Sabtu, Mei 4, 2024
24.5 C
Palangkaraya

Catatan Doengil

Sabar Fest

Oleh; Agus Pramono

BAJENTA Fest batal. Akun publik Instagram di Kalimantan Tengah berlomba memposting pernyataan batal berangkatnya NDX AKA, artis utama di konser itu. Penggemar grup musik asal Yogyakarta itu pasti kecewa. Ada yang rela ambil cuti demi melihat Yonanda Frisna Damara dan Fajar Ari. Dua personel yang merupakan mantan kuli bangunan.

Marah pembeli tiket benar-benar termuntah. Membanjiri kolom komentar. Sumpah serapah ditujukan kepada pihak event organizer. Kemarahan itu tak hanya di media sosial. Saking geramnya, beberapa pembeli tiket sampai lapor ke polisi.

Sampai saat ini, masih bertanya-tanya, kok bisa batal? Bagaimana persiapan sebelumnya? Sepintas saya baca di pengumuman, dia hanya mengandalkan pembelian tiket. Kok percaya diri banget tiket bakal laku keras.

Ravel Junardy, CEO Ravel Entertainment sekaligus promoter Hammersonic pernah bilang, untuk membuat event, harus punya modal besar. Dia menempatkan posisi jika hal terburuk terjadi. Dia memperhitungkan, bagaimana jika tiket hanya terjual 1 lembar!

Saya ingat, Hammersonic 2020 yang sejatinya digelar 27-28 Maret batal digelar. Tapi bukan karena kurang duit. Batalnya konser dikarenakan ada kasus Covid-19 di Jakarta pada 2 Maret. Protokol kesehatan membuyarkan event metal terbesar di Indonesia itu. Pembeli tiket pun kecewa. Tidak bisa melihat Slipknot, headliner saat itu.

Baca Juga :  Tiga Kata

Pembeli tiket juga teriak-teriak. Minta refund. Tidak ada refund dari pihak panitia. Mereka dipaksa harus menunggu. Kesabaran diuji. Bulan pun berganti. Sampai tiga tahun kemudian baru terbayar. Event Hammersonic kembali digelar tahun lalu.

Saya akui, tidak mudah menggelar event dengan modal pas-pasan. Apalagi mengharapkan pembeli tiket. Saya pernah merasakan itu di tahun 2010- 2014. Menjadi bagian dari event Distorsi Maximum. Event metal di Palangka Raya. Beberapa band luar negeri kami undang. Ada Amerika Serikat, dan Malaysia, serta band-band ternama dari pulau Jawa. Butuh modal yang tak sedikit. Dalam enam edisi gelaran Distorsi Maximum, tidak pernah untung. Wkwkwkw.

Kasus Bajenta Fest menjadi catatan buruk di sektor pariwisata. Sebelumnya juga terjadi pada gelaran event bertajuk Wara Wiri Fest. Sejak akhir 2023 lalu sampai saat ini, pembeli tiket konser yang batal itu belum menerima pengembalian uang dari pihak panitia. Hingga kini, panitia event bersangkutan tidak bisa
dihubungi.

Belum lagi kasus penipuan yang lagi-lagi mencatut nama NDX AKA bertajuk PBun Fest. Tiket sudah dijual oleh pihak pelaksana. Ternyata, penipuan. Kegiatan itu tidak ada. Saya yakin, event organizer lain yang berada di jalan lurus terkena dampak. Warga jadi parno jika ada promo event musik. Takut beli tiket. Takut batal.

Baca Juga :  Pembangunan Manusia di Bumi Tambun Bungai

Kembali ke Bajenta Fest. Banyak seliweran broadcast dari orang yang masuk dalam bagian di event organizer. Dia mencurahkan bagaimana bobroknya manajemen keuangan sang owner. Semua orang yang menjadi bagian dari panitia juga merasa kena tipu. Tidak ada keterbukaan. Ketika ditanya soal hal yang menyangkut uang, sang owner selalu bilang; beres.

H-2, orang dalam itu baru tahu, jika para artis belum dibayar lunas. H-1 kelabakan. Uang muka 50 persen saja belum dipenuhi. Begitu juga pihak vendor panggung. Uang muka diterima tak sampai 10 persen. Pihak hotel juga terkena dampak. Sudah dengan berat hati menolak tamu yang hendak menginap. Puluhan kamar terlanjur diberi label; sudah dibooking. Meski belum dibayar.

Sang owner Bajenta Fest menjanjikan refund diselesaikan bertahap. Sampai batas waktu 30 November mendatang. Bagi orang yang terlanjur beli tiket, tiga bulan ke depan harus sabar. Jika memasuki bulan ketujuh belum dapat refund, sabar. Lebih tujuh bulan uang belum dikembalikan, ikhlaskan.(*)

Oleh; Agus Pramono

BAJENTA Fest batal. Akun publik Instagram di Kalimantan Tengah berlomba memposting pernyataan batal berangkatnya NDX AKA, artis utama di konser itu. Penggemar grup musik asal Yogyakarta itu pasti kecewa. Ada yang rela ambil cuti demi melihat Yonanda Frisna Damara dan Fajar Ari. Dua personel yang merupakan mantan kuli bangunan.

Marah pembeli tiket benar-benar termuntah. Membanjiri kolom komentar. Sumpah serapah ditujukan kepada pihak event organizer. Kemarahan itu tak hanya di media sosial. Saking geramnya, beberapa pembeli tiket sampai lapor ke polisi.

Sampai saat ini, masih bertanya-tanya, kok bisa batal? Bagaimana persiapan sebelumnya? Sepintas saya baca di pengumuman, dia hanya mengandalkan pembelian tiket. Kok percaya diri banget tiket bakal laku keras.

Ravel Junardy, CEO Ravel Entertainment sekaligus promoter Hammersonic pernah bilang, untuk membuat event, harus punya modal besar. Dia menempatkan posisi jika hal terburuk terjadi. Dia memperhitungkan, bagaimana jika tiket hanya terjual 1 lembar!

Saya ingat, Hammersonic 2020 yang sejatinya digelar 27-28 Maret batal digelar. Tapi bukan karena kurang duit. Batalnya konser dikarenakan ada kasus Covid-19 di Jakarta pada 2 Maret. Protokol kesehatan membuyarkan event metal terbesar di Indonesia itu. Pembeli tiket pun kecewa. Tidak bisa melihat Slipknot, headliner saat itu.

Baca Juga :  Tiga Kata

Pembeli tiket juga teriak-teriak. Minta refund. Tidak ada refund dari pihak panitia. Mereka dipaksa harus menunggu. Kesabaran diuji. Bulan pun berganti. Sampai tiga tahun kemudian baru terbayar. Event Hammersonic kembali digelar tahun lalu.

Saya akui, tidak mudah menggelar event dengan modal pas-pasan. Apalagi mengharapkan pembeli tiket. Saya pernah merasakan itu di tahun 2010- 2014. Menjadi bagian dari event Distorsi Maximum. Event metal di Palangka Raya. Beberapa band luar negeri kami undang. Ada Amerika Serikat, dan Malaysia, serta band-band ternama dari pulau Jawa. Butuh modal yang tak sedikit. Dalam enam edisi gelaran Distorsi Maximum, tidak pernah untung. Wkwkwkw.

Kasus Bajenta Fest menjadi catatan buruk di sektor pariwisata. Sebelumnya juga terjadi pada gelaran event bertajuk Wara Wiri Fest. Sejak akhir 2023 lalu sampai saat ini, pembeli tiket konser yang batal itu belum menerima pengembalian uang dari pihak panitia. Hingga kini, panitia event bersangkutan tidak bisa
dihubungi.

Belum lagi kasus penipuan yang lagi-lagi mencatut nama NDX AKA bertajuk PBun Fest. Tiket sudah dijual oleh pihak pelaksana. Ternyata, penipuan. Kegiatan itu tidak ada. Saya yakin, event organizer lain yang berada di jalan lurus terkena dampak. Warga jadi parno jika ada promo event musik. Takut beli tiket. Takut batal.

Baca Juga :  Pembangunan Manusia di Bumi Tambun Bungai

Kembali ke Bajenta Fest. Banyak seliweran broadcast dari orang yang masuk dalam bagian di event organizer. Dia mencurahkan bagaimana bobroknya manajemen keuangan sang owner. Semua orang yang menjadi bagian dari panitia juga merasa kena tipu. Tidak ada keterbukaan. Ketika ditanya soal hal yang menyangkut uang, sang owner selalu bilang; beres.

H-2, orang dalam itu baru tahu, jika para artis belum dibayar lunas. H-1 kelabakan. Uang muka 50 persen saja belum dipenuhi. Begitu juga pihak vendor panggung. Uang muka diterima tak sampai 10 persen. Pihak hotel juga terkena dampak. Sudah dengan berat hati menolak tamu yang hendak menginap. Puluhan kamar terlanjur diberi label; sudah dibooking. Meski belum dibayar.

Sang owner Bajenta Fest menjanjikan refund diselesaikan bertahap. Sampai batas waktu 30 November mendatang. Bagi orang yang terlanjur beli tiket, tiga bulan ke depan harus sabar. Jika memasuki bulan ketujuh belum dapat refund, sabar. Lebih tujuh bulan uang belum dikembalikan, ikhlaskan.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/