Jumat, November 22, 2024
24.1 C
Palangkaraya

Menapaktilasi Jejak Perjuangan Tokoh Islam di Tanah Barito (6)

Serang Benteng Terapung Sangkai demi Bela Tanah Pagustian

R Aji Sulaiman segera mengumpulkan tokoh-tokoh pejuang lokal dan warga di Masjid Jami Nurul Yaqin untuk membantu Sultan Muhammad Seman dan Tumenggung Surapati menyerang Benteng Terapung Sangkai, demi membela tanah pagustian.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

PADA suatu malam, datanglah Sultan Muhammad Seman, Tumenggung Surapati, Tumenggung Muda Jaya, dan Ma Tiong Dayak dari Teluk Mayang. Kedatangan mereka untuk mengajak para tokoh dan seluruh penduduk Kampung Montallat membela tanah pagustian.

 

Setelah mendapat ajakan itu, R Aji Sulaiman segera mengumpulkan tokoh-tokoh pejuang lokal dan warga kampung di Masjid Jami Nurul Yaqin untuk membantu Sultan Muhammad Seman dan Tumenggung Surapati menyerang Benteng Terapung Sangkai.

 

Benteng Terapung Sangkai dijaga ketat oleh serdadu Belanda. Di samping itu, mereka juga membuat satu bangunan di atas tanah tempat serdadu-serdadu Belanda beristirahat.

 

Saat suasana sepi di tengah malam yang gelap gulita, penyerangan ke Benteng Terapung Sangkai dilakukan dari dua arah. Pasukan Sultan Muhammad Seman dan Tumenggung Surapati menyerang dari seberang. Namun mereka mendapat perlawanan sengit dari serdadu Belanda. Sementara pasukan R Aji Sulaiman serta para tokoh pejuang lokal menyerang dari dalam Sungai Sangkai.

Baca Juga :  Tak Perlu Cemas, Hepatitis Akut Misterius Mudah Pencegahannya

 

Waktu fajar menyingsing, serangan dihentikan. Tidak diketahui berapa korban jiwa dari pihak serdadu Belanda maupun pihak pejuang. Namun menurut cerita Markasim atau Panglima Burung Nuri, ada beberapa serdadu KNIL yang disergap mereka di dalam pos bangunan di atas tanah.

 

“Mayat serdadu KNIL Belanda itu mereka bawa dengan cepat ke dalam Sungai Sangkai dan dibenamkan ke dalam lumpur Sangkai,” ujar Mardiansyah, Ketua Pengurus Masjid Jami Annur Kelurahan Montallat, akhir pekan lalu.

 

Setelah pertempuran itu, Sultan Muhammad Seman, Tumenggung Surapati, serta dua orang pengikut meninggalkan Kampung Montallat, seraya berpesan agar pasukan maupun warga kampung lebih waspada dan bersatu padu melawan penjajah Belanda.

 

Namun sejak penyerangan itu, penduduk Kampung Montallat sangat takut karena menjadi incaran serdadu Belanda. Mereka tidak berani keluar rumah. Bahkan ada yang bersembunyi di ladang, tinggallah para pemuka agama serta tokoh-tokoh masyarakat yang tetap bertahan di Kampung Montallat.

 

Meski demikian, kegiatan ibadah di Masjid Jami Nurul Yaqin terus digalakkan. Suara azan selalu berkumandang setiap tiba waktu salat. Para pemuka agama dan tokoh masyarakat bersepakat, kalau ada pertanyaan dari pihak Belanda soal siapa yang menyerang benteng dan dari mana datangnnya penyerangan, atau apakah ada orang Kampung Montallat yang terlibat dalam penyerangan tersebut, jawabannya hanya satu; tidak tahu.

Baca Juga :  Makam Keramat Mangkomot Menjadi Tujuan Wisata Religi

 

Sejak penyerangan benteng terapung Sangkai, keadaan Kampung Montallat kian mencekam. Hampir setiap hari serdadu Belanda datang ke kampung dan menakut-nakuti penduduk. Mereka bertanya dengan kasar, memastikan apakah ada para ekstrimis dan siapa pun penduduk kampung yang ikut terlibat menyerang Benteng Terapung Sangkai.

 

Tapi bagi R Aji Sulaiman, kondisi itu tidak membuatnya gentar dan takut. Justru kegiatan keagamaan di Masjid Jami Nurul Yaqin makin semarak dilakukan. Para pemuka agama dan tokoh masyarakat diajaknya memakmurkan masjid dengan salat berjemaah dan tadarus Al-Qur’an.

 

Tidak jarang serdadu Belanda yang berpatroli pada malam hari singgah di depan masjid, sembari mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan para pengikut R Aji Sulaiman. (bersambung/ce/ala)

R Aji Sulaiman segera mengumpulkan tokoh-tokoh pejuang lokal dan warga di Masjid Jami Nurul Yaqin untuk membantu Sultan Muhammad Seman dan Tumenggung Surapati menyerang Benteng Terapung Sangkai, demi membela tanah pagustian.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

PADA suatu malam, datanglah Sultan Muhammad Seman, Tumenggung Surapati, Tumenggung Muda Jaya, dan Ma Tiong Dayak dari Teluk Mayang. Kedatangan mereka untuk mengajak para tokoh dan seluruh penduduk Kampung Montallat membela tanah pagustian.

 

Setelah mendapat ajakan itu, R Aji Sulaiman segera mengumpulkan tokoh-tokoh pejuang lokal dan warga kampung di Masjid Jami Nurul Yaqin untuk membantu Sultan Muhammad Seman dan Tumenggung Surapati menyerang Benteng Terapung Sangkai.

 

Benteng Terapung Sangkai dijaga ketat oleh serdadu Belanda. Di samping itu, mereka juga membuat satu bangunan di atas tanah tempat serdadu-serdadu Belanda beristirahat.

 

Saat suasana sepi di tengah malam yang gelap gulita, penyerangan ke Benteng Terapung Sangkai dilakukan dari dua arah. Pasukan Sultan Muhammad Seman dan Tumenggung Surapati menyerang dari seberang. Namun mereka mendapat perlawanan sengit dari serdadu Belanda. Sementara pasukan R Aji Sulaiman serta para tokoh pejuang lokal menyerang dari dalam Sungai Sangkai.

Baca Juga :  Tak Perlu Cemas, Hepatitis Akut Misterius Mudah Pencegahannya

 

Waktu fajar menyingsing, serangan dihentikan. Tidak diketahui berapa korban jiwa dari pihak serdadu Belanda maupun pihak pejuang. Namun menurut cerita Markasim atau Panglima Burung Nuri, ada beberapa serdadu KNIL yang disergap mereka di dalam pos bangunan di atas tanah.

 

“Mayat serdadu KNIL Belanda itu mereka bawa dengan cepat ke dalam Sungai Sangkai dan dibenamkan ke dalam lumpur Sangkai,” ujar Mardiansyah, Ketua Pengurus Masjid Jami Annur Kelurahan Montallat, akhir pekan lalu.

 

Setelah pertempuran itu, Sultan Muhammad Seman, Tumenggung Surapati, serta dua orang pengikut meninggalkan Kampung Montallat, seraya berpesan agar pasukan maupun warga kampung lebih waspada dan bersatu padu melawan penjajah Belanda.

 

Namun sejak penyerangan itu, penduduk Kampung Montallat sangat takut karena menjadi incaran serdadu Belanda. Mereka tidak berani keluar rumah. Bahkan ada yang bersembunyi di ladang, tinggallah para pemuka agama serta tokoh-tokoh masyarakat yang tetap bertahan di Kampung Montallat.

 

Meski demikian, kegiatan ibadah di Masjid Jami Nurul Yaqin terus digalakkan. Suara azan selalu berkumandang setiap tiba waktu salat. Para pemuka agama dan tokoh masyarakat bersepakat, kalau ada pertanyaan dari pihak Belanda soal siapa yang menyerang benteng dan dari mana datangnnya penyerangan, atau apakah ada orang Kampung Montallat yang terlibat dalam penyerangan tersebut, jawabannya hanya satu; tidak tahu.

Baca Juga :  Makam Keramat Mangkomot Menjadi Tujuan Wisata Religi

 

Sejak penyerangan benteng terapung Sangkai, keadaan Kampung Montallat kian mencekam. Hampir setiap hari serdadu Belanda datang ke kampung dan menakut-nakuti penduduk. Mereka bertanya dengan kasar, memastikan apakah ada para ekstrimis dan siapa pun penduduk kampung yang ikut terlibat menyerang Benteng Terapung Sangkai.

 

Tapi bagi R Aji Sulaiman, kondisi itu tidak membuatnya gentar dan takut. Justru kegiatan keagamaan di Masjid Jami Nurul Yaqin makin semarak dilakukan. Para pemuka agama dan tokoh masyarakat diajaknya memakmurkan masjid dengan salat berjemaah dan tadarus Al-Qur’an.

 

Tidak jarang serdadu Belanda yang berpatroli pada malam hari singgah di depan masjid, sembari mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan para pengikut R Aji Sulaiman. (bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/