Tak semua perjalanan hidup dimulai dari mimpi besar. Ada yang berawal dari keraguan. Bahkan, suatu nasihat sederhana pun bisa mengubah arah hidup seseorang. Bagi Bunga Fardah Achmada, menjadi seorang dokter bukanlah mimpi masa kecilnya. Namun, kini ia telah menyandang profesi itu, lengkap dengan jas putihnya.
MUTOHAROH, Palangka Raya
MEMBAYANGKAN akan menggunakan jas putih yang merupakan ciri khas seorang dokter, bukanlah cita-cita Bunga Fardah Nahdiyah Achmada kecil.
Namun, kini perempuan asal Malang ini justru telah resmi mengangkat sumpah sebagai dokter umum setelah lulus dari Universitas Palangka Raya (UPR), Kalimantan Tengah.
Perempuan yang akrab disapa Bunga ini, mengaku masa kecilnya justru dipenuhi keinginan-keinginan lain.
“Dulu enggak ada sama sekali kepikiran jadi dokter. Pernah pengen jadi penari tradisional, dosen Bahasa Arab, bahkan filsuf,” ungkapnya.
Namun benih cita-cita itu mulai tumbuh secara tak terduga. Dari sebuah percakapan ringan bersama pamannya, Bunga yang saat itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) ditanya soal keinginan menjadi dokter.
Meski saat itu belum dipikirkan secara serius, akan tetapi saran untuk menjadi dokter sudah masuk dalam pertimbangannya.
“Dahulu Paman saya pernah tanya; kamu enggak pengen jadi dokter? Kan dulu kamu kecilnya pernah sakit loh, jadi kayak semacam membalas budi gitu, dengan cara menolong orang yang sakit juga. Dari situlah saya mulai berpikir, cuman memang belum secara serius dipikirkan,” kenangnya.
Keputusan matang untuk menempuh pendidikan dokter baru muncul saat duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).
Kala itu, anak ketiga dari enam bersaudara ini mengambil jurusan IPA, dan profesi yang sejalan dengan jurusannya ialah dunia kedokteran. Profesi yang sedari awal tidak ada dalam list impian masa kecilnya.
“Saya lihat profesi yang sejalan dengan jurusan IPA dan yang saya minati saat itu adalah kedokteran, karena kalau mau ambil filsafat atau jadi dosen bahasa Arab yang sesuai cita-cita saya, itu kan jurusannya IPS, jadi saya mulai fokus menyiapkan diri jadi dokter sejak kelas 10 SMA,” ungkapnya.
Meski mulai fokus mengejar impiannya menjadi seorang dokter, tak lantas membuat perjalanannya selalu mulus.
Ia sempat gagal saat pertama kalinya ikut SNMPTN dan SBMPTN. Namun, hal itu tidak membuatnya patah semangat dan mundur.
Bunga memutuskan memunda kuliahnya satu tahun, dan fokus mengikuti bimbingan belajar untuk mencoba peruntungan tahun berikutnya, sampai dinyatakan lulus dan diterima Fakultas Kedokteran UPR.
Kesan pertama saat tiba di Palangka Raya cukup mengejutkan. Ia mengira kota ini sejuk karena dikelilingi hutan.
Ternyata suhunya cukup panas. Namun, baginya Kota Palangka Raya merupakan kota yang sangat nyaman untuk menempuh pendidikan.
“Awalnya saya kaget karena cukup panas, lupa kalo ternyata dekat dengan garis khatulistiwa, tetapi saya suka suasananya, damai dan tenang, tidak seperti kota-kota besar lain yang ramai dan berisik,” ucapnya.
Setelah menjalani enam tahun pendidikan, Bunga resmi mengambil sumpah sebagai dokter pada 28 April 2025. Namun, perjalanannya belum selesai.
Ia bersiap memasuki masa internship yang akan ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. Ia berharap bisa ditempatkan di wilayah yang dekat dengan rumah, Malang ataupun daerah sekitarnya.
“Tapi kita enggak bisa menebak. Jadi, siap-siap saja ditempatkan di mana,” katanya.
Namun jika nantinya harus bertugas di daerah terpencil, Bunga mengaku sudah menyiapkan mental.
Bahkan setelah internship nanti, ia akan ditugaskan di Sumatera Barat, yang mana ada kemungkinan ditempatkan di wilayah terpencil.
Baginya, inilah tantangan yang harus dihadapi seorang dokter. Meski harus jauh dari keluarga, tetapi mengemban tugas mulia membantu masyarakat.
Selama menempuh pendidikan, momen yang paling berkesan dan tidak akan terlupakan adalah saat dinasihati oleh para konsulen. Meski nasihat itu disampaikan dalam bentuk kemarahan, akan tetapi makna dari nasihat itu begitu dalam.
“Saya merasa mereka itu tulus. Kadang kala yang ditakuti, justru yang paling menginspirasi, bahkan saya pernah disumpahin; semoga kalian jadi PPDS, biar tahu susahnya,” kenangnya.
Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) memang menjadi langkah berikutnya yang banyak dituju dokter umum. Bunga pun punya cita-cita untuk melanjutkan studi ke jenjang spesialis, meski tidak dalam waktu dekat.
Ia tertarik pada spesialis kedokteran jiwa. Namun, ia masih menunggu restu orang tua. Sembari menunggu itu, ia memilih fokus menjalani tugas sebagai dokter umum.
“Karena saya percaya kesehatan mental itu penting, dan sering kali tak terlihat. Zaman sekarang makin banyak orang rentan terkena gangguan mental, karena banyaknya tuntutan hidup,” ucapnya.
Kini, setelah resmi menyandang gelar dokter, rasa syukur mendalam menyelimutinya. Rasa itu juga dibarengi dengan tanggung jawab besar.
Baginya, saat ini sudah bukan lagi waktunya bangga karena memiliki gelar, tetapi terus menambah ilmu dengan berbagai pelatihan, sehingga dapat secara maksimal membantu masyarakat.
Adapun moto hidupnya adalah santai, rileks, tetapi tetap semangat. Suatu moto yang mencerminkan ketenangan, keteguhan, dan semangat Bunga dalam menapaki jalan hidup, dari seorang anak kecil hingga menjadi dokter yang siap mengabdi kepada masyarakat. (*bersambung/ce/ala)