Sabtu, Mei 18, 2024
25.4 C
Palangkaraya

Mengenal Muhammad Jumani SPd, Guru Inspiratif Kalteng (5/selesai)

Bentuk Taman Baca setelah Menemukan Satu Siswa SMA Belum Lancar Membaca

Selain berprofesi sebagai guru yang mengajar di salah satu sekolah menengah atas di Kabupaten Katingan, Muhammad Jumani SPd juga membentuk komunitas Taman Baca Masyarakat Tumbang Baraoi. Komunitas ini aktif berkeliling dari desa ke desa sembari membawa buku, atau bisa disebut perpustakaan keliling.

 

MUTOHAROH, Palangka Raya

MUHAMMAD Jumani saat ini bekerja sebagai guru di SMAN 1 Petak Malai, Kecamatan Petak Malai, Kabupaten Katingan. Selain sebagai guru, pria yang kerap disapa Pak Jumani itu juga mendirikan rumah baca yang diberi nama Taman Baca Tumbang Baraoi. Ide mendirikan taman baca muncul karena keprihatinan Jumani pada anak-anak desa yang minim informasi dan sulitnya akses menuju ke desa.

Awal bertugas di Tumbang Baraoi, lulusan S-1 Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin itu menemukan fakta bahwa ada siswa yang duduk di bangku kelas X atau 1 SMA belum bisa membaca. Menurut Jumani, hal itu dikarenakan kurangnya literasi saat usia anak-anak. Karena itulah ia tergerak untuk menyediakan wadah bagi anak-anak untuk membaca.

“Mei 2014 saya memang ditugaskan di Desa Tumbang Baraoi, saat itu kondisi memang cukup sulit, mulai dari listrik yang belum ada, akses jalan yang hanya bisa menggunakan jalur perusahaan, hingga sinyal juga belum ada. Memang untuk akses informasi sangat kurang, dan pada saat itu ada siswa SMA yang belum lancar membaca. Saya yakin mereka tidak lancar membaca karena jarang membaca. Kenapa mereka jarang membaca, ya karena buku untuk mereka baca cukup sulit untuk didapatkan,” jelas Jumani, Minggu (5/5).

Fakta masih adanya siswa SMA yang belum lancar membaca dinilai karena tidak aktifnya perpustakaan sekolah. Kemudian Jumani mengutarakan ide dan gagasannya kepada tokoh masyarakat, hingga akhirnya mendapat izin dan dukungan. Sejak saat itulah ia mulai mengumpulkan buku. Awalnya buku yang terkumpul hanya berkisar 500. Makin lama makin banyak. Saat ini lebih banyak buku cerita anak-anak. Jumani menargetkan anak-anak SD dan SMP bisa lancar membaca, karena sebagai fondasi dasar. Sedangkan untuk anak SMA dan guru-guru lain berperan sebagai relawan dan pengurus organisasi Taman Baca Tumbang Baraoi yang membawa buku dan mengajar anak-anak membaca, dengan cara mendongeng sambil diselingi bermain.

Bantuan serta donasi buku banyak berdatangan dari berbagai daerah, terutama dari Kalimantan Selatan, mengingat pria yang kini berusia 39 tahun itu merupakan lulusan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Bantuan buku dari luar daerah biasanya akan dikumpulan di rumah pribadinya atau posko taman baca di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, yang nantinya akan diangkut ke rumah Taman Baca Tumbang Baraoi.

Baca Juga :  Bunyi yang Bergerak dan Gerak yang Berbunyi

Namun terkadang proses mobilisasi atau pemindahan buku dari posko ke lokasi rumah taman baca cukup jauh dan sulit, serta memakan waktu, menguras biaya yang tidak murah, dan tenaga ekstra.

Karena itu, saat ini Jumani mengarahkan para donatur yang ingin mendonasikan buku agar langsung dikirim ke Taman Baca Tumbang Baraoi. Selain karena alasan biaya yang cukup mahal serta lokasi yang cukup jauh, langkah itu diambil juga untuk meminimalkan paket buku yang tidak sampai tujuan. Akan tetapi untuk saat ini jumlah buku yang masih ada belum dapat dipastikan, karena tahun 2017 lalu Katingan sempat dilanda banjir bandang, sehingga sebagian buku rusak. Dan hingga saat ini pendataan untuk jumlah buku yang selamat masih bertahan untuk didata. Namun Jumani memperkirakan buku yang selamat sekitar 1.500 eksemplar buku cerita anak-anak dan 500 eksemplar buku paket sekolah.

“Dulu itu cuman pasang pengumuman dan sosialisasi saja di Facebook sama twitter, alhamdulillah sedikit demi sedikit mulai terkumpul, awalnya sekitar 500 eksemplar, lalu sempat nambah sekitar 1.500 eksemplar, karena saya asalnya dari Kalsel, jadi donatur itu banyak dari sana, selain itu kami juga melakukan jemput bola, jadi ada yang dijemput juga, sedangkan yang dari luar itu kami simpan di posko, tapi karena dari posko ke lokasi juga cukup menguras biaya, lalu saya alihkan langsung ke taman baca, biasanya kalau udah nanya Taman Baca Tumbang Baraoi pasti langsung diarahkan, masyarakat sudah tahu arah jalannya, kadang kalau ke posko takutnya suka nyasar, sayang banget kalau sampai enggak keambil atau sampai,” kata guru kelahiran Barito Kuala, 22 Februari 1985.

Sejak awal didirikan, Taman Baca Tumbang Baraoi hanya berlokasi terpusat atau tidak berpindah-pindah. Menggunakan bangunan bekas bengkel motor yang kemudian ditata ulang menjadi rumah buku. Sejak tahun 2016, Taman Baca Tumbang Baraoi mulai berkeliling dari satu desa ke desa secara berkala dengan menggunakan perahu motor atau kelotok. Itu dilakukan untuk memperluas jangkauan, agar makin banyak anak yang bisa mahir membaca. Kelotok yang digunakan merupakan hasil donasi dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran. Ada juga dari program atau kegiatan yang menghasilkan uang pembinaan.

Baca Juga :  Panglima Batur Perkuat Benteng Baras Kuning

“Untuk mobilisasi kami menggunakan perahu atau perahu motor, hasil dari program atau kegiatan yang alhamdulillah ada uang pembinaannya, lalu kami belikan perahu motor, setelah kita punya alat transportasi itu, barulah mulai berkeliling, akses dari satu desa ke desa lain cukup jauh, di sini ada 7 desa 2 dusun dan hanya tinggal 1 desa lagi yang belum pernah kami datangin karena jaraknya yang cukup jauh sekitar 80 kilometer,” ucapnya.

Menurut Jumani, tantangan terberat yang dihadapi adalah kondisi medan yang cukup sulit dan biaya yang besar. Hampir 90 persen dana yang digunakan untuk mobilisasi Taman Baca Tumbang Baraoi berasal dari dana pribadi. Hingga saat ini Taman Baca Tumbang Baraoi tidak memiliki donatur tetap. Hanya mengandalkan dana swadaya.

“Bicara soal tantangan sih lebih pada medan dan biaya, apalagi perahu itu hanya bisa dipakai dua tahun saja, setelah itu harus ganti perahu baru atau ada komponen yang harus diganti atau diperbarui, biasanya dalam sebulan bisa 2 sampai 4 kali jalan, tergantung juga pada cuaca dan kondisi perahu, kalau ke desa tetangga kami jarang banget bawa makanan berat, biasanya cuman snack,” ujarnya.

Sudah hampir dua bulan terakhir, Taman Baca Tumbang Baraoi tidak bisa melayani ke desa-desa tetangga karena mesin perahu rusak. Jumani berharap bisa segera menyambangi desa sekitar seperti biasanya. Selain itu, ia juga berharap Taman Baca Tumbang Baraoi dapat berkontribusi dalam meningkatkan angka literasi dan mengikis perbedaan antara anak-anak kota dan desa.

“Semoga kami bisa membantu pemerintah dalam meningkatkan angka literasi, karena kami ini tinggal di pedalaman, cukup sulit untuk mendapatkan informasi, dengan adanya kegiatan kami ini diharapkan bisa setidaknya membantu untuk memperkecil perbedaan antara kami yang di pedalaman dan di kota, syukur kalau memang pemerintah beri bantuan, tetapi terlepas dari itu kami tetap akan berusaha sekuat kemampuan, karena itu merupakan komitmen kami,” tutupnya. (*/ce/ala)

Selain berprofesi sebagai guru yang mengajar di salah satu sekolah menengah atas di Kabupaten Katingan, Muhammad Jumani SPd juga membentuk komunitas Taman Baca Masyarakat Tumbang Baraoi. Komunitas ini aktif berkeliling dari desa ke desa sembari membawa buku, atau bisa disebut perpustakaan keliling.

 

MUTOHAROH, Palangka Raya

MUHAMMAD Jumani saat ini bekerja sebagai guru di SMAN 1 Petak Malai, Kecamatan Petak Malai, Kabupaten Katingan. Selain sebagai guru, pria yang kerap disapa Pak Jumani itu juga mendirikan rumah baca yang diberi nama Taman Baca Tumbang Baraoi. Ide mendirikan taman baca muncul karena keprihatinan Jumani pada anak-anak desa yang minim informasi dan sulitnya akses menuju ke desa.

Awal bertugas di Tumbang Baraoi, lulusan S-1 Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin itu menemukan fakta bahwa ada siswa yang duduk di bangku kelas X atau 1 SMA belum bisa membaca. Menurut Jumani, hal itu dikarenakan kurangnya literasi saat usia anak-anak. Karena itulah ia tergerak untuk menyediakan wadah bagi anak-anak untuk membaca.

“Mei 2014 saya memang ditugaskan di Desa Tumbang Baraoi, saat itu kondisi memang cukup sulit, mulai dari listrik yang belum ada, akses jalan yang hanya bisa menggunakan jalur perusahaan, hingga sinyal juga belum ada. Memang untuk akses informasi sangat kurang, dan pada saat itu ada siswa SMA yang belum lancar membaca. Saya yakin mereka tidak lancar membaca karena jarang membaca. Kenapa mereka jarang membaca, ya karena buku untuk mereka baca cukup sulit untuk didapatkan,” jelas Jumani, Minggu (5/5).

Fakta masih adanya siswa SMA yang belum lancar membaca dinilai karena tidak aktifnya perpustakaan sekolah. Kemudian Jumani mengutarakan ide dan gagasannya kepada tokoh masyarakat, hingga akhirnya mendapat izin dan dukungan. Sejak saat itulah ia mulai mengumpulkan buku. Awalnya buku yang terkumpul hanya berkisar 500. Makin lama makin banyak. Saat ini lebih banyak buku cerita anak-anak. Jumani menargetkan anak-anak SD dan SMP bisa lancar membaca, karena sebagai fondasi dasar. Sedangkan untuk anak SMA dan guru-guru lain berperan sebagai relawan dan pengurus organisasi Taman Baca Tumbang Baraoi yang membawa buku dan mengajar anak-anak membaca, dengan cara mendongeng sambil diselingi bermain.

Bantuan serta donasi buku banyak berdatangan dari berbagai daerah, terutama dari Kalimantan Selatan, mengingat pria yang kini berusia 39 tahun itu merupakan lulusan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Bantuan buku dari luar daerah biasanya akan dikumpulan di rumah pribadinya atau posko taman baca di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, yang nantinya akan diangkut ke rumah Taman Baca Tumbang Baraoi.

Baca Juga :  Bunyi yang Bergerak dan Gerak yang Berbunyi

Namun terkadang proses mobilisasi atau pemindahan buku dari posko ke lokasi rumah taman baca cukup jauh dan sulit, serta memakan waktu, menguras biaya yang tidak murah, dan tenaga ekstra.

Karena itu, saat ini Jumani mengarahkan para donatur yang ingin mendonasikan buku agar langsung dikirim ke Taman Baca Tumbang Baraoi. Selain karena alasan biaya yang cukup mahal serta lokasi yang cukup jauh, langkah itu diambil juga untuk meminimalkan paket buku yang tidak sampai tujuan. Akan tetapi untuk saat ini jumlah buku yang masih ada belum dapat dipastikan, karena tahun 2017 lalu Katingan sempat dilanda banjir bandang, sehingga sebagian buku rusak. Dan hingga saat ini pendataan untuk jumlah buku yang selamat masih bertahan untuk didata. Namun Jumani memperkirakan buku yang selamat sekitar 1.500 eksemplar buku cerita anak-anak dan 500 eksemplar buku paket sekolah.

“Dulu itu cuman pasang pengumuman dan sosialisasi saja di Facebook sama twitter, alhamdulillah sedikit demi sedikit mulai terkumpul, awalnya sekitar 500 eksemplar, lalu sempat nambah sekitar 1.500 eksemplar, karena saya asalnya dari Kalsel, jadi donatur itu banyak dari sana, selain itu kami juga melakukan jemput bola, jadi ada yang dijemput juga, sedangkan yang dari luar itu kami simpan di posko, tapi karena dari posko ke lokasi juga cukup menguras biaya, lalu saya alihkan langsung ke taman baca, biasanya kalau udah nanya Taman Baca Tumbang Baraoi pasti langsung diarahkan, masyarakat sudah tahu arah jalannya, kadang kalau ke posko takutnya suka nyasar, sayang banget kalau sampai enggak keambil atau sampai,” kata guru kelahiran Barito Kuala, 22 Februari 1985.

Sejak awal didirikan, Taman Baca Tumbang Baraoi hanya berlokasi terpusat atau tidak berpindah-pindah. Menggunakan bangunan bekas bengkel motor yang kemudian ditata ulang menjadi rumah buku. Sejak tahun 2016, Taman Baca Tumbang Baraoi mulai berkeliling dari satu desa ke desa secara berkala dengan menggunakan perahu motor atau kelotok. Itu dilakukan untuk memperluas jangkauan, agar makin banyak anak yang bisa mahir membaca. Kelotok yang digunakan merupakan hasil donasi dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran. Ada juga dari program atau kegiatan yang menghasilkan uang pembinaan.

Baca Juga :  Panglima Batur Perkuat Benteng Baras Kuning

“Untuk mobilisasi kami menggunakan perahu atau perahu motor, hasil dari program atau kegiatan yang alhamdulillah ada uang pembinaannya, lalu kami belikan perahu motor, setelah kita punya alat transportasi itu, barulah mulai berkeliling, akses dari satu desa ke desa lain cukup jauh, di sini ada 7 desa 2 dusun dan hanya tinggal 1 desa lagi yang belum pernah kami datangin karena jaraknya yang cukup jauh sekitar 80 kilometer,” ucapnya.

Menurut Jumani, tantangan terberat yang dihadapi adalah kondisi medan yang cukup sulit dan biaya yang besar. Hampir 90 persen dana yang digunakan untuk mobilisasi Taman Baca Tumbang Baraoi berasal dari dana pribadi. Hingga saat ini Taman Baca Tumbang Baraoi tidak memiliki donatur tetap. Hanya mengandalkan dana swadaya.

“Bicara soal tantangan sih lebih pada medan dan biaya, apalagi perahu itu hanya bisa dipakai dua tahun saja, setelah itu harus ganti perahu baru atau ada komponen yang harus diganti atau diperbarui, biasanya dalam sebulan bisa 2 sampai 4 kali jalan, tergantung juga pada cuaca dan kondisi perahu, kalau ke desa tetangga kami jarang banget bawa makanan berat, biasanya cuman snack,” ujarnya.

Sudah hampir dua bulan terakhir, Taman Baca Tumbang Baraoi tidak bisa melayani ke desa-desa tetangga karena mesin perahu rusak. Jumani berharap bisa segera menyambangi desa sekitar seperti biasanya. Selain itu, ia juga berharap Taman Baca Tumbang Baraoi dapat berkontribusi dalam meningkatkan angka literasi dan mengikis perbedaan antara anak-anak kota dan desa.

“Semoga kami bisa membantu pemerintah dalam meningkatkan angka literasi, karena kami ini tinggal di pedalaman, cukup sulit untuk mendapatkan informasi, dengan adanya kegiatan kami ini diharapkan bisa setidaknya membantu untuk memperkecil perbedaan antara kami yang di pedalaman dan di kota, syukur kalau memang pemerintah beri bantuan, tetapi terlepas dari itu kami tetap akan berusaha sekuat kemampuan, karena itu merupakan komitmen kami,” tutupnya. (*/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/