Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Pemprov Menjamin Iklim Investasi di Sektor Perkebunan Berjalan Berkelanjutan

PALANGKA RAYA- Sosialisasi peraturan terkait kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dilaksanakan, Rabu (26/10/2022). Kegiatan itu dihadiri semua pemangku kepentingan. Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Kalteng Leonard S Ampung mewakili Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng H Nuryakin berkesempatan membuka kegiatan tersebut.

Dalam sambutannya, Leo menyampaikan, komoditas kelapa sawit merupakan komoditas unggulan di Provinsi Kalteng. Peluang dan prospeknya ke depan sangat besar dan menjanjikan. Akan tetapi, hendaknya perkebunan kelapa sawit ini sendiri mempunyai aturan-aturan dan batasan dalam pelaksanaannya di lapangan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemprov untuk mengatur dan memperbaiki pelaksanaan pembangunan perkebunan agar dapat terlaksana secara berkelanjutan yang memenuhi aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya.

Yang dimaksud telah dilakukan upaya oleh Pemprov Kalteng adalah dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan beserta peraturan turunannya seperti Pergub Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Kemitraan Usaha Perkebunan, Pergub dan Keputusan Gubernur Kalteng Tentang Penanganan dan Penyelesaiaan Konflik Usaha Perkebunan di Kalteng.

“Dengan adanya peraturan daerah dan peraturan turunannya ini, diharapkan akan terakomodir kebutuhan seluruh pemangku kepentingan guna menjamin iklim investasi yang baik,“kata Leo.

Leonard menjelaskan, kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar perkebunan oleh perusahaan perkebunan merupakan tuntutan konstitusi.  Kewajiban yang bersifat Mandatory tersebut harus dilaksanakan oleh perusahaan pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP).

“Kewajiban pembangunan  kebun  masyarakat sebesar 20 persen dari luas IUP didasarkan pada Pasal 58 UU Perkebunan Nomor 39 tahun 2014,” ucapnya.

Leo menuturkan pada wawancaranya terkait dengan permasalahan mengenai realisasi pelaksanaan kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar oleh perusahaan perkebunan, berbagai upaya sudah dilakukan.

Baca Juga :  Tingkatkan Kapasitas dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

“Mewajibkan semua perkebunan besar di Kalteng untuk merealisasikan pembangunan kebun untuk masyarakat, khususnya yang sudah terbangun setelah tahun 2007, sementara perkebunan yang sudah memiliki HGU sebelum tahun tersebut diwajibkan melakukan kegiatan ekonomi produktif dan bermitra dengan masyarakat baik melalui program CSR dan program lainnya,”ungkapnya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rizky Badjuri dalam laporannya mengatakan belum semua perkebunan besar di Kalteng merealisasikan pembangunan kebun masyarakat sekitar minimal 20 persen dari luas lahan.

Plt Kadisbun Provinsi Kalteng Rizky R. Badjuri menjelaskan, peraturan menteri pertanian nomor 18 tahun 2021 tentang fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar merupakan turunan pp nomor 26 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang pertanian yang merupakan turunan uu nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja. Dimana perusahaan perkebunan diwajibkan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20 persen.

“Berbagai kendala dan permasalahan memang masih ada terlihat di lapangan. Ketentuan plasma 20 persen masih terdapat multitafsir dari berbagai pihak khususnya yang berkaitan ketersediaan dan alokasi lahan, bentuk fasilitasi pembangunan, maupun kewajiban sesuai tahun perizinan perusahaan perkebunan diberikan,”ungkapnya.

Di tempat yang sama, Ketua GAPKI Provinsi Kalteng Dwi Dharmawan pada wawancaranya menuturkan, pada perinsipnya pelaku usaha kelapa sawit mengharapkan dukungan dari semua stakeholder. Termasuk masyarakat pemerintah daerah di Kalteng untuk bisa mengoptimalkan pembangunan masyarakat.

“Komitmen kami untuk bisa memenuhi 20 persen porsi kemitraan masyarakat. Program ini kita akan diskusi, sangat bagus terutama solusi solusi mengenai kesiapan lahan di Kalteng,” tambahnya.

Baca Juga :  Camat Lurah Harus Aktif Sosialisasi Prokes

Selama ini memang tataruang cukup sulit untuk mngembangkan perkebunan kelapa sawit. GAPKI Kalteng mendukung bagaimana untuk mendapatkan solusi terbaik kemitraan kebun kelapa sawit berjalan sesuai regulasi yang ada.

“GAPKI hanya mengikuti regulasi yang sudah ada terutama ada PP ada permentan dimana memang mandatori 20 persen kebun masyarakat,”ucapnya.

Awak media berkesempatan mewawancara Aziz Hidayat selaku Ketua Tata Ruang dan Agraria GAPKI Pusat pada saat acara telah berakhir. 20 persen itu kembali ke undang-undang. Yang mana saat ini yang sedang di matangkan adalah nilai optimum yang untuk acuan wajib fasilitasi berapa nilainya.

“Besaran nilainya ini yang masih menunggu dari dirjen perkebunan penetapan nilai optimum produksi, yang penting dalam peraturan itu ada konsistensi dan harmonisasi,”ucapnya.

Penekanannya SPKM hanya diberikan sekali kewajibannya. Jika memang perusahaan memiliki HGU 1000 hektare dia wajibnya 200 hektare nanti. Nnilai optimumnya yang ditetapkan berapa persatu hektarnya.

“Nilai 20 persen itu bukan hanya berupa perkebunan, namun bisa juga dialihkan menjadi bentuk lain seperti perternakan dan perikanan. Satu persepsi ini misalnya pembangunan kebun masyarakat yang saat ini ternyata tidak harus dalam bentuk kebun, itu fasilitasi dengan berbagai pola. Misal pola bagi hasil. Kita rembuk bareng enak kita cari solusi, ini juga tergantung kesanggupan perusahaan bisa dilaksanakan dalam beberapa tahun, dan inilah pentingnya kesepakatan,” katanya panjang.(irj/ram)

PALANGKA RAYA- Sosialisasi peraturan terkait kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dilaksanakan, Rabu (26/10/2022). Kegiatan itu dihadiri semua pemangku kepentingan. Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Kalteng Leonard S Ampung mewakili Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng H Nuryakin berkesempatan membuka kegiatan tersebut.

Dalam sambutannya, Leo menyampaikan, komoditas kelapa sawit merupakan komoditas unggulan di Provinsi Kalteng. Peluang dan prospeknya ke depan sangat besar dan menjanjikan. Akan tetapi, hendaknya perkebunan kelapa sawit ini sendiri mempunyai aturan-aturan dan batasan dalam pelaksanaannya di lapangan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemprov untuk mengatur dan memperbaiki pelaksanaan pembangunan perkebunan agar dapat terlaksana secara berkelanjutan yang memenuhi aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya.

Yang dimaksud telah dilakukan upaya oleh Pemprov Kalteng adalah dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan beserta peraturan turunannya seperti Pergub Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Kemitraan Usaha Perkebunan, Pergub dan Keputusan Gubernur Kalteng Tentang Penanganan dan Penyelesaiaan Konflik Usaha Perkebunan di Kalteng.

“Dengan adanya peraturan daerah dan peraturan turunannya ini, diharapkan akan terakomodir kebutuhan seluruh pemangku kepentingan guna menjamin iklim investasi yang baik,“kata Leo.

Leonard menjelaskan, kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar perkebunan oleh perusahaan perkebunan merupakan tuntutan konstitusi.  Kewajiban yang bersifat Mandatory tersebut harus dilaksanakan oleh perusahaan pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP).

“Kewajiban pembangunan  kebun  masyarakat sebesar 20 persen dari luas IUP didasarkan pada Pasal 58 UU Perkebunan Nomor 39 tahun 2014,” ucapnya.

Leo menuturkan pada wawancaranya terkait dengan permasalahan mengenai realisasi pelaksanaan kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar oleh perusahaan perkebunan, berbagai upaya sudah dilakukan.

Baca Juga :  Tingkatkan Kapasitas dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

“Mewajibkan semua perkebunan besar di Kalteng untuk merealisasikan pembangunan kebun untuk masyarakat, khususnya yang sudah terbangun setelah tahun 2007, sementara perkebunan yang sudah memiliki HGU sebelum tahun tersebut diwajibkan melakukan kegiatan ekonomi produktif dan bermitra dengan masyarakat baik melalui program CSR dan program lainnya,”ungkapnya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rizky Badjuri dalam laporannya mengatakan belum semua perkebunan besar di Kalteng merealisasikan pembangunan kebun masyarakat sekitar minimal 20 persen dari luas lahan.

Plt Kadisbun Provinsi Kalteng Rizky R. Badjuri menjelaskan, peraturan menteri pertanian nomor 18 tahun 2021 tentang fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar merupakan turunan pp nomor 26 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang pertanian yang merupakan turunan uu nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja. Dimana perusahaan perkebunan diwajibkan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20 persen.

“Berbagai kendala dan permasalahan memang masih ada terlihat di lapangan. Ketentuan plasma 20 persen masih terdapat multitafsir dari berbagai pihak khususnya yang berkaitan ketersediaan dan alokasi lahan, bentuk fasilitasi pembangunan, maupun kewajiban sesuai tahun perizinan perusahaan perkebunan diberikan,”ungkapnya.

Di tempat yang sama, Ketua GAPKI Provinsi Kalteng Dwi Dharmawan pada wawancaranya menuturkan, pada perinsipnya pelaku usaha kelapa sawit mengharapkan dukungan dari semua stakeholder. Termasuk masyarakat pemerintah daerah di Kalteng untuk bisa mengoptimalkan pembangunan masyarakat.

“Komitmen kami untuk bisa memenuhi 20 persen porsi kemitraan masyarakat. Program ini kita akan diskusi, sangat bagus terutama solusi solusi mengenai kesiapan lahan di Kalteng,” tambahnya.

Baca Juga :  Camat Lurah Harus Aktif Sosialisasi Prokes

Selama ini memang tataruang cukup sulit untuk mngembangkan perkebunan kelapa sawit. GAPKI Kalteng mendukung bagaimana untuk mendapatkan solusi terbaik kemitraan kebun kelapa sawit berjalan sesuai regulasi yang ada.

“GAPKI hanya mengikuti regulasi yang sudah ada terutama ada PP ada permentan dimana memang mandatori 20 persen kebun masyarakat,”ucapnya.

Awak media berkesempatan mewawancara Aziz Hidayat selaku Ketua Tata Ruang dan Agraria GAPKI Pusat pada saat acara telah berakhir. 20 persen itu kembali ke undang-undang. Yang mana saat ini yang sedang di matangkan adalah nilai optimum yang untuk acuan wajib fasilitasi berapa nilainya.

“Besaran nilainya ini yang masih menunggu dari dirjen perkebunan penetapan nilai optimum produksi, yang penting dalam peraturan itu ada konsistensi dan harmonisasi,”ucapnya.

Penekanannya SPKM hanya diberikan sekali kewajibannya. Jika memang perusahaan memiliki HGU 1000 hektare dia wajibnya 200 hektare nanti. Nnilai optimumnya yang ditetapkan berapa persatu hektarnya.

“Nilai 20 persen itu bukan hanya berupa perkebunan, namun bisa juga dialihkan menjadi bentuk lain seperti perternakan dan perikanan. Satu persepsi ini misalnya pembangunan kebun masyarakat yang saat ini ternyata tidak harus dalam bentuk kebun, itu fasilitasi dengan berbagai pola. Misal pola bagi hasil. Kita rembuk bareng enak kita cari solusi, ini juga tergantung kesanggupan perusahaan bisa dilaksanakan dalam beberapa tahun, dan inilah pentingnya kesepakatan,” katanya panjang.(irj/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/