PALANGKA RAYA-Selain itu, Polda juga berhasil mengungkap kasus tindak pidana bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berupa penyebaran konten asusila anak di bawah umur.
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji mengatakan, pengungkapan kasus ini bermula dari laporan polisi bernomor LP/A/14/11/2025/SPKT.DITKRIMSUSI/Polda Kalimantan Tengah, tertanggal 20 Februari 2025.
Kasus ini melibatkan dua tersangka, yakni NL (17), seorang pelajar asal Sampit yang membuat dan menjual konten asusila dirinya, dan FS (20) berstatus pelajar yang membantu penjualan konten tersebut.
Tim Subdit V/Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Kalteng menemukan aktivitas penjualan konten pornografi anak di media sosial Telegram pada bulan Februari 2025. Penyelidikan yang dilakukan mengarah pada NL yang ditangkap di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah pada 20 Februari 2025.
“Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa NL tidak sendirian dalam melakukan perbuatan tersebut. FS, yang ditangkap di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada tanggal 21 Februari 2025, berperan membantu penjualan konten asusila itu,” ungkap Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji, Senin (28/4/2025).
Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Kalteng Kombes Pol Rimsyahtono menyampaikan, kedua tersangka berhasil meraup keuntungan dari penjualan konten asusila tersebut kurang lebih Rp1.500.000,00 hingga Rp5.000.000,00 dalam waktu satu minggu.
FS ditahan di Dittahti Polda Kalteng, sedangkan NL (masih di bawah umur) dikembalikan kepada orang tua dengan pengawasan dari pihak Bapas dan Dinsos hingga pelimpahan ke jaksa penuntut umum (JPU).
Barang bukti yang diamankan dari kedua tersangka yakni empat unit ponsel, satu akun TikTok, dua akun Telegram, dua akun GoPay, dua akun Dana, dan empat kartu SIM.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal tersebut mengatur tentang larangan menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.
“Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak satu miliar rupiah,” pungkasnya. (irj/ce/ala)