Kalimantan Tengah (Kalteng) memiliki banyak penghafal 30 juz Al-Qur’an. Perempuan maupun laki-laki. Penghafal Al-Qur’an yang diwawancarai kali ini berasal dari Kabupaten Barito Utara (Batara). Ia adalah Husein Aman. Pemuda 22 tahun itu mulai belajar mengaji sejak masih TK.
HERMAN, Muara Teweh
BUAH jatuh tidak jauh dari pohonnya. Itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan sosok Husein Aman, penghafal 30 juz Al-Qur’an, yang merupakan anak dari Ustaz Muhammad Rauyani dan Syamsiah. Meski orang tuanya berasal dari kalangan yang paham tentang ilmu agama, tetapi bagi keluarganya terutama ibunda tak ingin Husein segera masuk ke pondok pesantren, melainkan menunggunya hingga paham tentang pergaulan.
Husein menuturkan, dirinya menjadi seorang penghafal Al-Qur’an sejak mengenyam pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Batara. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan tingkat pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Muara Teweh, lalu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Batara. Setelah lulus MAN, sang ibu meminta Husein masuk Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Ikhwan KP Pelayaran Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).
“Alhamdulillah saya tinggal dengan keluarga yang dekat dengan agama, maka dari itu usia TK atau taman kanak-kanak sudah belajar mengaji Al-Qur’an,” kata Husein kepada Kalteng Pos, Kamis (22/2).
Setelah lulus MAN Barito Utara, ia mendaftar ke salah satu Pondok Pesantren Tahfidz di Balikpapan. Husein mengungkapkan alasan dirinya masuk pondok pesantren pada usia seperti itu. Sang ibu ingin dirinya masuk pemondokan pada usia yang sudah bisa mengontrol diri. Sebab, tak sedikit yang masuk pondok di usia lulus SD, tetapi kemudian tidak betah, lalu kembali ke kampung asal dan melanjutkan pendidikan di sekolah umum.
“Saya masuk pondok tahun 2021 pada usia 19 tahun dan menyelesaikan hafalan pada tahun 2023 pada usia 21 tahun, jadi proses menghafal kurang lebih dua tahun,” ungkap Husein yang bercita-cita menjadi orang yang paham ilmu agama.
Menurutnya, dalam perjuangan menjadi penghafal Al-Qur’an, kesulitan yang dihadapinya adalah melawan rasa malas dan capek menghafal dan murojaah. Namun karena tekad yang kuat, akhirnya membuahkan hasil yang baik, sehingga kini ia dapat selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Menurutnya, agar hafalan tetap terjaga, maka seseorang harus punya target dalam mengulang hafalan. Ketika baru menyelesaikan hafalan, hendaknya sering memurojaah, agar hafalan menjadi kuat/matang. Sehingga ketika mulai disibukkan dengan aktivitas dan berkurang waktu untuk morojaah, tidak terlalu berdampak buruk.
“Saya berjuang menghafal Al-Qur’an karena arahan dari orang tua dan karena motivasi dari hadis Rasulullah saw yang menyatakan; Allah Swt mempunyai keluarga di muka bumi adalah keluarga ahlul qur’an dan hadis lain yang menyatakan bahwa seseorang yang menghafal Al-Qur’an kemudian mengamalkannya, menghalalkan yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang diharamkannya, maka dapat memberi syafaat kepada 10 orang keluarganya di akhirat kelak, kemudian orang atau anak yang menghafal Al-Qur’an maka Allah akan memberi jubah kemuliaan dan mahkota (taajul karomah) kepada kedua orang tuanya di jannah,” ungkap pria yang memiliki hobi olahraga itu.
Dalam menghafal Al-Qur’an, lanjut dia, sudah tentu akan menemui kesulitan-kesulitan. Karena itu, ketika menghadapi kesulitan, ingatlah untuk mendapatkan sesuatu yang mulia dan perlu pengorbanan yang besar.
“Jika hafal Al-Qur’an cita-citamu, maka murojaahlah pekerjaan seumur hidupmu. Oleh sebab itu, menghafal Al-Qur’an adalah jatuh cinta disengaja yang harus diseriusi,” ujarnya.
Pemuda penghafal Al-Qur’an itu ternyata juga punya prestasi. Ia pernah menjuarai dua kategori cabang olahraga memanah antarsantri di Balikpapan. (*bersambung/ce/ala)