Rabu, Maret 26, 2025
26.5 C
Palangkaraya

Muhammad Awal Ramadhani, Generasi Muda yang Mencintai Al-Quran sejak Dini (26)

Suka Menghafal saat Subuh, Ingin Jadi Ilmuwan dan Hafiz 30 Juz

Menghafal Al-Qur’an adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan semangat yang kuat. Itulah yang dirasakan Muhammad Awal Ramadhani, murid kelas VI SD Darussalam yang telah berhasil menghafal juz 30.

 

DHEA UMILATI, Palangka Raya

 

ADA banyak liku-liku yang dialami Muhammad Awal Ramadhani dalam menghafal Al-Qur’an. Awal menghafal, ada dua surah yang cukup sulit ia hafalkan, yakni Surah An-Naba dan An-Naziat.

“Karena ayatnya panjang, susah aku hafalinnya,” ucapnya sambil tersenyum saat bercerita dengan Kalteng Pos, Senin (9/3).

Meskipun sulit, ia tidak menyerah. Ia terus mengulang ayat-ayat tersebut hingga akhirnya bisa menghafalnya.

Dalam proses menghafal, ia punya metode yang diterapkan secara konsisten. Membaca ayat-ayat Al-Qur’an berulang kali hingga benar-benar hafal. Kadang ia menghafal sendiri. Kadang kala juga dibantu ustazah di sekolahnya.

“Kalau sama ustazah itu biasanya sambil dites, misalnya disuruh baca dari ayat 1 sampai 20, apakah sudah hafal atau belum,” kata bocah yang akrab disapa Awal ini.

Awal juga memiliki jadwal khusus untuk menghafal. Tiap hari ia menargetkan lima ayat, agar hafalannya tetap terjaga dan terasa tidak terlalu berat. Menurutnya, waktu terbaik untuk menghafal adalah pada pagi hari dan malam hari, karena saat itu pikiran lebih segar dan mudah menangkap hafalan baru.

Baca Juga :  Tidak Pernah Menyerah meski Sering Gagal Panen

“Kalau untuk menghafal, yang bagus itu subuh dan malam hari, karena otak lagi fresh,” ungkapnya.

Namun, ada kalanya bocah berusia 11 tahun itu mengalami kesulitan berkonsentrasi. Salah satu kendala yang ia rasakan adalah rasa lapar yang tiba-tiba datang di tengah proses menghafal.

“Kalau sudah lapar, aku harus makan dulu, barulah lanjut menghafal, dengan begitu bisa fokus lagi sama yang aku baca,” katanya.

Di rumah, murid kelas VI SD Darussalam ini tidak menghafal sendirian. Ia sering mengulang hafalan bersama kakaknya, yang lebih dahulu menempuh proses menghafal Al-Qur’an. Sang kakak menjadi sumber motivasi sekaligus mentor baginya.

Melihat kakaknya yang bersemangat menghafal Al-Quran, Awal pun ingin mengikuti jejaknya. Dari sanalah tumbuh keinginan untuk menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.

Baca Juga :  Berkumpul dengan Jurnalis Berbagai Negara, 30 Menit Terjemahkan Siaran Pers

“Orang tua kami juga sangat mendukung. Awalnya mereka hanya mengenalkan Al-Qur’an kepada kami, lalu akhirnya kami tertarik untuk menghafal,” ceritanya.

Dukungan orang tua menjadi kunci utama dalam perjalanan menghafal Al-Quran. Mereka tidak pernah memaksa, tetapi selalu memberikan dorongan dan bimbingan agar anak-anak mencintai Al-Qur’an dengan tulus.

Tak hanya bercita-cita menjadi hafiz Al-Qur’an, Awal juga memiliki impian besar lain. Ia ingin menjadi ilmuwan yang hafal 30 juz Al-Qur’an.

Menurutnya, ilmuwan adalah profesi yang sangat keren. Ia ingin bisa berkontribusi dalam dunia sains, sekaligus menjaga hafalan Al-Qur’annya.

“Nanti menghafalnya pada malam hari, sementara belajarnya sore hari,” katanya penuh semangat.

Baginya, ilmu pengetahuan dan Al-Qur’an adalah dua hal yang bisa berjalan beriringan. Ia ingin membuktikan bahwa seseorang bisa menjadi ahli di bidang sains, sekaligus berpegang teguh pada nilai-nilai agama.

“Dengan begitu aku bisa bikin bangga orang tua di dunia dan di akhirat nanti,” pungkasnya. (bersambung/ce/ala)

Menghafal Al-Qur’an adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan semangat yang kuat. Itulah yang dirasakan Muhammad Awal Ramadhani, murid kelas VI SD Darussalam yang telah berhasil menghafal juz 30.

 

DHEA UMILATI, Palangka Raya

 

ADA banyak liku-liku yang dialami Muhammad Awal Ramadhani dalam menghafal Al-Qur’an. Awal menghafal, ada dua surah yang cukup sulit ia hafalkan, yakni Surah An-Naba dan An-Naziat.

“Karena ayatnya panjang, susah aku hafalinnya,” ucapnya sambil tersenyum saat bercerita dengan Kalteng Pos, Senin (9/3).

Meskipun sulit, ia tidak menyerah. Ia terus mengulang ayat-ayat tersebut hingga akhirnya bisa menghafalnya.

Dalam proses menghafal, ia punya metode yang diterapkan secara konsisten. Membaca ayat-ayat Al-Qur’an berulang kali hingga benar-benar hafal. Kadang ia menghafal sendiri. Kadang kala juga dibantu ustazah di sekolahnya.

“Kalau sama ustazah itu biasanya sambil dites, misalnya disuruh baca dari ayat 1 sampai 20, apakah sudah hafal atau belum,” kata bocah yang akrab disapa Awal ini.

Awal juga memiliki jadwal khusus untuk menghafal. Tiap hari ia menargetkan lima ayat, agar hafalannya tetap terjaga dan terasa tidak terlalu berat. Menurutnya, waktu terbaik untuk menghafal adalah pada pagi hari dan malam hari, karena saat itu pikiran lebih segar dan mudah menangkap hafalan baru.

Baca Juga :  Tidak Pernah Menyerah meski Sering Gagal Panen

“Kalau untuk menghafal, yang bagus itu subuh dan malam hari, karena otak lagi fresh,” ungkapnya.

Namun, ada kalanya bocah berusia 11 tahun itu mengalami kesulitan berkonsentrasi. Salah satu kendala yang ia rasakan adalah rasa lapar yang tiba-tiba datang di tengah proses menghafal.

“Kalau sudah lapar, aku harus makan dulu, barulah lanjut menghafal, dengan begitu bisa fokus lagi sama yang aku baca,” katanya.

Di rumah, murid kelas VI SD Darussalam ini tidak menghafal sendirian. Ia sering mengulang hafalan bersama kakaknya, yang lebih dahulu menempuh proses menghafal Al-Qur’an. Sang kakak menjadi sumber motivasi sekaligus mentor baginya.

Melihat kakaknya yang bersemangat menghafal Al-Quran, Awal pun ingin mengikuti jejaknya. Dari sanalah tumbuh keinginan untuk menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.

Baca Juga :  Berkumpul dengan Jurnalis Berbagai Negara, 30 Menit Terjemahkan Siaran Pers

“Orang tua kami juga sangat mendukung. Awalnya mereka hanya mengenalkan Al-Qur’an kepada kami, lalu akhirnya kami tertarik untuk menghafal,” ceritanya.

Dukungan orang tua menjadi kunci utama dalam perjalanan menghafal Al-Quran. Mereka tidak pernah memaksa, tetapi selalu memberikan dorongan dan bimbingan agar anak-anak mencintai Al-Qur’an dengan tulus.

Tak hanya bercita-cita menjadi hafiz Al-Qur’an, Awal juga memiliki impian besar lain. Ia ingin menjadi ilmuwan yang hafal 30 juz Al-Qur’an.

Menurutnya, ilmuwan adalah profesi yang sangat keren. Ia ingin bisa berkontribusi dalam dunia sains, sekaligus menjaga hafalan Al-Qur’annya.

“Nanti menghafalnya pada malam hari, sementara belajarnya sore hari,” katanya penuh semangat.

Baginya, ilmu pengetahuan dan Al-Qur’an adalah dua hal yang bisa berjalan beriringan. Ia ingin membuktikan bahwa seseorang bisa menjadi ahli di bidang sains, sekaligus berpegang teguh pada nilai-nilai agama.

“Dengan begitu aku bisa bikin bangga orang tua di dunia dan di akhirat nanti,” pungkasnya. (bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/