Kamis, Mei 8, 2025
23.6 C
Palangkaraya

Konflik Manusia Dengan Buaya di Sampit Meningkat, Ini Saran Wakil Rakyat

SAMPIT-Dalam lima bulan terakhir, tercatat empat kasus serangan buaya terhadap warga, sebagian menyebabkan luka berat, bahkan kehilangan nyawa. Kondisi ini menjadi perhatian serius kalangan legislatif.

Ketua Komisi I DPRD Kotim, Angga Aditya Nugraha, menilai konflik antara manusia dan buaya sudah berada pada tahap mengkhawatirkan.

Ia mendorong agar pemerintah daerah tidak lagi menunda rencana pembangunan penangkaran buaya yang selama ini hanya sebatas wacana.

“Kami minta pemerintah daerah segera berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan untuk merealisasikan penangkaran. Ini penting sebagai langkah konservasi sekaligus mencegah konflik yang terus terjadi,” ujar Angga, Rabu (7/5/2025).

Ia menyebut, selain sebagai solusi jangka panjang, penangkaran juga dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata edukatif yang memberi manfaat bagi masyarakat dan daerah.

Baca Juga :  Tingkatkan Pelestarian Budaya Daerah Melalui Sekolah

Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sampit menunjukkan tren peningkatan serangan buaya dari tahun ke tahun. Masyarakat yang beraktivitas di perairan seperti nelayan dan petani lahan basah menjadi kelompok paling rentan.

“Kami juga meminta agar dilakukan pendataan ulang populasi buaya. Langkah ini penting sebagai dasar dalam menyusun kebijakan mitigasi yang tepat,” tambah Angga.

DPRD Kotim berharap adanya keterlibatan aktif seluruh pihak, termasuk lembaga konservasi, agar penanganan konflik satwa liar ini berjalan lebih terarah dan berkelanjutan. (mif)

SAMPIT-Dalam lima bulan terakhir, tercatat empat kasus serangan buaya terhadap warga, sebagian menyebabkan luka berat, bahkan kehilangan nyawa. Kondisi ini menjadi perhatian serius kalangan legislatif.

Ketua Komisi I DPRD Kotim, Angga Aditya Nugraha, menilai konflik antara manusia dan buaya sudah berada pada tahap mengkhawatirkan.

Ia mendorong agar pemerintah daerah tidak lagi menunda rencana pembangunan penangkaran buaya yang selama ini hanya sebatas wacana.

“Kami minta pemerintah daerah segera berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan untuk merealisasikan penangkaran. Ini penting sebagai langkah konservasi sekaligus mencegah konflik yang terus terjadi,” ujar Angga, Rabu (7/5/2025).

Ia menyebut, selain sebagai solusi jangka panjang, penangkaran juga dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata edukatif yang memberi manfaat bagi masyarakat dan daerah.

Baca Juga :  Tingkatkan Pelestarian Budaya Daerah Melalui Sekolah

Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sampit menunjukkan tren peningkatan serangan buaya dari tahun ke tahun. Masyarakat yang beraktivitas di perairan seperti nelayan dan petani lahan basah menjadi kelompok paling rentan.

“Kami juga meminta agar dilakukan pendataan ulang populasi buaya. Langkah ini penting sebagai dasar dalam menyusun kebijakan mitigasi yang tepat,” tambah Angga.

DPRD Kotim berharap adanya keterlibatan aktif seluruh pihak, termasuk lembaga konservasi, agar penanganan konflik satwa liar ini berjalan lebih terarah dan berkelanjutan. (mif)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/