Di balik tenangnya aliran Sungai Mentaya, berdiri sebuah rumah tua berarsitektur kolonial yang menyimpan jejak sejarah penting Kota Sampit. Rumah itu milik Kai Jungkir, tokoh kharismatik yang diyakini memiliki karomah dan menjadi pewaris Datuk Sampit.
MIFTAH, Sampit
SUARA tawa anak-anak memecah keheningan di wilayah padat penduduk Jalan Baamang I, Kecamatan Baamang Tengah, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Tanpa beban, anak-anak itu menyeburkan diri ke sungai mentaya. Pemandangan sore itu sudah biasa terlihat di daerah tersebut. Tepat di seberang anak-anak itu mandi, sebuah rumah dengan arsitektur khas zaman kolonial belanda berdiri kokoh. Rumah itu adalah rumah peninggalan Jungkir bin Sampit atau yang dikenal dengan Kai Jungkir.
Berdiri di atas tiang-tiang kayu ulin setinggi dua meter, rumah yang dibangun sekitar tahun 1946 ini masih mempertahankan bentuk aslinya. Ukirannya khas, penuh makna simbolik, dan pembagian ruangnya mencerminkan kearifan lokal yang sarat nilai spiritual serta sosial.
Bangunan berukuran 9 x 16 meter itu dirancang dengan bentuk segi empat panjang, dilengkapi dengan kamar dan satu ruang tengah luas. Uniknya, rumah ini juga dikenal karena keberadaan ukiran Lam Jalalah pada bagian atas pintu utama simbol keagamaan yang dipercaya bisa menangkal niat jahat yang ingin masuk ke dalam rumah. Sementara ukiran bunga kamboja, kenanga, dan teratai di teras dan tiang pendopo melambangkan harapan akan kedamaian dan perlindungan bagi penghuninya.
Dengan tiang utama yang tertanam sedalam satu meter ke tanah, dibantu oleh puluhan tungket sebagai penopang, Rumah Tua Kai Jungkir mencerminkan kemampuan arsitektur masyarakat tempo dulu yang sangat memahami kondisi geografis Kalimantan yang rawan banjir dan dihuni binatang buas.
Indra Lesmana, Juru pelihara rumah datuk Jungkir menceritakan sepak terjang sosok Kai Jungkir yang tak lepas dari sang ayah di Kota Sampit. Kai Jungkir yang memiliki nama asli Syekh Ali Basyah sendiri merupakan anak dari Datuk Sampit bin Kusin. Datuk Sampit yang lahir pada 2 Mei 1854 menjadi satu dari tujuh orang yang diutus kerajaan Banjar untuk menyebarkan agama Islam dan memperluas wilayah di wilayah Kalimanten Tengah. Datuk Sampit diutus untuk membuka lahan pertama di Kota Sampit.