Kamis, Maret 20, 2025
23.4 C
Palangkaraya

Pemerintah Alokasikan Rp3 Triliun untuk Cetak Sawah di Kalteng, Apakah Sukses?

 PALANGKA RAYA-Kalimantan Tengah (Kalteng) makin diperhitungkan sebagai salah satu wilayah strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

Menteri Pertanian (Mentan) RI Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp3 triliun untuk program cetak sawah seluas 70.000 hektare di wilayah Kalteng.

Jika program ini berjalan sesuai rencana, kata Andi Amran Sulaiman, maka Kalteng berpotensi menghasilkan hingga 1 juta ton beras. Jumlah produksi ini tidak hanya mencukupi kebutuhan pangan di daerah, tetapi juga dapat menyuplai provinsi lain di Indonesia, sehingga memperkuat ketahanan pangan nasional.

“Potensi Kalimantan Tengah luar biasa besar. Dengan anggaran Rp3 triliun untuk cetak sawah, daerah ini bisa menjadi lumbung pangan nasional. Jika ini berhasil, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga bisa memasok ke provinsi lain,” kata Amran Sulaiman saat diwawancarai awak media, Rabu (19/3/2025).

Pemerintah terus mendorong optimalisasi lahan dan modernisasi pertanian, guna memastikan produksi beras dalam negeri makin meningkat. Program ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk mengurangi ketergantungan impor dan menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia.

Untuk memastikan keberhasilan program ini, lanjutnya, Kementerian Pertanian menerapkan evaluasi ketat secara harian, mingguan, dan bulanan. Dari target nasional 100.000 hektare cetak sawah, saat ini 53.000 hektare sudah terealisasi. Namun, Mentan menegaskan bahwa tidak ada kompromi bagi daerah yang lamban dalam pelaksanaan program ini.

Baca Juga :  Satu Mobil dan Empat Motor Ludes

“Kami terus mengevaluasi progres di tiap kabupaten. Jika ada yang tidak serius dan tidak menunjukkan perkembangan, maka kuotanya akan kami cabut dan dialihkan ke daerah lain yang lebih siap,” tegasnya.

Langkah ini diambil agar setiap rupiah yang diinvestasikan, benar-benar digunakan untuk meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani. Jika Kalteng mampu merealisasikan seluruh target cetak sawah, maka provinsi ini berpotensi menjadi salah satu produsen beras terbesar di luar Pulau Jawa.

Selain mendorong produksi, Mentan juga menyoroti permasalahan harga gabah kering giling (GKG) yang masih rendah di Kalteng. Ia mengambil langkah tegas dengan mencopot pimpinan Bulog yang dinilai tidak mampu mengelola stabilitas harga dengan baik.

“Ini adalah arahan langsung dari Presiden. Harga GKG sudah ditetapkan di angka Rp6.500 per kilogram. Jika ada yang menjual di bawah itu, Bulog harus turun tangan. Tidak ada alasan bagi petani untuk terus merugi,” ucapnya.

Sebagai bukti keseriusan pemerintah, serapan beras oleh Bulog tahun ini mengalami lonjakan drastis. Jika pada periode Januari hingga Maret tahun lalu hanya 30.000 ton yang terserap, maka tahun ini angkanya melonjak hingga 390.000 ton, meningkat lebih dari 1.000 persen.

Baca Juga :  Peradah Kalteng Gaungkan Pilkada Kalteng yang Aman, Damai & Sejuk

“Sekarang Bulog jauh lebih aktif dalam menyerap beras petani. Ini langkah konkret untuk memastikan harga tetap stabil dan petani mendapatkan keuntungan yang layak,” tambahnya.

Mentan juga menyebut sektor pertanian di Indonesia sedang mengalami transformasi besar-besaran. Pemerintah mengubah pendekatan dari sistem pertanian tradisional ke modern melalui penggunaan teknologi dan mekanisasi pertanian.

“Dahulu pertanian masih dikelola secara konvensional. Sekarang kita ubah menjadi sistem modern yang lebih efisien dan produktif,” katanya.

Dengan pendekatan ini, produksi pertanian diharapkan makin meningkat, biaya operasional berkurang, dan petani mendapatkan hasil yang lebih optimal.

Tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi, Mentan juga menekankan pentingnya stabilitas harga pangan. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah mendorong pembentukan koperasi pertanian di tiap desa, yang akan menjadi perantara langsung antara petani dan konsumen.

“Satu desa, satu koperasi. Ini adalah solusi jangka panjang agar petani mendapatkan harga yang layak dan konsumen tidak terbebani harga tinggi,” jelasnya.

Langkah ini bertujuan untuk mengurangi rantai distribusi pangan, sehingga harga di tingkat petani lebih tinggi, sementara harga di tingkat konsumen tetap terjangkau.(zia/*afa/ce/ala)

 PALANGKA RAYA-Kalimantan Tengah (Kalteng) makin diperhitungkan sebagai salah satu wilayah strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

Menteri Pertanian (Mentan) RI Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp3 triliun untuk program cetak sawah seluas 70.000 hektare di wilayah Kalteng.

Jika program ini berjalan sesuai rencana, kata Andi Amran Sulaiman, maka Kalteng berpotensi menghasilkan hingga 1 juta ton beras. Jumlah produksi ini tidak hanya mencukupi kebutuhan pangan di daerah, tetapi juga dapat menyuplai provinsi lain di Indonesia, sehingga memperkuat ketahanan pangan nasional.

“Potensi Kalimantan Tengah luar biasa besar. Dengan anggaran Rp3 triliun untuk cetak sawah, daerah ini bisa menjadi lumbung pangan nasional. Jika ini berhasil, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga bisa memasok ke provinsi lain,” kata Amran Sulaiman saat diwawancarai awak media, Rabu (19/3/2025).

Pemerintah terus mendorong optimalisasi lahan dan modernisasi pertanian, guna memastikan produksi beras dalam negeri makin meningkat. Program ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk mengurangi ketergantungan impor dan menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia.

Untuk memastikan keberhasilan program ini, lanjutnya, Kementerian Pertanian menerapkan evaluasi ketat secara harian, mingguan, dan bulanan. Dari target nasional 100.000 hektare cetak sawah, saat ini 53.000 hektare sudah terealisasi. Namun, Mentan menegaskan bahwa tidak ada kompromi bagi daerah yang lamban dalam pelaksanaan program ini.

Baca Juga :  Satu Mobil dan Empat Motor Ludes

“Kami terus mengevaluasi progres di tiap kabupaten. Jika ada yang tidak serius dan tidak menunjukkan perkembangan, maka kuotanya akan kami cabut dan dialihkan ke daerah lain yang lebih siap,” tegasnya.

Langkah ini diambil agar setiap rupiah yang diinvestasikan, benar-benar digunakan untuk meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani. Jika Kalteng mampu merealisasikan seluruh target cetak sawah, maka provinsi ini berpotensi menjadi salah satu produsen beras terbesar di luar Pulau Jawa.

Selain mendorong produksi, Mentan juga menyoroti permasalahan harga gabah kering giling (GKG) yang masih rendah di Kalteng. Ia mengambil langkah tegas dengan mencopot pimpinan Bulog yang dinilai tidak mampu mengelola stabilitas harga dengan baik.

“Ini adalah arahan langsung dari Presiden. Harga GKG sudah ditetapkan di angka Rp6.500 per kilogram. Jika ada yang menjual di bawah itu, Bulog harus turun tangan. Tidak ada alasan bagi petani untuk terus merugi,” ucapnya.

Sebagai bukti keseriusan pemerintah, serapan beras oleh Bulog tahun ini mengalami lonjakan drastis. Jika pada periode Januari hingga Maret tahun lalu hanya 30.000 ton yang terserap, maka tahun ini angkanya melonjak hingga 390.000 ton, meningkat lebih dari 1.000 persen.

Baca Juga :  Peradah Kalteng Gaungkan Pilkada Kalteng yang Aman, Damai & Sejuk

“Sekarang Bulog jauh lebih aktif dalam menyerap beras petani. Ini langkah konkret untuk memastikan harga tetap stabil dan petani mendapatkan keuntungan yang layak,” tambahnya.

Mentan juga menyebut sektor pertanian di Indonesia sedang mengalami transformasi besar-besaran. Pemerintah mengubah pendekatan dari sistem pertanian tradisional ke modern melalui penggunaan teknologi dan mekanisasi pertanian.

“Dahulu pertanian masih dikelola secara konvensional. Sekarang kita ubah menjadi sistem modern yang lebih efisien dan produktif,” katanya.

Dengan pendekatan ini, produksi pertanian diharapkan makin meningkat, biaya operasional berkurang, dan petani mendapatkan hasil yang lebih optimal.

Tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi, Mentan juga menekankan pentingnya stabilitas harga pangan. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah mendorong pembentukan koperasi pertanian di tiap desa, yang akan menjadi perantara langsung antara petani dan konsumen.

“Satu desa, satu koperasi. Ini adalah solusi jangka panjang agar petani mendapatkan harga yang layak dan konsumen tidak terbebani harga tinggi,” jelasnya.

Langkah ini bertujuan untuk mengurangi rantai distribusi pangan, sehingga harga di tingkat petani lebih tinggi, sementara harga di tingkat konsumen tetap terjangkau.(zia/*afa/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/