Senin, November 25, 2024
26.6 C
Palangkaraya

Tiga Kali Mediasi, Masalah Lahan di Jalan Badak Lurus Belum Ada Titik Terang

PALANGKA RAYA-Mediasi antara pihak Gideon dan Agus Toni dengan pihak Gereja HKBP terkait lahan di Jalan Badak Lurus belum menemui titik terang. Meskipun sudah tiga kali mediasi, persoalan lahan ini masih juga buntu. Mediasi yang ketiga dilakukan di Aula Kelurahan Bukit Tunggal, Selasa (16/11).

Pada mediasi itu, pihak Gideon dan Agus ingin empat kaveling untuk diganti rugi masing-masing senilai Rp150 juta. Tetapi pihak Gereja HKBP hanya bersedia memberikan tali asih senilai Rp20 juta per kaveling. Lurah Bukit Tunggal Subhan Noor menyarankan agar kedua belah pihak tetap berupaya mencapai kesepakatan.

“Silakan cari nilai tengahnya atau dari NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak). Turunkan atau naikkan. Ini kan bukan jual beli tapi tali asih,” jelas Subhan usai mediasi.

Pihak HKBP beberapa waktu lalu mengklaim telah membeli tanah berdasar Surat Keterangan Tanah (SKT) pada tahun 1996, dan ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama gereja tahun 1998. Sedangkan Gideon dan Agus berdasar Surat Garap tahun 1983 dan ditingkatkan menjadi SKT tahun 2007. Selain itu Gideon mengaku membuat pondasi rumahnya di lahan itu, tapi telah diuruk dengan tanah oleh pihak lain.

Baca Juga :  Dukung Gerakan Ekonomi Hijau, BSI Kampanyekan Zero Waste di Yogyakarta

Bila kedua belah pihak masih bersikeras dan belum menemukan titik temu, lurah mempersilakan agar mereka mengambil langkah hukum berupa gugatan ke pengadilan.

“Kasus ini bukan antara gereja per gereja, tetapi perkara Gereja HKBP Letare dan personal yakni Pak Gideon dan kawan-kawan,” jelasnya.

Kuasa Pendamping dari Gideon dan Agus yakni Men Gumpul membantah isu pihaknya menghalangi ibadah jemaat HKBP, dan dia juga menyesalkan pencabutan patok dan spanduk milik Gideon secara sepihak.

“Janganlah mendewakan sertifikat. Harus dilihat asal usul surat tersebut benar atau tidak penerbitannya,” ucap Gumpul.

Ketua Satgas Anti Mafia Tanah Kalteng Watch itu meyakini dokumen tanah milik Gideon dan Agus dapat ditelusuri asal usulnya sesuai peraturan yang berlaku. “Kami masih membuka diri kok, bila pihak Gereja HKBP mau mediasi dan nantinya ada ganti rugi atau tali asih yang wajar,” kata Gumpul. Sementara itu saat diwawancarai awak media usai mediasi di kelurahan Bukit Tunggal, Darwin Manurung selaku Pendeta HKBP Letare menyatakan bahwa dirinya baru diangkat sebagai pendeta di HKBP Letare seminggu yang lalu, sehingga tidak terlalu mengetahui permasalahan awal terkait tanah tersebut. Untuk itu, ia pun menolak memberi tanggapan terkait mediasi. (dha-KPFM)

Baca Juga :  Kanwil Kemenkumham Kalteng Laksanakan Desiminasi Layanan Partai Politik

PALANGKA RAYA-Mediasi antara pihak Gideon dan Agus Toni dengan pihak Gereja HKBP terkait lahan di Jalan Badak Lurus belum menemui titik terang. Meskipun sudah tiga kali mediasi, persoalan lahan ini masih juga buntu. Mediasi yang ketiga dilakukan di Aula Kelurahan Bukit Tunggal, Selasa (16/11).

Pada mediasi itu, pihak Gideon dan Agus ingin empat kaveling untuk diganti rugi masing-masing senilai Rp150 juta. Tetapi pihak Gereja HKBP hanya bersedia memberikan tali asih senilai Rp20 juta per kaveling. Lurah Bukit Tunggal Subhan Noor menyarankan agar kedua belah pihak tetap berupaya mencapai kesepakatan.

“Silakan cari nilai tengahnya atau dari NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak). Turunkan atau naikkan. Ini kan bukan jual beli tapi tali asih,” jelas Subhan usai mediasi.

Pihak HKBP beberapa waktu lalu mengklaim telah membeli tanah berdasar Surat Keterangan Tanah (SKT) pada tahun 1996, dan ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama gereja tahun 1998. Sedangkan Gideon dan Agus berdasar Surat Garap tahun 1983 dan ditingkatkan menjadi SKT tahun 2007. Selain itu Gideon mengaku membuat pondasi rumahnya di lahan itu, tapi telah diuruk dengan tanah oleh pihak lain.

Baca Juga :  Dukung Gerakan Ekonomi Hijau, BSI Kampanyekan Zero Waste di Yogyakarta

Bila kedua belah pihak masih bersikeras dan belum menemukan titik temu, lurah mempersilakan agar mereka mengambil langkah hukum berupa gugatan ke pengadilan.

“Kasus ini bukan antara gereja per gereja, tetapi perkara Gereja HKBP Letare dan personal yakni Pak Gideon dan kawan-kawan,” jelasnya.

Kuasa Pendamping dari Gideon dan Agus yakni Men Gumpul membantah isu pihaknya menghalangi ibadah jemaat HKBP, dan dia juga menyesalkan pencabutan patok dan spanduk milik Gideon secara sepihak.

“Janganlah mendewakan sertifikat. Harus dilihat asal usul surat tersebut benar atau tidak penerbitannya,” ucap Gumpul.

Ketua Satgas Anti Mafia Tanah Kalteng Watch itu meyakini dokumen tanah milik Gideon dan Agus dapat ditelusuri asal usulnya sesuai peraturan yang berlaku. “Kami masih membuka diri kok, bila pihak Gereja HKBP mau mediasi dan nantinya ada ganti rugi atau tali asih yang wajar,” kata Gumpul. Sementara itu saat diwawancarai awak media usai mediasi di kelurahan Bukit Tunggal, Darwin Manurung selaku Pendeta HKBP Letare menyatakan bahwa dirinya baru diangkat sebagai pendeta di HKBP Letare seminggu yang lalu, sehingga tidak terlalu mengetahui permasalahan awal terkait tanah tersebut. Untuk itu, ia pun menolak memberi tanggapan terkait mediasi. (dha-KPFM)

Baca Juga :  Kanwil Kemenkumham Kalteng Laksanakan Desiminasi Layanan Partai Politik

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/