Minggu, Maret 9, 2025
30.1 C
Palangkaraya

THR: Hak Pekerja, Kewajiban Pengusaha, dan Pengawasan

Oleh; Fransisco

MENJELANG hari raya keagamaan (Idul Fitri), isu Tunjangan Hari Raya (THR) kembali menjadi perhatian utama bagi pekerja dan pengusaha.

Pemerintah melalui dinas ketenagakerjaan di berbagai daerah, termasuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menegaskan bahwa pembayaran THR adalah kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi.

Pada berita KaltengPos, 7 Maret 2025, Kepala Disnakertrans Kotim, menyampaikan bahwa perusahaan berbadan hukum wajib membayar THR sesuai ketentuan yang berlaku, sementara pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap diharapkan memberikan THR berdasarkan kesepakatan dengan pekerja.

THR bukan sekadar bonus, melainkan pendapatan non-upah yang telah diatur dalam peraturan ketenagakerjaan.

Pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih berhak atas THR sebesar satu bulan gaji, sedangkan yang bekerja kurang dari 12 bulan menerima THR secara proporsional sesuai masa kerja.

Pembayaran harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya, agar pekerja dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Sayangnya, meskipun aturan ini sudah jelas, realitas di lapangan masih menunjukkan adanya perusahaan yang belum sepenuhnya mematuhi kewajiban ini.

Ada yang beralasan mengalami kesulitan finansial, sementara yang lain mungkin kurang memiliki kesadaran atau kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.

Tantangan dalam pelaksanaan THR di Kalteng tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di berbagai daerah lain.

Baca Juga :  Plasma dan Lucinta Luna

Masih ada perusahaan yang menunda atau bahkan tidak membayarkan THR dengan alasan keuangan, padahal seharusnya ada prosedur yang bisa ditempuh jika memang mengalami kesulitan.

Di sisi lain, UMKM yang tidak memiliki kewajiban formal yang sama tetap diharapkan untuk memberi apresiasi kepada pekerjanya, meskipun dalam bentuk lain.

Kesadaran pekerja akan hak mereka juga masih menjadi kendala, karena banyak yang tidak mengetahui bahwa mereka berhak menerima THR atau tidak tahu harus mengadu ke mana jika hak mereka tidak dipenuhi.

Selain itu, pengawasan secara ketat atas pelaksanaan aturan ini juga masih menjadi tantangan.

Untuk memastikan THR tetap dibayarkan tanpa membebani dunia usaha secara berlebihan, perlu ada solusi yang adil bagi kedua belah pihak.

Pemerintah perlu memperkuat sistem pelaporan agar pekerja yang merasa dirugikan dapat melapor tanpa takut kehilangan pekerjaan.

Dalam kondisi tertentu, UMKM yang mengalami kendala finansial sebaiknya diberikan alternatif solusi agar tetap bisa memberikan apresiasi kepada pekerja.

Pemerintah dapat menawarkan skema bantuan atau insentif, misalnya dalam bentuk subsidi THR bagi UMKM yang memenuhi kriteria tertentu, pengurangan pajak usaha, atau akses pinjaman berbunga rendah khusus untuk pembayaran THR.

Baca Juga :  Menilik Dasar Hukum Penghapusan Anak dari Kartu Keluarga

Jika pembayaran dalam bentuk uang tunai benar-benar tidak memungkinkan, pengusaha dapat bernegosiasi dengan pekerja untuk memberikan kompensasi lain yang bernilai setara, seperti tunjangan sembako, tambahan cuti berbayar, atau bonus dalam bentuk lain.

Bentuk kompensasi ini harus disepakati secara tertulis agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari. Selain itu, kesadaran akan pentingnya etika bisnis juga perlu ditanamkan dalam dunia usaha. THR adalah bagian dari kewajiban yang juga mencerminkan tanggung jawab sosial.

THR adalah hak pekerja yang tidak boleh diabaikan dan kewajiban pengusaha yang harus dipenuhi.

Pemerintah sebagai pihak yang berdiri di tengah, perlu melakukan pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi bagi perusahaan yang melanggar.

Namun, dalam kondisi tertentu, pendekatan fleksibel tetap diperlukan bagi UMKM yang benar-benar kesulitan agar tetap bisa memberikan bentuk apresiasi yang layak kepada pekerja.

Pada akhirnya, kepatuhan terhadap pembayaran THR bukan hanya soal menaati peraturan, tetapi juga cerminan dari tanggung jawab dan kepedulian sosial. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, maka pembayaran THR yang adil dan tepat waktu bukan hanya menjadi harapan, tetapi sebuah kepastian.(*)

Penulis merupakan akademisi dan warga Kota Palangka Raya

 

 

Oleh; Fransisco

MENJELANG hari raya keagamaan (Idul Fitri), isu Tunjangan Hari Raya (THR) kembali menjadi perhatian utama bagi pekerja dan pengusaha.

Pemerintah melalui dinas ketenagakerjaan di berbagai daerah, termasuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menegaskan bahwa pembayaran THR adalah kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi.

Pada berita KaltengPos, 7 Maret 2025, Kepala Disnakertrans Kotim, menyampaikan bahwa perusahaan berbadan hukum wajib membayar THR sesuai ketentuan yang berlaku, sementara pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap diharapkan memberikan THR berdasarkan kesepakatan dengan pekerja.

THR bukan sekadar bonus, melainkan pendapatan non-upah yang telah diatur dalam peraturan ketenagakerjaan.

Pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih berhak atas THR sebesar satu bulan gaji, sedangkan yang bekerja kurang dari 12 bulan menerima THR secara proporsional sesuai masa kerja.

Pembayaran harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya, agar pekerja dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Sayangnya, meskipun aturan ini sudah jelas, realitas di lapangan masih menunjukkan adanya perusahaan yang belum sepenuhnya mematuhi kewajiban ini.

Ada yang beralasan mengalami kesulitan finansial, sementara yang lain mungkin kurang memiliki kesadaran atau kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.

Tantangan dalam pelaksanaan THR di Kalteng tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di berbagai daerah lain.

Baca Juga :  Plasma dan Lucinta Luna

Masih ada perusahaan yang menunda atau bahkan tidak membayarkan THR dengan alasan keuangan, padahal seharusnya ada prosedur yang bisa ditempuh jika memang mengalami kesulitan.

Di sisi lain, UMKM yang tidak memiliki kewajiban formal yang sama tetap diharapkan untuk memberi apresiasi kepada pekerjanya, meskipun dalam bentuk lain.

Kesadaran pekerja akan hak mereka juga masih menjadi kendala, karena banyak yang tidak mengetahui bahwa mereka berhak menerima THR atau tidak tahu harus mengadu ke mana jika hak mereka tidak dipenuhi.

Selain itu, pengawasan secara ketat atas pelaksanaan aturan ini juga masih menjadi tantangan.

Untuk memastikan THR tetap dibayarkan tanpa membebani dunia usaha secara berlebihan, perlu ada solusi yang adil bagi kedua belah pihak.

Pemerintah perlu memperkuat sistem pelaporan agar pekerja yang merasa dirugikan dapat melapor tanpa takut kehilangan pekerjaan.

Dalam kondisi tertentu, UMKM yang mengalami kendala finansial sebaiknya diberikan alternatif solusi agar tetap bisa memberikan apresiasi kepada pekerja.

Pemerintah dapat menawarkan skema bantuan atau insentif, misalnya dalam bentuk subsidi THR bagi UMKM yang memenuhi kriteria tertentu, pengurangan pajak usaha, atau akses pinjaman berbunga rendah khusus untuk pembayaran THR.

Baca Juga :  Menilik Dasar Hukum Penghapusan Anak dari Kartu Keluarga

Jika pembayaran dalam bentuk uang tunai benar-benar tidak memungkinkan, pengusaha dapat bernegosiasi dengan pekerja untuk memberikan kompensasi lain yang bernilai setara, seperti tunjangan sembako, tambahan cuti berbayar, atau bonus dalam bentuk lain.

Bentuk kompensasi ini harus disepakati secara tertulis agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari. Selain itu, kesadaran akan pentingnya etika bisnis juga perlu ditanamkan dalam dunia usaha. THR adalah bagian dari kewajiban yang juga mencerminkan tanggung jawab sosial.

THR adalah hak pekerja yang tidak boleh diabaikan dan kewajiban pengusaha yang harus dipenuhi.

Pemerintah sebagai pihak yang berdiri di tengah, perlu melakukan pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi bagi perusahaan yang melanggar.

Namun, dalam kondisi tertentu, pendekatan fleksibel tetap diperlukan bagi UMKM yang benar-benar kesulitan agar tetap bisa memberikan bentuk apresiasi yang layak kepada pekerja.

Pada akhirnya, kepatuhan terhadap pembayaran THR bukan hanya soal menaati peraturan, tetapi juga cerminan dari tanggung jawab dan kepedulian sosial. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, maka pembayaran THR yang adil dan tepat waktu bukan hanya menjadi harapan, tetapi sebuah kepastian.(*)

Penulis merupakan akademisi dan warga Kota Palangka Raya

 

 

Artikel Terkait

Batas Waktu

Sujud

Ganti Kaus Kaki

Titik Balik

Terpopuler

Artikel Terbaru

/