Oleh;Agus Pramono
PALANGKA RAYA sedang tidak baik-baik saja. Anda mungkin meragukan pernyataan itu. Namun, lihatlah realitas yang tak terbantahkan.
Tiap hari, warga disuguhi harga gas elpiji subsidi yang melambung tinggi. Seperti layang-layang yang terbang tanpa tali.
“Kenapa tidak beli ke pangkalan?” tanya banyak orang. Kalimat yang bikin emosi orang yang disodori pertanyaan itu.
Kenyataannya, ada konsumen yang sudah terdaftar pun sering kali hanya menjadi penonton. Di balik itu, ada pangkalan nakal yang menjual gas langsung ke warung dengan harga melebihi harga eceran. Menjual ke pengepul dan dijual ke pelosok.
Pangkalan meraup keuntungan dari warga yang seharusnya menjadi konsumen utamanya. Pertamina dan pemerintah, bagaikan pelaut yang terlambat menanggapi badai, baru bertindak ketika suara jeritan mulai menggema. Ironis, bukan?
Momen ini bisa menjadi peluang emas bagi calon kepala daerah untuk meraih simpati: buka pasar murah, tawarkan gas melon. Sederhana, tapi mungkin bisa menambah potensi suara ketika hari pemilihan tiba.
Di tengah krisis ini, teror merayap di malam hari. Dugaan pembakaran bangunan kosong membuat warga tidur tidak nyenyak. Dalam sebulan, belasan bangunan menjadi abu. Menambah beban kecemasan yang menggelayuti jiwa.
Semestinya, kita dilarang melupakan kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur. Siskamling, misalnya. Pengingat bahwa kita harus menjaga rumah kita sendiri.
Dahulu, gerakan ini sempat menggema. Diusung oleh seorang Kapolda Kalteng, yang kini hanya menjadi kenangan. Sayangnya, seperti banyak hal di negeri ini, ketika pemimpin berganti, program-program bermanfaat sering kali dilupakan.
Kini, isu pembakaran rumah masih menghantui, ditambah lagi dengan kebakaran lahan yang mengancam tiap hari.
Tanah yang seharusnya subur dan dipenuhi tumbuhan, kini menjadi saksi bisu dari tindakan tak terpuji empunya. Asapnya perlahan menyengat hidung. Membawa ancaman bagi kesehatan semua orang.
Kesehatan dompet dan paru-paru warga kurang mampu sudah sempurna terinfeksi penyakit tahunan. Dengan harga gas melon yang meroket dan kabut asap yang mengintai, Palangka Raya sedang tidak baik-baik saja di tengah hegemoni pilkada. (*)
*) Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos