Kamis, November 21, 2024
24.5 C
Palangkaraya

Sekolah Moderasi Jilid II FKUB Provinsi Kalteng

Memahami Moderasi dalam Kristen, Katolik dan Buddha

PALANGKA RAYA- Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar kembali kegiatan bertajuk Sekolah Moderasi. Jika pada kegiatan Sabtu (29/10/2022) lalu membahas moderasi dalam persepsi Islam, kali ini ini membahas moderasi dan aliaran-aliran keagamaan dalam Kristen, Katolik, dan Buddha.

Kegiatan Sekolah Moderasi jilid II itu bertempat di Ruang Rapat Lantai 2, Kantor Sekretariat FKUB Provinsi Kalteng, Sabtu (5/11/2022). Hadir dalam kesempatan itu Drs H Tuaini, M. Ag selaku Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalteng, narasumber dari agama Kristen Pdt Maruba Rajagukguk M.Th, agama Katolik, Diakon Andreas Jimmy, PR., S, Fil dan Dr Joko Santoso, S.Ag., M.M mewakili agama Buddha serta HM Nur Prayudi, SE selaku moderator.

Drs H Tuaini, M. Ag dalam sambutannya menyampaikan, terdapat tiga indikator kerukunan umat beragama, yakni toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Pertama, toleransi, yaitu sikap saling menerima dan saling menghargai antara satu kelompok agama terhadap agama lain. Kedua, kesetaraan, maksudnya kemauan saling melindungi serta memberikan hak dan kesempatan satu sama lain. Ketiga, kerja sama, yakni bersosialisasi serta saling berempati dan bersimpati baik dalam persoalan sosial, ekonomi, budaya, maupun agama.

Baca Juga :  Ini Pesan Pj Bupati Lisda Arriyana terhadap Umat Hindu di Barsel

”Ketiga indikator tersebut sebagai tolok ukur untuk mengetahui tingkat kerukunan umat bergama suatu masyarakat,” ucapnya dalam rilis yang diterima Kalteng Pos.

Sementara itu, narasumber dari agama Kristen Pdt Maruba Rajagukguk M.Th juga menyampaikan isi materinya. Ketika berbicara tentang moderasi beragama, sebutnya, tidak berbicara tentang paham teologis tertentu. Moderasi  bukanlah suatu kebijaksanaan teologis, bukan suatu abstraksi. Moderasi harus dipahami sebagai hikmat praktis.

Hikmat ini membimbing orang dalam menentukan pilihan- pilihan moral etis dalam tindakannya di tengah berbagai sikap dan pilihan ekstrem. “Meskipun demikian, harus diakui, moderasi beragama bukanlah jawaban satu–satunya terhadap masalah ekstremisme. Moderasi beragama pun memiliki keterbatasan,”ungkapnya.

Sebelumnya, dalam momen pembukaan yang dihadiri langsung oleh Ketua FKUB Kalteng Dr H Bulkani, M.Pd, Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo S.Sos., M.M dalam sambutan yang dibacakan oleh Plt Badan Kesbangpol Kalteng Akhmad Husain, M.Si menyebut, kegiatan Sekolah Moderasi Jilid II merupakan satu bentuk implementasi peran dan fungsi FKUB di Bumi Tambun Bungai dalam menjaga harmonisasi kerukunan umat beragama.

Baca Juga :  Berkah MTQH, Siswa MAN Kota Raih Doorprize Umrah

Moderasi beragama merupakan hal yang sangat penting. Dalam hidup di sebuah alam yang transnasional dan bergerak sedemikian rupa, diharapkan memiliki pondasi yang kuat, serta perlu diingat bahwa moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan memoderasi pemahaman dan pengamalan kita dalam beragama.

“Saya harap FKUB melalui Sekolah Moderasi ini, mampu menghasilkan pemahaman tentang moderasi dan macam-macam aliran keagamaan yang ada di Kalteng,”ungkapnya.(sos/ram)

 

PALANGKA RAYA- Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar kembali kegiatan bertajuk Sekolah Moderasi. Jika pada kegiatan Sabtu (29/10/2022) lalu membahas moderasi dalam persepsi Islam, kali ini ini membahas moderasi dan aliaran-aliran keagamaan dalam Kristen, Katolik, dan Buddha.

Kegiatan Sekolah Moderasi jilid II itu bertempat di Ruang Rapat Lantai 2, Kantor Sekretariat FKUB Provinsi Kalteng, Sabtu (5/11/2022). Hadir dalam kesempatan itu Drs H Tuaini, M. Ag selaku Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalteng, narasumber dari agama Kristen Pdt Maruba Rajagukguk M.Th, agama Katolik, Diakon Andreas Jimmy, PR., S, Fil dan Dr Joko Santoso, S.Ag., M.M mewakili agama Buddha serta HM Nur Prayudi, SE selaku moderator.

Drs H Tuaini, M. Ag dalam sambutannya menyampaikan, terdapat tiga indikator kerukunan umat beragama, yakni toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Pertama, toleransi, yaitu sikap saling menerima dan saling menghargai antara satu kelompok agama terhadap agama lain. Kedua, kesetaraan, maksudnya kemauan saling melindungi serta memberikan hak dan kesempatan satu sama lain. Ketiga, kerja sama, yakni bersosialisasi serta saling berempati dan bersimpati baik dalam persoalan sosial, ekonomi, budaya, maupun agama.

Baca Juga :  Ini Pesan Pj Bupati Lisda Arriyana terhadap Umat Hindu di Barsel

”Ketiga indikator tersebut sebagai tolok ukur untuk mengetahui tingkat kerukunan umat bergama suatu masyarakat,” ucapnya dalam rilis yang diterima Kalteng Pos.

Sementara itu, narasumber dari agama Kristen Pdt Maruba Rajagukguk M.Th juga menyampaikan isi materinya. Ketika berbicara tentang moderasi beragama, sebutnya, tidak berbicara tentang paham teologis tertentu. Moderasi  bukanlah suatu kebijaksanaan teologis, bukan suatu abstraksi. Moderasi harus dipahami sebagai hikmat praktis.

Hikmat ini membimbing orang dalam menentukan pilihan- pilihan moral etis dalam tindakannya di tengah berbagai sikap dan pilihan ekstrem. “Meskipun demikian, harus diakui, moderasi beragama bukanlah jawaban satu–satunya terhadap masalah ekstremisme. Moderasi beragama pun memiliki keterbatasan,”ungkapnya.

Sebelumnya, dalam momen pembukaan yang dihadiri langsung oleh Ketua FKUB Kalteng Dr H Bulkani, M.Pd, Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo S.Sos., M.M dalam sambutan yang dibacakan oleh Plt Badan Kesbangpol Kalteng Akhmad Husain, M.Si menyebut, kegiatan Sekolah Moderasi Jilid II merupakan satu bentuk implementasi peran dan fungsi FKUB di Bumi Tambun Bungai dalam menjaga harmonisasi kerukunan umat beragama.

Baca Juga :  Berkah MTQH, Siswa MAN Kota Raih Doorprize Umrah

Moderasi beragama merupakan hal yang sangat penting. Dalam hidup di sebuah alam yang transnasional dan bergerak sedemikian rupa, diharapkan memiliki pondasi yang kuat, serta perlu diingat bahwa moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan memoderasi pemahaman dan pengamalan kita dalam beragama.

“Saya harap FKUB melalui Sekolah Moderasi ini, mampu menghasilkan pemahaman tentang moderasi dan macam-macam aliran keagamaan yang ada di Kalteng,”ungkapnya.(sos/ram)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/