PANGKALAN BUN-Astana Pangeran Mangkubumi yang kini telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di Kabupaten Kotawaringin Barat, bukan hanya menjadi saksi sejarah kehidupan keluarga bangsawan, tetapi juga tempat pelestarian manuskrip dan artefak Islam.
Astana ini dahulunya merupakan kediaman Pangeran Mangkubumi bersama anak-anaknya. Kini, tempat ini difungsikan sebagai museum sederhana, yang menyimpan berbagai barang peninggalan sang pangeran, termasuk manuskrip kuno dan alat-alat kehidupan sehari-hari yang autentik dari masa lampau.
Salah satu peninggalan paling bernilai yang tersimpan di astana ini adalah Al-Qur’an tulisan tangan dan beberapa naskah kuno yang ditulis dengan tinta Cina di atas kertas buatan Eropa. Menurut Muhammad Sulaiman, keturunan langsung sekaligus juru pelihara Astana Pangeran Mangkubumi, Al-Qur’an tersebut memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tinggi.
“Al-Qur’an ini berbeda dengan buku biasa. Kalau buku, biasanya ada nama penulis dan penerbit, tetapi Al-Qur’an kan tidak mencantumkan itu, jadi sulit memastikan siapa penulisnya,” ungkapnya, Sabtu (12/4/2025).
Sulaiman mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Samarinda yang juga menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk melakukan kajian mendalam terhadap naskah-naskah tersebut.
“Hasil awal penelitian, mereka bisa mengidentifikasi bahwa kertas yang digunakan adalah kertas Eropa, yang pada masanya merupakan kertas dengan kualitas terbaik, sementara tintanya berasal dari Cina. Menurut mereka, jenis kertas ini biasanya dimiliki kalangan kerajaan, bangsawan, atau orang terpandang pada zaman itu,” kata Sulaiman.
Meski identitas penulis manuskrip belum dapat dipastikan, analisis sementara menyebutkan kemungkinan penulisnya berasal dari wilayah Malaysia. Hal ini dikaitkan dengan sejarah awal penyebaran Islam di Asia Tenggara, di mana Malaysia disebut lebih dahulu memeluk Islam dibandingkan daerah Kalimantan. Sulaiman menuturkan, masih ada banyak versi sejarah masuknya Islam ke Pangkalan Bun.
“Ada yang bilang masuk lewat perang, ada juga yang menyebut lewat utusan raja. Kalau kita amati, masyarakat di pesisir itu memang pemeluk Islam. Yang pasti, ketika raja yang berasal dari Banjar masuk ke wilayah Kotawaringin Lama, masyarakat setempat sudah menganut agama Islam. Dahulu itu agama tidak disebarkan. Karena rakyat melihat rajanya Islam, jadi ikut memeluk Islam,” ungkapnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Astana Pangeran Mangkubumi makin aktif menjalin kerja sama dengan lembaga pelestarian budaya, bahkan berencana mengirimkan naskah-naskah tersebut ke Belanda untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian dimaksud mencakup usia naskah, jenis kertas, metode penulisan, hingga keaslian kaligrafi.
“Ada rencana sih, cuman belum pasti waktunya, mau dikirim ke Belanda untuk diteliti lebih detail. Kalau sudah diteliti, kita bisa tahu secara pasti, apakah ini tulisan tangan atau bukan, tahun berapa ditulis, apakah benar ini naskah kuno, dan tahun berapa naskah itu ditulis, nanti dihitung berapa ratus tahun umurnya,” kata Sulaiman.
Saat ini, jumlah Al-Qur’an yang tersimpan di Astana Pangeran Mangkubumi sekitar tujuh hingga delapan mushaf, dengan beragam kondisi dan jumlah juz. Selain Al-Qur’an, terdapat pula koleksi Kitab Kuning, surat-surat pajak, dan dokumen kuno lain yang ditulis dalam bahasa Melayu Banjar dan Arab gundul.
“Ada yang 30 juz lengkap, tapi kondisinya sudah rapuh. Ada yang cuman 4 atau 5 juz. Ada juga yang hilang, mungkin karena sempat dibawa pameran, lalu berkurang saat pengembalian. Kemarin ada orang dari Belanda yang bisa membaca surah yang ditulis dengan huruf Arab gundul ini, tetapi tidak bisa memahami secara detail isinya,” pungkas Sulaiman. (mut/ce/ala)