“Selain itu keberadaan Saudagar Ahmad yang merupakan pedagang sangat dibutuhkan masyarakat kala itu, untuk keperluan jual beli ataupun pertukaran barang dari maupun keluar lamamdau,” kata Ketua Pengurus Masjid Miftahul Jannah, Ilham didampingi Murni, yang merupakan keturunan dari Saudagar Ahmad pendiri Masjid Miftahul Jannah.
Murni sendiri yang merupakan keponakan dari H Saudagar Ahmad menjelaskan, bahwa kerena profesinya sebagai pedagang, yang mengharuskan untuk tinggal di menetap dalam waktu yang cukup lama di Lamandau, maka didirikanlah masjid Miftahul Jannah yang saat ini berusia sekitar 96 tahun.
“Saat berdagang ke Lamandau itulah saudagar Ahmad, mendirikan masjid untuk tempat ibadah umat muslim yang tinggi di sekitar bantaran sungai atau yang saat ini lebih di kenal dengan wilayah pasar,” kata Murni.
Pembangunan masjid terus disempurnakan bahkan saat setelah Saudagar Ahmad meninggal dunia, pembangunan dilanjutkan oleh istri dan para keturunannya, hingga bisa di gunakan sampai dengan saat ini.
“Sepeninggal Juragan Ahmad itulah, pembangunan masjid semakin pesat dan disempurnakan mulai dari dinding yang sebelumnya hanya berupa pagar kemudian dipasang dinding kayu ulin di sekeliling masjid,” jelasnya.
Tak berhenti disitu, sepanjang pengetahuan mereka masjid Miftahul Jannah sendiri sempat dua kali mengalami penyempurnaan, hingga akhirnya pengurus masjid memutuskan untuk tidak menerima bantuan pemerintah untuk pemugaran masjid.
“Hal ini sengaja dilakukan pengurus masjid agar menjadi keaslian bangunan dan melestarikan sejarah peninggalan masjid itu sendiri,” kata Ilham. (*bersambung/ala/ko)