PALANGKA RAYA–Universitas Palangka Raya (UPR) menegaskan komitmennya dalam mendukung upaya konservasi orangutan di Kalimantan Tengah melalui riset ilmiah dan pembaruan data berbasis akademik.
Komitmen ini ditunjukkan dalam keterlibatan aktif UPR pada Orangutan Regional Meeting yang digelar Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng, FORINA, FORKAH, serta mitra konservasi lainnya, pada 23–24 Juni 2025 di Palangka Raya.
Direktur Pusat Pengembangan IPTEK dan Inovasi Gambut (PPIIG) UPR, Ir Hendrik Segah SHut MSi PhD menekankan bahwa keberhasilan konservasi hanya dapat dicapai melalui kolaborasi yang berbasis ilmu pengetahuan.
“Universitas memiliki peran strategis dalam mengisi celah data dan menyediakan kajian ilmiah yang dibutuhkan dalam penyusunan strategi konservasi jangka panjang, termasuk dalam pembaruan data populasi dan sebaran orangutan,” ujar Direktur PPIIG UPR yang biasa di sapa Segah
Menurutnya, upaya pelestarian orangutan tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekologis gambut yang menjadi habitat utama spesies tersebut. UPR melalui PPIIG telah melakukan berbagai studi dan pemetaan lanskap gambut sebagai basis intervensi konservasi berbasis ekosistem.
“Ketika kita bicara konservasi orangutan, maka kita juga harus bicara soal keberlanjutan habitatnya. Inilah yang menjadi fokus riset kami,” ungkap Segah. Dalam pertemuan tersebut, UPR melalui PPIIG mendorong pendekatan konservasi yang melibatkan masyarakat sekitar hutan.
Program-program berbasis kearifan lokal dan edukasi masyarakat dinilai efektif dalam mengurangi tekanan terhadap habitat dan menciptakan rasa memiliki terhadap upaya perlindungan satwa liar.
“Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Universitas hadir sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalteng Andi Muhammad Kadafhi menyambut baik peran perguruan tinggi, khususnya UPR, dalam mendukung agenda konservasi. “Kami sangat mengapresiasi kontribusi UPR sebagai mitra strategis.
Kolaborasi ini akan memperkuat basis data dan memperkaya analisis terhadap tantangan konservasi orangutan ke depan,” ujarnya. Direktur Konservasi Spesies Genetik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nunu Anugrah, juga menyampaikan pentingnya data terbaru dalam menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Regional Kalimantan Tengah.
“Dengan dukungan dari akademisi seperti UPR, kami berharap SRAK ke depan lebih tajam dan kontekstual,” katanya. Pertemuan regional ini juga menjadi ruang pembelajaran bagi mahasiswa dan peneliti muda UPR yang terlibat dalam diskusi teknis mengenai sebaran, ancaman, dan viabilitas habitat orangutan.
Keterlibatan ini sekaligus memperkuat posisi UPR sebagai pusat pengetahuan lokal yang relevan dengan kebutuhan pembangunan berkelanjutan. Melalui penguatan kolaborasi antara lembaga pemerintah, organisasi konservasi, sektor swasta, dan dunia akademik, diharapkan langkah-langkah perlindungan orangutan di Kalimantan Tengah tidak hanya berdampak pada kelestarian satwa, tapi juga memperkuat ketahanan ekosistem secara keseluruhan. (hen/k)