Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Hujan Turun saat Peresmian meski Cuaca Terang

Setelah sedikit berbincang, barulah saya tahu bahwa perempuan yang memperkenalkan dirinya dengan nama Inggrid Liono itu merupakan perintis berdirinya Vihara Avalokitesvara. Ia menceritakan bagaimana awal keinginannya mendirikan tempat ibadah itu. Agar bisa membeli tanah untuk dibangunkan tempat ibadah, dilakukan penggalangan dana. Setelah melalui proses pembangunan, akhirnya tempat ibadah itu diresmikan 27 tahun yang lalu.

Inggrid menceritakan, ia merupakan perantau dari provinsi tetangga (Kalimantan Selatan) pada tahun 1988 lalu. Ketika pertama datang ke Kota Cantik ini, ia tidak melihat satu pun tempat ibadah agama yang dianutnya. Saat itu umat Buddha di Palangka Raya hanya sedikit jumlahnya. Tidak sampai 10 orang.

“Meski demikian, saya tetap berkeinginan agar di Palangka Raya ini ada tempat beribadah untuk umat agama kami,” katanya.

Baca Juga :  Fokus Tingkatkan Status Jadi BLU, Menuju PTN Kelas Dunia

Seiring berjalannya waktu, ia mengetahui ada orang yang menjual tanah dengan harga terjangkau, yakni Rp19 juta. Lalu ia mengajak teman-temannya untuk patungan. “Dana untuk membeli tanah vihara ini dikumpulkan dari umat yang tidak sampai 10 orang saat itu, tapi akhirnya tanah itu pun bisa dibeli,” ucapnya kepada Kalteng Pos.

Meski sudah ada tanah, tapi dana untuk membangun vihara belum ada. Inggrid pun mengajak sesama umat patungan mengumpulkan dana. Selain itu, dana dikumpulkan juga dari luar kota. Kala itu Inggrid bahkan rela pergi ke Pangkalan Bun hanya untuk mencari dana pembangunan vihara.

“Setelah beli tanah, tidak langsung bangun vihara, saya pernah ke Pangkalan Bun mencari dana ke beberapa umat Buddha di sana,” bebernya.

Baca Juga :  Dinas PUPR Kalteng Menyiagakan Satgas dan Bangun 15 Posko Nataru

Setelah sedikit berbincang, barulah saya tahu bahwa perempuan yang memperkenalkan dirinya dengan nama Inggrid Liono itu merupakan perintis berdirinya Vihara Avalokitesvara. Ia menceritakan bagaimana awal keinginannya mendirikan tempat ibadah itu. Agar bisa membeli tanah untuk dibangunkan tempat ibadah, dilakukan penggalangan dana. Setelah melalui proses pembangunan, akhirnya tempat ibadah itu diresmikan 27 tahun yang lalu.

Inggrid menceritakan, ia merupakan perantau dari provinsi tetangga (Kalimantan Selatan) pada tahun 1988 lalu. Ketika pertama datang ke Kota Cantik ini, ia tidak melihat satu pun tempat ibadah agama yang dianutnya. Saat itu umat Buddha di Palangka Raya hanya sedikit jumlahnya. Tidak sampai 10 orang.

“Meski demikian, saya tetap berkeinginan agar di Palangka Raya ini ada tempat beribadah untuk umat agama kami,” katanya.

Baca Juga :  Fokus Tingkatkan Status Jadi BLU, Menuju PTN Kelas Dunia

Seiring berjalannya waktu, ia mengetahui ada orang yang menjual tanah dengan harga terjangkau, yakni Rp19 juta. Lalu ia mengajak teman-temannya untuk patungan. “Dana untuk membeli tanah vihara ini dikumpulkan dari umat yang tidak sampai 10 orang saat itu, tapi akhirnya tanah itu pun bisa dibeli,” ucapnya kepada Kalteng Pos.

Meski sudah ada tanah, tapi dana untuk membangun vihara belum ada. Inggrid pun mengajak sesama umat patungan mengumpulkan dana. Selain itu, dana dikumpulkan juga dari luar kota. Kala itu Inggrid bahkan rela pergi ke Pangkalan Bun hanya untuk mencari dana pembangunan vihara.

“Setelah beli tanah, tidak langsung bangun vihara, saya pernah ke Pangkalan Bun mencari dana ke beberapa umat Buddha di sana,” bebernya.

Baca Juga :  Dinas PUPR Kalteng Menyiagakan Satgas dan Bangun 15 Posko Nataru

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/