Selasa, Mei 6, 2025
29.4 C
Palangkaraya

Roy Suryo Ingin Uji Karbon Kertas Ijazah UGM Jokowi, Mungkin kah Dilakukan?

BELAKANGAN, polemik terkait keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat.
Sejumlah kalangan mendesak agar Presiden ke-7 Republik Indonesia tersebut menunjukkan ijazah asli dari gelar Sarjana Kehutanan yang diperoleh dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Bahkan, Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, sempat melontarkan usulan agar dilakukan uji karbon pada kertas ijazah tersebut guna mengetahui usia materialnya secara ilmiah.

Namun, ide uji karbon yang disampaikan Roy Suryo ternyata tidak dapat direalisasikan.

Apa Itu Uji Karbon?
Dalam dunia arkeologi dan ilmu geologi, metode penanggalan karbon-14 kerap digunakan untuk memperkirakan usia peninggalan sejarah yang ditemukan melalui penggalian. Metode ini memungkinkan ilmuwan mengetahui usia benda organik berdasarkan kandungan isotop karbon radioaktif di dalamnya.

Penanggalan radiokarbon (dikenal juga sebagai carbon dating atau penanggalan karbon-14) merupakan teknik penentuan usia suatu objek yang mengandung materi organik dengan memanfaatkan sifat radioaktif dari isotop karbon-14.

Mengutip laman Canadian Archaeology, sekitar tujuh dekade silam, Willard F. Libby, seorang Profesor Kimia dari Universitas Chicago, memprediksi keberadaan karbon-14 di alam. Karena karbon adalah unsur utama dalam kehidupan dan hadir di semua senyawa organik bersama hidrogen, keberadaan isotop ini menjadi dasar metode untuk mengetahui usia material kuno.

Baca Juga :  Motor Yamaha NMAX, Rangka Kuat dan Tidak Rewel

Karbon-14 terbentuk di lapisan atas atmosfer ketika sinar kosmik bereaksi dengan atom nitrogen. Reaksi ini menciptakan karbon-14 dalam jumlah stabil yang kemudian menyebar ke seluruh atmosfer. Tumbuhan menyerap karbon-14 selama proses fotosintesis, sedangkan hewan mendapatkannya dengan mengonsumsi tumbuhan atau hewan lain.

Selama organisme masih hidup, jumlah karbon-14 dalam tubuhnya stabil karena proses penyerapan dan peluruhan seimbang. Namun, saat organisme tersebut mati, karbon-14 mulai meluruh dan tidak lagi diperbarui, sehingga jumlahnya berkurang seiring waktu. Inilah dasar yang digunakan untuk mengestimasi usia benda-benda organik dalam bidang arkeologi, geologi, hingga paleontologi.

Peluruhan karbon-14 diukur melalui konsep waktu paruh, yaitu periode yang dibutuhkan untuk meluruhkan setengah dari jumlah isotop yang ada. Libby memperkirakan waktu paruh karbon-14 sekitar 5.568 ± 30 tahun. Ini berarti bahwa dalam waktu tersebut, separuh karbon-14 telah hilang dari jaringan organisme yang telah mati. Setelah 11.136 tahun, separuh sisanya pun turut meluruh, dan seterusnya. Namun penelitian lanjutan menunjukkan waktu paruh yang lebih akurat adalah 5.730 ± 40 tahun, meski sebagian besar laboratorium tetap menggunakan angka versi Libby, kadang dibulatkan menjadi 5.570 tahun untuk kesederhanaan.

Baca Juga :  Tiga RS Kalteng Ikut Career Day SV UGM

Meski demikian, uji karbon tidak dapat diterapkan pada semua benda. Masih dari sumber yang sama, bahan organik dalam jumlah memadai dapat dianalisis menggunakan metode radiokarbon, khususnya dengan teknologi AMS (Accelerator Mass Spectrometry) yang hanya membutuhkan sekitar 50 miligram sampel. Teknologi ini memungkinkan pengujian benda berukuran sangat kecil, seperti biji-bijian. Namun, rentang waktu efektif pengujian karbon-14 adalah antara 100 hingga 50.000 tahun.

Dengan demikian, jika merujuk pada waktu kelulusan Jokowi dan pembuatan ijazahnya sekitar tahun 1985, usia kertas tersebut belum mencapai 100 tahun. Artinya, usulan Roy Suryo untuk melakukan uji karbon tidak dapat atau sulit untuk diwujudkan pada dokumen tersebut. (*)

BELAKANGAN, polemik terkait keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat.
Sejumlah kalangan mendesak agar Presiden ke-7 Republik Indonesia tersebut menunjukkan ijazah asli dari gelar Sarjana Kehutanan yang diperoleh dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Bahkan, Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, sempat melontarkan usulan agar dilakukan uji karbon pada kertas ijazah tersebut guna mengetahui usia materialnya secara ilmiah.

Namun, ide uji karbon yang disampaikan Roy Suryo ternyata tidak dapat direalisasikan.

Apa Itu Uji Karbon?
Dalam dunia arkeologi dan ilmu geologi, metode penanggalan karbon-14 kerap digunakan untuk memperkirakan usia peninggalan sejarah yang ditemukan melalui penggalian. Metode ini memungkinkan ilmuwan mengetahui usia benda organik berdasarkan kandungan isotop karbon radioaktif di dalamnya.

Penanggalan radiokarbon (dikenal juga sebagai carbon dating atau penanggalan karbon-14) merupakan teknik penentuan usia suatu objek yang mengandung materi organik dengan memanfaatkan sifat radioaktif dari isotop karbon-14.

Mengutip laman Canadian Archaeology, sekitar tujuh dekade silam, Willard F. Libby, seorang Profesor Kimia dari Universitas Chicago, memprediksi keberadaan karbon-14 di alam. Karena karbon adalah unsur utama dalam kehidupan dan hadir di semua senyawa organik bersama hidrogen, keberadaan isotop ini menjadi dasar metode untuk mengetahui usia material kuno.

Baca Juga :  Motor Yamaha NMAX, Rangka Kuat dan Tidak Rewel

Karbon-14 terbentuk di lapisan atas atmosfer ketika sinar kosmik bereaksi dengan atom nitrogen. Reaksi ini menciptakan karbon-14 dalam jumlah stabil yang kemudian menyebar ke seluruh atmosfer. Tumbuhan menyerap karbon-14 selama proses fotosintesis, sedangkan hewan mendapatkannya dengan mengonsumsi tumbuhan atau hewan lain.

Selama organisme masih hidup, jumlah karbon-14 dalam tubuhnya stabil karena proses penyerapan dan peluruhan seimbang. Namun, saat organisme tersebut mati, karbon-14 mulai meluruh dan tidak lagi diperbarui, sehingga jumlahnya berkurang seiring waktu. Inilah dasar yang digunakan untuk mengestimasi usia benda-benda organik dalam bidang arkeologi, geologi, hingga paleontologi.

Peluruhan karbon-14 diukur melalui konsep waktu paruh, yaitu periode yang dibutuhkan untuk meluruhkan setengah dari jumlah isotop yang ada. Libby memperkirakan waktu paruh karbon-14 sekitar 5.568 ± 30 tahun. Ini berarti bahwa dalam waktu tersebut, separuh karbon-14 telah hilang dari jaringan organisme yang telah mati. Setelah 11.136 tahun, separuh sisanya pun turut meluruh, dan seterusnya. Namun penelitian lanjutan menunjukkan waktu paruh yang lebih akurat adalah 5.730 ± 40 tahun, meski sebagian besar laboratorium tetap menggunakan angka versi Libby, kadang dibulatkan menjadi 5.570 tahun untuk kesederhanaan.

Baca Juga :  Tiga RS Kalteng Ikut Career Day SV UGM

Meski demikian, uji karbon tidak dapat diterapkan pada semua benda. Masih dari sumber yang sama, bahan organik dalam jumlah memadai dapat dianalisis menggunakan metode radiokarbon, khususnya dengan teknologi AMS (Accelerator Mass Spectrometry) yang hanya membutuhkan sekitar 50 miligram sampel. Teknologi ini memungkinkan pengujian benda berukuran sangat kecil, seperti biji-bijian. Namun, rentang waktu efektif pengujian karbon-14 adalah antara 100 hingga 50.000 tahun.

Dengan demikian, jika merujuk pada waktu kelulusan Jokowi dan pembuatan ijazahnya sekitar tahun 1985, usia kertas tersebut belum mencapai 100 tahun. Artinya, usulan Roy Suryo untuk melakukan uji karbon tidak dapat atau sulit untuk diwujudkan pada dokumen tersebut. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/