Senin, November 25, 2024
24.2 C
Palangkaraya

Berlindung di Balik Ketaatan

BEBERAPA waktu lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan salah satu kanal youtube  Narasi Newsroom yang berjudul ‘Menguak Sisi Lain Mentoring Poligami Berbayar’. Seorang reporter Narasi mewawancarai mentor poligami berbayar, yakni kiai Hafidin. Kiai Hafidin mengaku bahwa ia menikahi 6 perempuan, 2 diantaranya diceraikan karena sudah menopause, bahkan salah satu istri termuda ia nikahi pada umur yang masih sangat muda, yaitu 16 tahun. Ia bahkan menggunakan istilah mentoring poligami sebagai ladang untuk menghasilkan uang.

Bayaran Kiai Hafidin menjadi mentor bisa mencapai Rp10 juta per acara. Dan dalam sebulan, minimal ia mengisi 10 acara. Berarti dapat diperkirakan penghasilan kiai Hafidin dalam sebulan adalah Rp100 juta. Hal ini menimbulkan pro dan kontra para netizen. Lantas, bagaimana hubungan antara syariat Islam dengan pandangan masyarakat mengenai poligami?

Poligami adalah sistem perkawinan yang menikahi beberapa lawan jenis dengan waktu bersamaan. Islam mengatur batas jumlah istri yang boleh dinikahi untuk melakukan praktik poligami adalah sebanyak 4 orang. Secara hukum yang berlaku di Indonesia, sudah dijelaskan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 3 ayat (1) tentang Perkawinan, menunjukkan bahwa hukum Indonesia hanya memperbolehkan satu kali pernikahan untuk setiap orang. Perempuan diperbolehkan menikah dengan satu orang laki-laki saja, begitu pula sebaliknya. Namun, UU tentang Perkawinan ini juga memberikan pengecualian terhadap pengadilan jika mengizinkan untuk dilakukannya poligami dengan syarat syarat tertentu yang harus dipenuhi. Islam juga telah mengatur kegiatan praktik poligami ini dalam Surah an-Nisa ayat 3. Di sana dijelaskan jika laki-laki diperbolehkan melakukan perkawinan dengan 4 wanita, akan tetapi harus berlaku adil kepada semua. Jika tidak mampu berlaku adil, maka nikahilah satu orang saja.

Baca Juga :  Body Checking dan Komoditas Tubuh

Praktik poligami pun sudah pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Awalnya, Rasulullah menjalankan kehidupan pernikahan bersama Khadijah selama 25 tahun, sebelum akhirnya Khadijah meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah baru melakukan poligami kepada 11 orang perempuan yang tentunya Rasulullah memiliki alasan melakukan itu. Semua istri yang dinikahi oleh Rasulullah merupakan seorang janda kecuali Aisyah, yang suaminya syahid dalam perang ataupun karena sakit. Di sini terlihat bahwa maksud Rasulullah melakukan itu adalah untuk melindungi kehormatan para perempuan tersebut, serta dapat melindungi dan mengayomi anak- anak mereka. Dan alasan lainnya adalah karena faktor ilahiyah, salah satunya adalah pernikahan Rasulullah dengan Aisyah yang datang dari wahyu yang Rasulullah dapatkan dari mimpi. Lantas dari hukum Islam dan hukum yang berlaku di Indonesia, bagaimana tanggapan beberapa orang mengenai hal ini?

Secara diri saya pribadi, saya kurang setuju mengenai praktik poligami ini, bukan berarti saya tidak mempercayai salah satu syariat Islam ini, melainkan karena saya kurang siap jika kelak pasangan saya melakukan poligami. Namun saya tetap menghargai beberapa orang yang melakukan praktik ini, asalkan sang suami telah melakukan segala persyaratan, serta berlaku adil dan menghormati dan menghargai perempuan yang dinikahinya. Beberapa masyarakat menunjukkan sikap pro dan kontra. Ada yang setuju saja, karena hal itu merupakan salah satu syariat islam, dan jika tujuan dari melakukan pologami tersebut adalah menghindari zina. Namun beberapa perempuan yang pernah saya temui dan ajak diskusi merasa kontra terhadap praktik ini, alasannya adalah, “Karena saya tidak percaya kalau si laki-laki ini bisa adil. Satu aja cukup ngapain poligami, lebih kepada maunya jadi satu satunya buat saya tidak mau terbagi, Wkwkkw paling ga setuju tentang poligami, kecuali sama Rasulullah” ucap salah satu teman saya.

Baca Juga :  Pendidikan Moderasi Beragama Bukan Sekadar Wacana

Kemudian salah satu teman saya juga berpendapat, “Soalnya kayak berat aja gitu kalo mau berbagi apalagi berbagi suami, ya walaupun balasannya surga si bagi istri yang mau di poligami, tapi jika selama tidak ada masalah yang mengharuskan suami untuk menikah kembali maka aku gak mau. Cuman klo misal memang kondisinya darurat, dan harus poligami, suamiku bisa adil sama istri-istrinya nanti ketika poligami, terus ngukutin sunnah dan ajaran nabi terkait poligami yang benar dalam islam itu seperti apa, maka bismillah ikhlas di poligami”.

Jadi, kegiatan poligami sebenarnya tidak salah, tetapi memang beberapa perempuan kurang setuju akan hal ini, karena rasa kurang percaya jika suaminya kelak dapat berlaku adil. Apalagi pada zaman sekarang, banyak laki-laki yang kurang menghormati status perempuan, tidak seperti pada zaman Rasulullah yang sangat menghormati kedudukan dan status perempuan yang sangat dijunjung tinggi. Untuk itu, pesan untuk kaum lelaki diluar sana yang ingin melakukan praktik poligami ini, hendaklah menaati aturan-aturan yang sesuai dengan syariat islam, serta berusahalah memahami perasaan wanita yang hendak di poligami, dan jangan lupa niatkanlah semua hal untuk keimanan kita pada Allah SWT. Bukan hanya untuk dorongan hawa nafsu kita  semata.(*)

Oleh: Fayza Gavra Aramintana

Penulis adalah Mahasiswa Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

BEBERAPA waktu lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan salah satu kanal youtube  Narasi Newsroom yang berjudul ‘Menguak Sisi Lain Mentoring Poligami Berbayar’. Seorang reporter Narasi mewawancarai mentor poligami berbayar, yakni kiai Hafidin. Kiai Hafidin mengaku bahwa ia menikahi 6 perempuan, 2 diantaranya diceraikan karena sudah menopause, bahkan salah satu istri termuda ia nikahi pada umur yang masih sangat muda, yaitu 16 tahun. Ia bahkan menggunakan istilah mentoring poligami sebagai ladang untuk menghasilkan uang.

Bayaran Kiai Hafidin menjadi mentor bisa mencapai Rp10 juta per acara. Dan dalam sebulan, minimal ia mengisi 10 acara. Berarti dapat diperkirakan penghasilan kiai Hafidin dalam sebulan adalah Rp100 juta. Hal ini menimbulkan pro dan kontra para netizen. Lantas, bagaimana hubungan antara syariat Islam dengan pandangan masyarakat mengenai poligami?

Poligami adalah sistem perkawinan yang menikahi beberapa lawan jenis dengan waktu bersamaan. Islam mengatur batas jumlah istri yang boleh dinikahi untuk melakukan praktik poligami adalah sebanyak 4 orang. Secara hukum yang berlaku di Indonesia, sudah dijelaskan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 3 ayat (1) tentang Perkawinan, menunjukkan bahwa hukum Indonesia hanya memperbolehkan satu kali pernikahan untuk setiap orang. Perempuan diperbolehkan menikah dengan satu orang laki-laki saja, begitu pula sebaliknya. Namun, UU tentang Perkawinan ini juga memberikan pengecualian terhadap pengadilan jika mengizinkan untuk dilakukannya poligami dengan syarat syarat tertentu yang harus dipenuhi. Islam juga telah mengatur kegiatan praktik poligami ini dalam Surah an-Nisa ayat 3. Di sana dijelaskan jika laki-laki diperbolehkan melakukan perkawinan dengan 4 wanita, akan tetapi harus berlaku adil kepada semua. Jika tidak mampu berlaku adil, maka nikahilah satu orang saja.

Baca Juga :  Body Checking dan Komoditas Tubuh

Praktik poligami pun sudah pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Awalnya, Rasulullah menjalankan kehidupan pernikahan bersama Khadijah selama 25 tahun, sebelum akhirnya Khadijah meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah baru melakukan poligami kepada 11 orang perempuan yang tentunya Rasulullah memiliki alasan melakukan itu. Semua istri yang dinikahi oleh Rasulullah merupakan seorang janda kecuali Aisyah, yang suaminya syahid dalam perang ataupun karena sakit. Di sini terlihat bahwa maksud Rasulullah melakukan itu adalah untuk melindungi kehormatan para perempuan tersebut, serta dapat melindungi dan mengayomi anak- anak mereka. Dan alasan lainnya adalah karena faktor ilahiyah, salah satunya adalah pernikahan Rasulullah dengan Aisyah yang datang dari wahyu yang Rasulullah dapatkan dari mimpi. Lantas dari hukum Islam dan hukum yang berlaku di Indonesia, bagaimana tanggapan beberapa orang mengenai hal ini?

Secara diri saya pribadi, saya kurang setuju mengenai praktik poligami ini, bukan berarti saya tidak mempercayai salah satu syariat Islam ini, melainkan karena saya kurang siap jika kelak pasangan saya melakukan poligami. Namun saya tetap menghargai beberapa orang yang melakukan praktik ini, asalkan sang suami telah melakukan segala persyaratan, serta berlaku adil dan menghormati dan menghargai perempuan yang dinikahinya. Beberapa masyarakat menunjukkan sikap pro dan kontra. Ada yang setuju saja, karena hal itu merupakan salah satu syariat islam, dan jika tujuan dari melakukan pologami tersebut adalah menghindari zina. Namun beberapa perempuan yang pernah saya temui dan ajak diskusi merasa kontra terhadap praktik ini, alasannya adalah, “Karena saya tidak percaya kalau si laki-laki ini bisa adil. Satu aja cukup ngapain poligami, lebih kepada maunya jadi satu satunya buat saya tidak mau terbagi, Wkwkkw paling ga setuju tentang poligami, kecuali sama Rasulullah” ucap salah satu teman saya.

Baca Juga :  Pendidikan Moderasi Beragama Bukan Sekadar Wacana

Kemudian salah satu teman saya juga berpendapat, “Soalnya kayak berat aja gitu kalo mau berbagi apalagi berbagi suami, ya walaupun balasannya surga si bagi istri yang mau di poligami, tapi jika selama tidak ada masalah yang mengharuskan suami untuk menikah kembali maka aku gak mau. Cuman klo misal memang kondisinya darurat, dan harus poligami, suamiku bisa adil sama istri-istrinya nanti ketika poligami, terus ngukutin sunnah dan ajaran nabi terkait poligami yang benar dalam islam itu seperti apa, maka bismillah ikhlas di poligami”.

Jadi, kegiatan poligami sebenarnya tidak salah, tetapi memang beberapa perempuan kurang setuju akan hal ini, karena rasa kurang percaya jika suaminya kelak dapat berlaku adil. Apalagi pada zaman sekarang, banyak laki-laki yang kurang menghormati status perempuan, tidak seperti pada zaman Rasulullah yang sangat menghormati kedudukan dan status perempuan yang sangat dijunjung tinggi. Untuk itu, pesan untuk kaum lelaki diluar sana yang ingin melakukan praktik poligami ini, hendaklah menaati aturan-aturan yang sesuai dengan syariat islam, serta berusahalah memahami perasaan wanita yang hendak di poligami, dan jangan lupa niatkanlah semua hal untuk keimanan kita pada Allah SWT. Bukan hanya untuk dorongan hawa nafsu kita  semata.(*)

Oleh: Fayza Gavra Aramintana

Penulis adalah Mahasiswa Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Artikel Terkait

Katanya Hari Tenang

Bukan Bakso Mas Bejo

Adab Anak Punk

Kota Cantik Tak Baik-Baik Saja

Terpopuler

Artikel Terbaru

/