharusnya memberikan kepastian hukum, justru tidak bisa menindaklanjuti. Ini yang menjadi keprihatinan kami. DPRD punya tugas moral untuk menanyakan langsung ke pihak-pihak terkait yang berwenang untuk menyelesaikan masalah ini. Tugas kami hanya memfasilitasi. Mudah-mudahan ini bisa direspons, karena ini merupakan keinginan masyarakat yang disampaikan melalui kami,” tambahnya.

Baca Juga :  Perhatikan Petani Food Estate Belanti Siam

Di sisi lain, Pelaksana Harian Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra) Setda Kalteng, Maskur, yang juga turut menghadiri rapat itu, menegaskan bahwa konflik pertanahan di Kalteng tidak hanya melibatkan antarwarga, tetapi juga antara warga dan perusahaan-perusahaan perkebunan besar.

“Perda ini merupakan inisiatif strategis DPRD Kalteng untuk mengurai benang kusut konflik pertanahan yang telah berlangsung lama. Kami dari eksekutif mendukung penuh, tetapi saat ini masih diperlukan pembahasan lebih lanjut terkait substansi draf perda ini,” kata Maskur.

Keberadaan perda ini diharapkan mampu menjadi rujukan dalam penyelesaian konflik agraria secara adil dan komprehensif, serta mendorong hadirnya kepastian hukum bagi seluruh pihak. (ovi/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/