Jumat, November 22, 2024
25.1 C
Palangkaraya

Terkendala Uang, Pernah Gunakan Tinta Stempel untuk Bahan Latihan

Mengenal Lebih Dekat Hamidinnor, Juara Lomba Kaligrafi Dekorasi

Hasil karya Hamidinnor yang dinilai dewan juri sebagai terbaik

Sejak 2015 mengikuti Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat provinsi, tak pernah meraih juara. Namun tekad dan semangat Hamidinnor tetap pudar. Hingga akhirnya menjadi yang terbaik tahun ini dalam lomba kaligrafi dekorasi.

IRPAN JURAYZ, Palangka Raya

HAMIDINNOR langsung bersujud syukur tatkala namanya disebut oleh panitia yang membacakan hasil perlombaan dari panggung. Peserta dari Kabupaten Murung Raya (Mura) ini berhasil menjadi yang terbaik dalam lomba kaligrafi dekorasi di gelaran MTQ XXX tingkat Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) di Palangka Raya.

Bagi Hamidin – sapaan akrabnya, predikat juara 1 ini menjadi yang pertama kali didapatkannya selama  ikut serta dalam perhelatan MTQ sejak 2015 lalu.

Debutnya pada 2015 lalu di Sukamara, ia hanya menempati posisi juara harapan 2. Selanjutnya tahun 2016 meraih juara harapan 1. Saat MTQ diselenggarakan di Murung Raya tahun 2017, ia pun harus puas dengan memperoleh juara 2. Pada 2018 di Pulang Pisau, ia meraih juara harapan 1. Kemudian tahun 2019 di Palangka Raya, ia hanya menggapai juara 2. “Alhamdulillah, tahun ini bisa menjadi juara 1. Semangat dan tekad saya terbayar, juga bisa mewakili Kalteng mengikuti MTQ tingkat nasional,” ujar remaja kelahiran 24 Oktober 1999 ini kepada Kalteng Pos, beberapa hari lalu.

Dalam menghadapi MTQ tahun ini, Hamidin mempersiapkan diri selama 6 bulan lamanya. Ia harus membagi waktu untuk latihan dan mengerjakan skripsi. Sejak awal tahun ia sudah mempersiapkan diri menghadapi event ini. Dimulai dari desain, kerangka desain, serta tulisan dan peralatan seperti spidol posca, kuas, kuas blok, kuas liss, kuas tulis, pensil, penghapus, dan spidol.

Baca Juga :  Setelah Renovasi, Konstruksi Bangunan Kayu Ulin Tinggal Kenangan

Pemuda yang mendapat gelar sarjana agama di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya ini menceritakan perjalanan singkat mengenal dunia kaligrafi. Menyukai kaligrafi saat masih duduk di kelas VI SDN Laung Tuhup 2, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya. Hamidin kecil diajari pamannya, Budi Ansari, yang juga merupakan pelukis dan kaligrafer. Setelah dianggap mampu, mencoba mengikuti lomba kaligrafi untuk mengasah kemampuan dan mental.

Setelah lulus sekolah dasar, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah pertama di Pondok Pesantren (Ponpes) Nailul Authar di Kabupaten Murung Raya. Selama di ponpes itu ia terus mengasah kemampuan dengan dibimbing Ustaz Sobari selaku pimpinan ponpes.

Selama dua tahun lamanya bersekolah, Sobari terpilih mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan di Ponpes Kaligrafi Al-Qur’an dari Lembaga Kaligrafi (Lemka) Al-Qur’an di Sukabumi, Jawa barat.

Di lembaga itu, pemuda kelahiran Tamban, Kalimantan Selatan (Kalsel) mulia mengenal lebih luas dunia kaligrafi. Perlahan kaidah-kaidah kaligrafi dikuasai. Meliputi naskhi, thsuluts, farisi, diwani, diwani jali, riq’ah, dan kufi. Ia juga belajar empat mashab kaligrafi, yakni naskah, mushaf, dekorasi, dan kontemporer.

“Dua tahun saya sekolah di Lemka, lalu pertengahan tahun 2016 saya kembali ke kampung halaman, melanjutkan sekolah di SMAN 2 Laung Tuhup,” beber anak pasangan dari Halil dan Nurhaida.

Baca Juga :  Budaya Literasi Menular ke Anak-Anak

Hamidin dilahirkan dari keluarga sederhana. Orang tuanya berprofesi sebagai petani. Pernah dalam satu momen, ia terpaksa menggunakan peralatan seadanya untuk berlatih. Alasannya keterbatasan uang. Meski demikian, anak sulung dari empat bersaudara itu tak patah semangat.

“Saat itu saya tak bisa membeli handam dan tinta khusus kaligrafi. Saya mengakali dengan bambu yang saya bentuk sedemikian rupa menyerupai pensil khot dan tinta buat stempel,” tuturnya sembari tertawa kecil mengingat momen itu.

Saat memasuki bangku kuliah, keterbatasan ekonomi keluarga membuat Hamidin tak ingin sepenuhnya bergantung pada orang tua. Ia juga selalu menyisihkan penghasilannya kala mendapat order kaligrafi. Selama nyambi menjadi kaligrafer, hasil karyanya menghiasi tiga masjid di Kota Puruk Cahu. Hamidin juga menjual jasa pembuatan nama.

“Selama kuliah saya tidak menggunakan uang orang tua, saya berjualan karya kaligrafi, tulis nama kaligrafi, dan memdekor masjid. Kalau balik kampong (libur), saya kerja mengangkut barang, kerja di toko, dan menanam sayuran,” bebernya.

Setelah sukses mendapatkan juara 1 pada gelaran MTQH XXX, Hamidin ingin fokus pada persiapan menghadapi MTQ tingkat nasional yang akan dilaksanakan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 10-18 Oktober 2022.

“Saya bangga bisa ikut MTQ XXIX tingkat nasional mewakili kafilah Kalteng, berharap bisa memberikan motivasi kepada para kaligrafer yang ada di Kalteng, khususnya Murung Raya,” pungkasnya. (ce/ram/ko)

Mengenal Lebih Dekat Hamidinnor, Juara Lomba Kaligrafi Dekorasi

Hasil karya Hamidinnor yang dinilai dewan juri sebagai terbaik

Sejak 2015 mengikuti Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat provinsi, tak pernah meraih juara. Namun tekad dan semangat Hamidinnor tetap pudar. Hingga akhirnya menjadi yang terbaik tahun ini dalam lomba kaligrafi dekorasi.

IRPAN JURAYZ, Palangka Raya

HAMIDINNOR langsung bersujud syukur tatkala namanya disebut oleh panitia yang membacakan hasil perlombaan dari panggung. Peserta dari Kabupaten Murung Raya (Mura) ini berhasil menjadi yang terbaik dalam lomba kaligrafi dekorasi di gelaran MTQ XXX tingkat Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) di Palangka Raya.

Bagi Hamidin – sapaan akrabnya, predikat juara 1 ini menjadi yang pertama kali didapatkannya selama  ikut serta dalam perhelatan MTQ sejak 2015 lalu.

Debutnya pada 2015 lalu di Sukamara, ia hanya menempati posisi juara harapan 2. Selanjutnya tahun 2016 meraih juara harapan 1. Saat MTQ diselenggarakan di Murung Raya tahun 2017, ia pun harus puas dengan memperoleh juara 2. Pada 2018 di Pulang Pisau, ia meraih juara harapan 1. Kemudian tahun 2019 di Palangka Raya, ia hanya menggapai juara 2. “Alhamdulillah, tahun ini bisa menjadi juara 1. Semangat dan tekad saya terbayar, juga bisa mewakili Kalteng mengikuti MTQ tingkat nasional,” ujar remaja kelahiran 24 Oktober 1999 ini kepada Kalteng Pos, beberapa hari lalu.

Dalam menghadapi MTQ tahun ini, Hamidin mempersiapkan diri selama 6 bulan lamanya. Ia harus membagi waktu untuk latihan dan mengerjakan skripsi. Sejak awal tahun ia sudah mempersiapkan diri menghadapi event ini. Dimulai dari desain, kerangka desain, serta tulisan dan peralatan seperti spidol posca, kuas, kuas blok, kuas liss, kuas tulis, pensil, penghapus, dan spidol.

Baca Juga :  Setelah Renovasi, Konstruksi Bangunan Kayu Ulin Tinggal Kenangan

Pemuda yang mendapat gelar sarjana agama di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya ini menceritakan perjalanan singkat mengenal dunia kaligrafi. Menyukai kaligrafi saat masih duduk di kelas VI SDN Laung Tuhup 2, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya. Hamidin kecil diajari pamannya, Budi Ansari, yang juga merupakan pelukis dan kaligrafer. Setelah dianggap mampu, mencoba mengikuti lomba kaligrafi untuk mengasah kemampuan dan mental.

Setelah lulus sekolah dasar, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah pertama di Pondok Pesantren (Ponpes) Nailul Authar di Kabupaten Murung Raya. Selama di ponpes itu ia terus mengasah kemampuan dengan dibimbing Ustaz Sobari selaku pimpinan ponpes.

Selama dua tahun lamanya bersekolah, Sobari terpilih mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan di Ponpes Kaligrafi Al-Qur’an dari Lembaga Kaligrafi (Lemka) Al-Qur’an di Sukabumi, Jawa barat.

Di lembaga itu, pemuda kelahiran Tamban, Kalimantan Selatan (Kalsel) mulia mengenal lebih luas dunia kaligrafi. Perlahan kaidah-kaidah kaligrafi dikuasai. Meliputi naskhi, thsuluts, farisi, diwani, diwani jali, riq’ah, dan kufi. Ia juga belajar empat mashab kaligrafi, yakni naskah, mushaf, dekorasi, dan kontemporer.

“Dua tahun saya sekolah di Lemka, lalu pertengahan tahun 2016 saya kembali ke kampung halaman, melanjutkan sekolah di SMAN 2 Laung Tuhup,” beber anak pasangan dari Halil dan Nurhaida.

Baca Juga :  Budaya Literasi Menular ke Anak-Anak

Hamidin dilahirkan dari keluarga sederhana. Orang tuanya berprofesi sebagai petani. Pernah dalam satu momen, ia terpaksa menggunakan peralatan seadanya untuk berlatih. Alasannya keterbatasan uang. Meski demikian, anak sulung dari empat bersaudara itu tak patah semangat.

“Saat itu saya tak bisa membeli handam dan tinta khusus kaligrafi. Saya mengakali dengan bambu yang saya bentuk sedemikian rupa menyerupai pensil khot dan tinta buat stempel,” tuturnya sembari tertawa kecil mengingat momen itu.

Saat memasuki bangku kuliah, keterbatasan ekonomi keluarga membuat Hamidin tak ingin sepenuhnya bergantung pada orang tua. Ia juga selalu menyisihkan penghasilannya kala mendapat order kaligrafi. Selama nyambi menjadi kaligrafer, hasil karyanya menghiasi tiga masjid di Kota Puruk Cahu. Hamidin juga menjual jasa pembuatan nama.

“Selama kuliah saya tidak menggunakan uang orang tua, saya berjualan karya kaligrafi, tulis nama kaligrafi, dan memdekor masjid. Kalau balik kampong (libur), saya kerja mengangkut barang, kerja di toko, dan menanam sayuran,” bebernya.

Setelah sukses mendapatkan juara 1 pada gelaran MTQH XXX, Hamidin ingin fokus pada persiapan menghadapi MTQ tingkat nasional yang akan dilaksanakan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 10-18 Oktober 2022.

“Saya bangga bisa ikut MTQ XXIX tingkat nasional mewakili kafilah Kalteng, berharap bisa memberikan motivasi kepada para kaligrafer yang ada di Kalteng, khususnya Murung Raya,” pungkasnya. (ce/ram/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/