SAMPIT-Kasus dugaan kriminalisasi terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kembali mencuat. Kali ini terjadi di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Seorang pelaku usaha lokal, Suwandi, tengah menjalani proses hukum hanya karena produk olahan makanan beku miliknya tidak memiliki izin edar tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa.
Situasi ini memicu sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotim yang menilai pendekatan hukum semacam itu tidak seharusnya terjadi.
Pelaku UMKM di Sampit Dijerat Hukum seperti Toko Mama Khas Banjar
Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim, Muhammad Abadi, menyampaikan kekecewaannya atas langkah hukum yang diambil terhadap pelaku UMKM Toko Frozen Food Abadi yang dinilai hanya kurang memahami aturan perizinan.
Ia menegaskan, alih-alih diproses secara pidana, pelaku UMKM seharusnya dibimbing dan didampingi.
“Persoalan ini seharusnya bisa dicegah jika pembinaan berjalan. Pemerintah daerah harus hadir memberi edukasi, bukan membiarkan pelaku usaha lokal masuk ke ruang tahanan karena ketidaktahuan,” tegas Abadi.
Menurutnya, tanggung jawab atas kasus ini tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada pelaku usaha. Ia mendesak dinas teknis terkait untuk lebih aktif dalam melakukan pendampingan dan sosialisasi menyeluruh, termasuk perihal izin edar dan label produk.
“Kalau pembinaan dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan, saya yakin tidak akan ada lagi pelaku UMKM yang harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Ini tanggung jawab bersama,” lanjutnya.
Abadi menekankan pentingnya fungsi jemput bola dari dinas-dinas terkait agar pelaku UMKM yang belum legal bisa dibantu menuju legalitas usaha. Ia juga mempertanyakan efektivitas program perlindungan dan pemberdayaan UMKM yang selama ini dijalankan pemerintah daerah.
“Banyak regulasi yang katanya pro UMKM. Tapi kalau implementasinya lemah dan hanya sebatas formalitas, itu namanya gagal melindungi,” ujar politisi PKB tersebut.
Kasus serupa sebelumnya juga terjadi di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, saat pemilik Toko Mama Khas Banjar, Firly Norachim, dijerat hukum karena tidak mencantumkan label kedaluwarsa pada produk makanannya. Kini, hal yang sama menimpa Suwandi, pemilik Toko Frozen Abadi di Sampit.
Menurut berkas perkara yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum Restyana Widianingsih, kasus ini bermula dari inspeksi oleh Subdit 1/Indag Ditreskrimsus Polda Kalteng pada 15 November 2024. Petugas menemukan produk olahan makanan beku di Toko Frozen Abadi yang tidak mencantumkan informasi tanggal produksi dan kedaluwarsa.
Produk tersebut merupakan hasil produksi rumahan dari dapur milik Suwandi sendiri, yang sudah menjalankan usaha sejak 2017 dan memiliki Surat Izin Tempat Usaha sejak 2021. Meski demikian, jaksa tetap menjeratnya dengan Pasal 142 jo Pasal 91 Ayat (1) UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, sebagaimana diubah oleh UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Kini, Suwandi menanti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Sampit yang dijadwalkan digelar dalam waktu dekat.
Muhammad Abadi berharap agar kejadian ini menjadi pelajaran bagi seluruh pihak. Ia mendesak agar kasus Suwandi menjadi yang terakhir dan mendorong reformasi dalam perlakuan hukum terhadap UMKM.
“Negara tidak boleh kalah oleh sistemnya sendiri. UMKM tulang punggung ekonomi, bukan sasaran kriminalisasi,” pungkasnya.(bah)