Menghafal Al-Qurβan bukanlah sesuatu yang mudah. Namun, bagi Syarif Rahman, perjuangan itu justru menjadi bagian dari semangat hidupnya. Berawal dari impian sederhana saat kecil, kini ia berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz setelah melalui perjalanan panjang penuh dedikasi dan tekad yang kuat.
DHEA UMILATI, Palangka Raya
AWALNYA Syarif hanya menargetkan hafalan juz 30. Saat itu ia masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul Ulum atau tahun 2016. Namun, lingkungan pesantren ternyata memberikan pengaruh besar dalam membangkitkan semangatnya. Saat melanjutkan pendidikan di MA Hidayatul Insan, ia melihat teman-temannya lebih cepat menyelesaikan hafalan. Karena itulah muncul dorongan kuat untuk ikut berlomba-lomba dalam kebaikan.
βAwalnya saya hanya ingin hafal juz 30, tetapi melihat teman-teman yang bisa menghafal lebih cepat, saya jadi terpacu untuk menyelesaikan hafalan. Saya ingin ikut berlomba dalam kebaikan,β kata Syarif saat berbincang dengan Kalteng Pos, Rabu (2/4).
Sejak kecil, Syarif sudah memiliki tertarik untuk menghafal Al-Qurβan. Ia sering menonton acara Hafiz Indonesia di televisi, yang menampilkan anak-anak kecil dengan hafalan yang luar biasa. Hal itu menginspirasinya, meski baru mulai menghafal secara serius saat duduk di bangku MTs.
βSaya sering lihat anak-anak kecil di layar kaca yang hafal Al-Qurβan. Dari situ, saya terinspirasi. Saya ingin seperti mereka, walaupun baru bisa mulai menghafal sedikit demi sedikit saat MTs,β katanya.
Dalam menghafal, lelaki kelahiran 2002 itu menemukan metode paling efektif baginya, yaitu mendengarkan murotal secara berulang-ulang. Dengan cara ini, lebih mudah mengingat ayat-ayat Al-Qurβan, karena terus terdengar di telinganya.
βKalau sering dengar ayat yang kita baca, otomatis akan terbiasa dan lebih mudah dihafal,β jelasnya.
Di sisi lain, menjaga hafalan punya tantangan tersendiri. Baginya, murajaah (mengulang hafalan) adalah kunci utama agar hafalan tetap melekat kuat dalam ingatan.
βMakin sering murajaah, makin kuat hafalan. Kalau jarang, sedikit demi sedikit bisa lupa,β tambahnya.
Di balik keberhasilannya menghafal 30 juz, ada peran besar orang tua dan guru-guru di pesantren. Mereka tidak hanya memberikan dukungan morel, tetapi juga membimbingnya selama proses menghafal.
βOrang tua dan guru-guru di pondok sangat berperan dalam perjalanan saya. Tanpa mereka, mungkin saya tidak akan bisa sampai di titik ini,β ungkapnya penuh rasa syukur.
Bagi Syarif, menghafal Al-Qurβan bukan sekadar mengingat ayat-ayat suci, tetapi juga menjadikannya pedoman hidup. Ia merasakan banyak manfaat dari menghafal Al-Qurβan, terutama dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
βAyat-ayat yang saya hafal sering menjadi pengingat dan solusi dalam menghadapi berbagai situasi. Selain itu, hati menjadi lebih tenang dan pikiran lebih jernih, karena selalu berinteraksi dengan ayat-ayat suci dari Allah,β katanya.
Tak ingin sekadar menghafal, lelaki asal Palangka Raya ini berharap hafalannya bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia ingin menjadikan Al-Qurβan sebagai pedoman, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.
βSaya berharap hafalan ini tidak hanya sekadar diingat dan dimurajaah, tetapi juga bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,β tutupnya. (*/ce/ala)