Agus mengungkapkan, pihaknya memiliki peran dalam mendorong agar masyarakat kelas menengah untuk membeli STB yang harganya berkisar Rp350 ribu. Sementara untuk masyarakat miskin, ada subsidi pembagian STB gratis.
“Untuk rumah tangga miskin, kebetulan di Kalteng itu awal tahun 2023 nanti dapatnya, untuk di Kalimantan ini, Kalimantan Selatan lebih dahulu dapatnya yang pembagian gratis dari Kemenkominfo, seharusnya Kalteng dapat, tapi terpangkas karena anggaran terbatas akibat inflasi dan kenaikan BBM,” bebernya.
Terkait plus minus penggunaan televisi digital ini, Agus mengatakan, dari segi kualitas suara dan gambar, televisi digital 10 kali lipat lebih jernih dibandingkan televisi analog. Dari segi penghematan frekuensi, lanjut Agus, penggunaan televisi analog pada gelombang 8 MHz hanya bisa untuk satu saluran (channel) televisi, sementara pada televisi digital dapat digunakan hingga lima channel.
“Jadi lebih efisien sehingga channel-channel frekuensi lain itu bisa digunakan untuk manfaat-manfaat lain, itu dari sisi negaranya ya untuk menyediakan itu, kalau 8 megahertz itu bisa untuk satu televisi, sekarang 8 MHz itu bisa untuk lima televise, sehingga ada banyak space-space kosong nantinya dalam rangka percepatan era digital ini, sehingga frekuensi-frekuensi itu bisa digunakan untuk hal-hal lain,” jelasnya.
Namun karena dilakukan peralihan secara bertahap, tentu tidak semua langsung bisa beralih ke televisi digital. Kendala itu juga karena kurangnya sisi pemahaman masyarakat terkait perangkat elektronik yang diperlukan untuk beralih ke televisi digital.
“Padahal gampang sekali, cukup dengan beli barang itu, tinggal colok, kemudian pasang antena, sudah bisa menikmasti siaran televisi digital,” ucapnya.
Sementara untuk minus atau negatifnya, karena peralihan dilakukan bertahap, maka untuk saat ini hanya empat wilayah yang dapat melakukan peralihan. Selain itu, percepatan yang dilakukan untuk peralihan ini pun bisa mengganggu pemancar di suatu wilayah.
“Misalnya pemancar di wilayah Kotim, pemancar digitalnya harus betul-betul kuat, sehingga bisa menjangkau sampai ke daerah-daerah pelosok. Kalau misalnya penyelenggara televisi digitalnya itu masih kecil pemancarnya, maka bermasalah juga untuk bisa menjangkau daerah-daerah pelosok. Tetapi rata-rata memang sudah dipersiapkan agar bisa menjangkau daerah-daerah pelosok itu,” terangnya.
Agus mengimbau masyarakat Kalteng, terutama yang berekonomi menengah ke atas, agar sesegera mungkin melakukan peralihan dari televisi analog ke televisi digital.
“Untuk masyarakat menengah ke atas, kalau belum punya smart tv, saya piker tidak terlalu memberatkan untuk beli STB seharga Rp350 ribu disertai antenanya,” ucapnya.
Sementara bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, Agus meminta untuk bersabar menunggu hingga awal tahun 2023 untuk mendapatkan STB gratis dari pemerintah. “Untuk masyarakat menengah ke bawah mohon bersabar ya, menunggu sampai awal tahun 2023 nanti, mudah-mudahan suplai dari Kemenkominfo segera sampai,” ucapnya.
Disebutkan Agus, pada dasarnya program peralihan dari televisi analog ke televisi digital ini mengharapkan kemandirian masyarakat. Namun pemerintah juga membantu melalui program pembagian gratis kepada keluarga miskin. Di samping itu, penyelenggara-penyelenggara peralihan televisi digital dari masing-masing stasiun televisi, juga akan membantu membagikan perangkat elektronik kepada masyarakat dalam rangka peralihan ini.
“Suka tidak suka, kita yang hidup di era digital ini memang harus siap untuk menghadapinya, walaupun setiap revolusi atau perubahan itu tentu ada kekurangan-kekurangan, sambil berjalan kita akan benahi,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalteng Ilham Busra menjelaskan, analog switch off (ASO) akan tergantung pada lembaga penyiaran masing-masing. Artinya, tidak semua menerapkan total digital, tapi ada juga yang semidigital. Yang dimaksud semidigital yakni ada sebagian channel atau saluran yang masih bisa tayang pada televisi analog.